Menuju konten utama

Pembinaan Dana Desa Lebih Penting daripada Pengawasan

Akhmad menyarankan pemerintah untuk memperkuat pembinaan dan pendampingan alokasi dana desa, daripada melakukan pengawasan secara berlebihan.

Pembinaan Dana Desa Lebih Penting daripada Pengawasan
Ilustrasi desa. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

tirto.id - Ketua Pansus UU Desa, Akhmad Muqowam mengatakan pembinaan dana desa lebih penting daripada pengawasan dana desa. Menurutnya, saat ini pemerintah lebih berfokus pada pengawasan dana desa, sedangkan pembinaannya kurang diperhatikan.

"Dalam Undang-undang Desa itu ada pembinaan dan pengawasan. Pembinaan kurang, tapi pengawasannya terus menerus. Ini yang capek," kata Akhmad Muqowam di Cikini, Jakarta Pusat pada diskusi dengan tema 'Rakyat, Desa, dan Tanahnya', Sabtu (9/9/2017).

Akhmad yang sekarang menjadi anggota DPD Jawa Tengah ini menyesali adanya anggapan masyarakat bahwa pengawasan terhadap dana desa yang diatur dalam UU Nomor 6/2014 tentang Desa, terlalu longgar.

Jika dilihat secara kasat mata, kata dia, ada sekitar 200 kasus dugaan penyelewengan dana desa dari 74.954 desa. Angka tersebut sangat kecil jika dibandingkan jumlah pejabat setingkat gubernur dan bupati yang terlibat korupsi sekitar 361 orang.

"Saya tidak pro korupsi," katanya. "Tapi, saya minta kepada seluruh komponen agar bila mengacu pada UU Desa, maka tidak menjadikan desa sebagai contoh jelek dalam pemberlakuan undang-undang."

Akhmad menilai, pengawasan terhadap pelanggaran penyelewengan dana desa memang perlu diawasi. Namun, pengawasan itu harus dilakukan sesuai dengan ranahnya. Untuk itu, Akhmad merasa tidak perlu ada pengawasan dana desa secara berlebihan.

Untuk itu, ia menyarankan pemerintah memperkuat pembinaan dan pendampingan alokasi dana desa. Pemerintah, kata dia, harus bisa menjelaskan alokasi-alokasi dana desa yang diperuntukan bagi pedesaan.

Sementara itu, Sentot Satria dari Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan Untuk Kesejahteraan mengatakan bahwa selama ini pemerintah baru hanya memastikan pembagian dana desa merata ke berbagai daerah, tetapi minim dalam melakukan pendampingan dan pembinaan.

"Pemerintah jangan berilusi bahwa tugasnya hanya mentransfer ke pemerintah daerah dan daerah hanya menyerahkannya untuk dana desa," tuturnya.

Pendampingan ini menjadi poin yang disoroti Sentot karena pendanaan desa juga menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

Di sisi lain, Kepala Desa Plososari, Kendal, Jawa Tengah, Suwardi sempat mengeluhkan ada sekitar 15 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ingin mengaudit dana desanya. Ia mengaku tidak keberatan atas pengawasan itu, tetapi ia menilai LSM tidak memiliki wewenang untuk mengawasi itu.

Selain itu, Suwardi juga menyesalkan banyaknya pemberitaan yang menyudutkan desa sebagai lahan basah korupsi, padahal hanya sedikit pejabatnya yang melakukan korupsi.

"Dengan dihujatnya semua kepala desa seperti itu, lebih baik tidak terima dana desa, Pak," katanya.

Setelah ramai terungkapnya kasus korupsi di Pamekasan yang melibatkan Kepala Desa Dasok, Kecamatan Pademawu, Pamekasan, Agus Mulyadi, pejabat desa mulai diintimidasi. Banyak pihak yang tidak percaya kepada desa dan mulai mencoba melakukan pengawasan secara berlebihan ataupun merevisi UU Desa.

Suwardi berharap hal tersebut tidak malah menghambat aliran dana desa ke masyarakat. Jika memang ada yang salah, ia juga bersedia untuk diaudit, asalkan melalui petugas yang berwajib, yakni Inspektorat Kabupaten.

"Saya mau diaudit ya silakan, salah ya salah," pungkasnya. "Tapi jangan sampai LSM yang enggak ada aturan hukumnya ikut mengaudit dana desa," timpalnya lagi.

Baca juga artikel terkait DANA DESA atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto