tirto.id - Mengenakan jaket loreng hijau khas Tentara Nasional Indonesia (TNI), air muka Philip Mark Mehrtens memancarkan kelegaan. Dalam konferensi pers di Timika, Provinsi Papua Tengah, Sabtu (21/9/2024), Philip tampak bersih dan sehat setelah berhasil dibebaskan dari penyanderaan kelompok milisi bersenjata Egianus Kogoya.
Kelompok yang merupakan bagian dari Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) itu telah menyandera Philip selama 19 bulan atau 1,5 tahun. Pilot Susi Air itu disandera di wilayah terpencil di Nduga, Papua Pegunungan, sejak Februari 2023.
“Saya senang sekali. Saya sudah bisa pulang dan [bersama] keluarga saya lagi,” kata Philip dalam konferensi pers di Timika, Papua Tengah, disiarkan kanal Youtube Kompas TV. Dia juga mengucapkan syukur dan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu pembebasannya.
“Saya bisa keluar dengan kondisi yang sama dan sehat. Terima kasih banyak semuanya,” lanjut Philip.
Pemerintah melalui Satgas Operasi Damai Cartenz (pasukan gabungan TNI dan Polri di Papua) mengklaim menggunakan upaya pendekatan lunak (soft approach) dalam operasi pembebasan Philip. Pemerintah juga menyatakan bahwa pembebasan Philip melibatkan peran dari tokoh masyarakat, tokoh adat, dan pemuka agama setempat.
Sejumlah pihak mengapresiasi pendekatan lunak pemerintah dalam misi pembebasan pilot Susi Air tersebut. Mereka menilai jalan dialog seperti itu bisa membuka harapan penyelesaian konflik di Papua dengan cara nonmiliteristik agar tidak lagi jatuh korban jiwa, terutama dari pihak masyarakat sipil.
Direktur Eksekutif Imparsial, Gufron Mabruri, mengapresiasi seluruh pihak yang terlibat dalam proses pembebasan Philip. Meski memakan waktu yang cukup panjang, Gufron lega bahwa Philip bisa dipulangkan dalam keadaan selamat.
Dengan adanya momen ini, Gufron meminta pemerintah memberikan perhatian serius dan sungguh-sungguh terhadap upaya penyelesaian konflik di Papua melalui pendekatan dialog dan kemanusiaan.
“Jalan kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan melahirkan kekerasan politik dan pelanggaran HAM,” kata Gufron kepada reporter Tirto, Senin (23/9/2024).
Gufron menilai bahwa pelajaran penting yang dapat diambil dari kasus Philip adalah perlindungan kemanusiaan harus lebih diutamakan semua pihak. Sebab, hal tersebut sudah seharusnya menjadi fokus utama di daerah konflik yang warga sipilnya kerap kali menjadi korban.
“Jangan sampai kasus serupa terjadi lagi di masa depan. Harus ada komitmen dan perlindungan secara menyeluruh terhadap warga sipil,” sambung dia.
Dikonfirmasi terpisah, Jaringan Damai Papua (JDP) turut menyampaikan apresiasi terhadap sikap konsisten TPNPB-OPM yang sudah melepaskan Philip pada Sabtu, (21/9) lalu, dalam keadaan selamat dan sehat. Juru bicara JDP, Yang Christian Warinussy, menyatakan bahwa pimpinan TPNPB-OPM sudah bersikap konsisten dengan proposal pembebasan Philip Mehrtens yang mereka ajukan beberapa waktu sebelumnya.
Sebagai informasi, Komando Nasional (Komnas) TPNPB-OPM mengajukan proposal untuk pembebasan dan serah terima Philip Mehrtens pada 17 September 2024 lalu. Proposal itu mencakup permintaan dukungan dan fasilitator dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memastikan proses pembebasan dan penyerahan sandera yang damai dan aman.
Namun belakangan, proses pembebasan Philip Mehrtens yang dilakukan Satgas Operasi Damai Cartensz tak merujuk pada isi proposal yang diajukan Komnas TPNPB-OPM. Meski begitu, Yang Christian memastikan tidak ada kontak senjata dalam proses pembebasan Philip.
“Sama sekali tidak terdengar ada kontak senjata atau suasana tegang apa pun saat pilot asal Selandia Baru tersebut dilepaskan oleh Panglima TPNPB Kodap III, Egianus Kogoya,” kata Yang Christian kepada reporterTirto.
Setelah proses pembebasan itu, kata dia, Philip tiba di Bandara Moses Kilangin, Timika, dengan menumpang pesawat helikopter Asia One PK-LTY, Sabtu (21/9/2024) siang. Sebelumnya, Philip dijemput oleh mantan Penjabat (Pj) Bupati Nduga, Edison Gwijangge, secara langsung di dekat markas TPNPB-OPM di Yuguri, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Tengah.
Dari Timika, Philip lalu diterbangkan ke Jakarta untuk diserahkan kepada pihak Kedutaan Besar Selandia Baru di Indonesia. Philip tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (21/9/2024) malam.
Menteri Koordinator Polhukam RI, Hadi Tjahjanto, memimpin proses penyerahan Philip kepada Dubes Selandia Baru. Momen haru dan bahagia tersebut turut dihadiri Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto.
“Pelepasan eks sandera TPNPB tersebut dapat dijadikan titik balik pembangunan perdamaian di Tanah Papua, khususnya di wilayah Kabupaten Nduga dan sekitarnya. JDP juga meminta perhatian TPNPB dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat segera memulai langkah jeda kemanusiaan,” ujar Yang Christian.
Pendekatan Tanpa Kekerasan
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, memandang peristiwa pembebasan Philip Mehrtens merupakan momen penting di tengah konflik Papua. Peristiwa Pembebasan Philip menjadi pengingat bahwa konflik di Papua terus memberikan dampak yang sangat nyata bagi hak asasi manusia (HAM).
Selain itu, pembebasan Philip menunjukkan efektivitas kekuatan cara-cara nonkekerasan dalam menangani perselisihan antara gerakan prokemerdekaan Papua dan Pemerintah Indonesia. Terlebih, kata Usman, dugaan pelanggaran HAM terus terjadi di wilayah-wilayah konflik.
“Ini merupakan momen penting yang menandakan kemungkinan untuk menangani keluhan yang lebih luas di Papua dengan semangat nonkekerasan yang sama,” kata Usman kepada reporter Tirto, Senin (23/9/2024).
Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengapresiasi pendekatan persuasif dalam pembebasan Philip Mehrtens. Pendekatan ini dinilai berhasil mencegah jatuhnya korban jiwa sekaligus menjaga keselamatan korban yang disandera.
Komnas HAM mengharapkan momen pembebasan Philip tersebut menjadi momentum mendorong situasi HAM yang lebih kondusif di Papua. Selain itu, menjadi pendorong agar terus menjamin perlindungan hak-hak masyarakat sipil dalam kondisi apa pun.
“Komnas HAM senantiasa mengingatkan para pihak untuk tetap mengedepankan pendekatan persuasif dan prinsip-prinsip HAM. Kiranya peristiwa ini akan menjadi satu pelajaran penting,” kata Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, dalam keterangan pers yang diterima Tirto, Senin.
Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, mengatakan bahwa pendekatan soft approachyang dilakukan aparat keamanan TNI/Polri dalam pembebasan Philip Mehrtens merupakan strategi terbaik. Kunci untuk misi pembebasan ialah dialog dengan pendekatan humanis.
“Ini adalah sebuah pencapaian yang perlu kita terus kembangkan dalam menghadapi situasi-situasi serupa ke depan,” kata Meutya Hafid saat dikonfirmasi, Senin (23/9/2024).
Menurut Meutya, kolaborasi aparat keamanan lintas instansi dalam misi pembebasan Philip patut diapresiasi. Tanpa ada kolaborasi dan koordinasi yang baik, menurut dia, keberhasilan negosiasi sulit tercapai.
“Metode yang mengedepankan dialog dan pendekatan humanis merupakan langkah penting dan dapat dijadikan benchmark untuk operasi-operasi serupa di masa mendatang," jelasnya.
Meutya pun meminta TNI untuk terus berkomitmen menjaga keamanan di wilayah Papua. Selain itu, dia mengingatkan TNI-Polri untuk senantiasa menerapkan stategi yang tepat sebagaimana dalam pembebasan Philip dalam menghadapi persoalan serupa ke depan.
“Semoga keberhasilan ini juga menjadi titik awal bagi tercapainya perdamaian dan kesejahteraan yang lebih berkelanjutan di Papua,” kata Meutya.
Di sisi lain, pengamat militer sekaligus Direktur Eksekutif ISESS, Khairul Fahmi, menyatakan bahwa pelajaran utama dari keberhasilan pembebasan Philip adalah upaya pendekatan keras terbukti tidak selalu menjadi solusi efektif. Meski dalam konteks tertentu, kata Fahmi, pendekatan keamanan dan operasi militer tetap diperlukan, hal itu harus dilakukan dengan hati-hati dan terukur agar tidak meningkatkan ketegangan dan menimbulkan kerugian.
“Pendekatan kemanusiaan dan negosiasi, seperti yang digunakan dalam pembebasan Mehrtens menunjukkan bahwa dialog dan upaya yang lebih humanis juga memiliki peran krusial dalam meredakan konflik bersenjata,” kata Fahmi kepada reporter Tirto, Senin.
Di Papua, Fahmi menjelaskan, konflik yang melibatkan TPNPB-OPM bukan hanya soal kekerasan fisik, tapi juga akar persoalan politik, ekonomi, dan identitas yang melibatkan masyarakat setempat. Maka untuk mencapai solusi jangka panjang, pemerintah perlu lebih fokus pada upaya membangun kepercayaan dengan dukungan langkah-langkah yang lebih lunak dan nonmiliteristik.
Termasuk, mendengarkan aspirasi masyarakat Papua dengan melibatkan tokoh adat dan agama, serta mengintensifkan pembangunan berkelanjutan. Kasus pembebasan Philip Mehrtens menggarisbawahi pentingnya pendekatan lokal yang sensitif terhadap dinamika dan aspirasi masyarakat Papua.
“Selain itu, hal ini menekankan bahwa diplomasi dalam negeri melalui keterlibatan tokoh masyarakat dan negosiator yang memahami konteks kultural dan kearifan lokal bisa menjadi jembatan penting dalam menyelesaikan konflik,” terang Fahmi.
Lebih lanjut, organisasi nonpemerintah (NGO) lokal turut pula memainkan peran penting dalam proses mediasi konflik di Papua. Fahmi menilai, NGO biasanya memiliki pemahaman relatif mendalam tentang kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Papua sebab sering kali bekerja di tingkat akar rumput.
Oleh karena itu, mereka dapat menjadi penghubung potensial antara pemerintah dan masyarakat lokal, serta membantu membuka jalur komunikasi yang tidak selalu dapat dijangkau aktor-aktor negara.
“Peran NGO sering disebut sebagai bagian dari soft diplomacy atau diplomasi lunak, di mana mereka terlibat dalam membangun kepercayaan melalui pendekatan nonkonfrontatif,” tutur Fahmi.
“Soft diplomacy ini juga memungkinkan terciptanya kondisi yang lebih tenang dan stabil di lapangan sehingga negosiasi bisa berjalan dengan lebih efektif,” imbuh dia.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Fadrik Aziz Firdausi