Menuju konten utama
Sengketa Pemilu 2019 di MK

Peluang Gugatan Farouk di MK Soal Evi Lolos DPD Sebab Foto Editan

MK meloloskan gugatan Farouk Muhammad bukan karena dalih foto editan Evi Apita Maya, melainkan dalil yang diajukan penggugat soal penggelembungan suara.

Peluang Gugatan Farouk di MK Soal Evi Lolos DPD Sebab Foto Editan
Calon anggota DPD RI Dapil Nusa Tenggara Barat Evi Apita Maya (tengah) saat diwawancarai di Mataram, Selasa (30/4/2019). (ANTARA/Nur Imansyah)

tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan daftar perkara sengketa pemilihan umum untuk legislatif yang dihentikan dan dilanjutkan ke proses pembuktian. Salah satu yang diloloskan ke tahap pembuktian adalah gugatan yang diajukan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Nusa Tenggara Barat Farouk Muhammad kepada kompetitornya, Evi Apita Maya.

Evi Apita digugat karena dianggap menyalahi prinsip kejujuran dalam pemilu. “[Melanjutkan] Perkara 03-18/PHPU-DPD/XVII/2019, Farouk Muhammad DPD Provinsi Nusa Tenggara Barat,” kata Hakim MK Aswanto saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2019).

Keputusan MK ini pun ramai diperbincangkan. Sebab, salah satu dalil yang diajukan caleg DPD petahana Farouk Muhammad adalah penggunaan foto hasil editan Evi Apita Maya. Menurut Faroeuk, itu terkategorikan sebagai tindakan mengubah identitas diri yang termasuk dalam pelanggaran administrasi.

MK pun angkat bicara soal keputusan hakim terkait perkara ini. Juru Bicara Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan, alasan hakim konstitusi melanjutkan sidang masuk pembuktian karena pihak Farouk menyampaikan perubahan rekapitulasi suara dalam gugatan. Persoalan foto hanya sebagai bagian dari dalil Farouk selaku pemohon.

“Persoalan dalil edit foto itu soal satu dalil, bukan itu yang menyebabkan lolosnya, tapi posita memang ada hitung-hitungan suara, itu lolosnya,” kata Palguna di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Perbaikan permohonan sengketa legislatif yang diajukan Farouk memang memuat kalkulasi suara, selain masalah gugatan akibat foto editan Evi. Farouk memuat dua pokok permohonan dalam perbaikan permohonan sebagaimana dilansir dari laman resmi MK (PDF).

Pertama, Farouk lewat kuasa hukumnya, mendalilkan Evi tidak berperilaku jujur karena menggunakan foto manipulatif. Penggunaan foto pun dianggap telah melanggar Pasal 65 ayat 1 huruf j Peraturan KPU Nomor 30 tahun 2018 karena bersikap tidak jujur.

Selain dianggap tidak jujur saat pendaftaran, Evi memajang fotonya dengan logo DPD, padahal Evi belum pernah menjadi senator. Aksi editan foto dan penggunaan lambang DPD diklaim memengaruhi pemilih. Kemudian, Evi pun disebut telah melakukan money politic dengan membagikan sembako saat berkampanye.

Kedua, kuasa hukum Farouk juga menyinggung soal penggelembungan suara untuk Evi dan sejumlah caleg DPD lain di NTB. Farouk menyebut ada penggelembungan suara sebanyak 738 suara untuk Evi sehingga berada di peringkat pertama.

Selain suara Evi, Farouk menggugat pula TGH Ibnu Halil selaku peringkat kedua DPD, Lalu Suhaimy Ismy di peringkat ketiga, dan Achmad Sukisman Azmy yang berada di peringkat keempat. Total penggelembungan suara keempat orang tersebut diklaim mencapai 3.680 suara.

Evi pun menghormati putusan hakim dalam perkara yang melibatkan dirinya. Saat ditemui usai sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2019), ia yakin hakim punya pertimbangan dalam melanjutkan perkaranya. Namun, ia berharap agar hakim adil dalam memutus perkara.

"Semoga nanti hasil akhirnya MK akan tetap memperhatikan hati nurani, tetap akan memberikan keputusan yang seadil-adilnya," ujar Evi.

Bagaimana Peluangnya?

Direktur Eksekutif Pusat Stusi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari memandang gugatan Farouk bisa lolos ke tahap pembuktian karena ada hitung-hitungan suara yang dipermasalahkan. Sebab, kata Feri, dalil wajah editan ini tak kuat.

“Kalau soal foto edit, ya, tidak tepat karena tidak tepat mendalilkan foto pilihan apa yang tepat digunakan untuk memengaruhi pemilih,” kata Feri saat dihubungi reporter Tirto.

Feri mengatakan, perlu ada pembuktian yang menjelas korelasi antara foto editan dengan perolehan suara. Sebab, syarat caleg memenangkan gugatan sengketa legislatif adalah mampu membuktikan peralihan suara yang mampu mengubah suara atau ada kecurangan secara sistematis.

Karena itu, kata Feri, dalil administrasi seperti masalah foto editan pun bisa dikesampingkan. “Kalau foto sekali lagi tidak akan mungkin dimenangkan,” kata Feri soal peluang gugatan Farouk.

Feri mengatakan, gugatan Farouk baru bisa dimenangkan jika ditemukan kesalahan penginputan. Jika tidak sesuai dengan penginputan, maka gugatan bisa ditolak karena tidak sesuai fakta. “Tidak cermat bisa dianggap permohonan kabur,” kata Feri.

Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menilai lolosnya sengketa Farouk karena gugatan caleg DPD itu memenuhi syarat formil. Tahapan selanjutnya, kata dia, gugatan Farouk harus dibuktikan secara materiil, yakni membuktikan adanya korelasi foto editan Evi dengan perolehan suara.

Jika tidak ada korelasinya, kata Kaka, maka gugatan Farouk berpotensi besar ditolak.

“Nanti ujungnya apakah yang dimohonkan dalam gugatan itu, pemohon bisa membuktikan dalilnya bahwa telah terjadi perubahan hasil perolehan suara. Kalau ternyata itu tidak bisa [dibuktikan], maka tentu akan ditolak gugatan itu,” kata Kaka.

Kaka mengatakan, gugatan administrasi dengan alasan foto editan merupakan gugatan pertama. Padahal, sengketa administrasi tidak sepenuhnya menjadi kewenangan MK. Sebab, hal ini dapat diselesaikan di Bawaslu maupun di PTUN.

Menurut Kaka, kalau menggugat mengajukannya ke MK, penggugat harus menyatakan dalil yang dibuat berdampak kepada perolehan suara dan perolehan kursi. Jika tanpa mengarah pada perubahan suara signifikan, maka gugatan bisa dianggap dismissal karena tidak berpengaruh banyak pada perolehan suara.

Kaka pun menegaskan, dalil Farouk tidak bisa dianalogikan sama dengan sengketa Pilpres 2019 seperti yang dipersoalkan BPN Prabowo-Sandiaga tentang status Maruf Amin. Sebab, substansi masalah Farouk fokus pada foto, bukan status jabatan seperti yang dipermasalahkan BPN terhadap Maruf.

“Ini hakim seyogyanya membuktikan sampai kepada bahwa perbedaan antara gambar dengan calon caleg ini sedemikian rupa sehingga memengaruhi perolehan suara dan suara itu secara signifikan berpengaruh terhadap perolehan kursi,” kata Kaka.

Kaka mengingatkan, sengketa Pileg yang diajukan Farouk bisa membawa perubahan besar. Sebab, fakta persidangan bisa menunjukkan faktor keterpilihan berkorelasi dengan foto kandidat.

Selain itu, kata Kaka, gugatan Farouk akan menjadi yurisprudensi dalam sengketa legislatif karena masalah foto editan. Gugatan pun bisa menyasar kepada sengketa kepala daerah di masa depan.

“Selama ini saya tidak pernah memperhatikan foto-foto dari calon DPD, tapi dengan kasus ini jangan-jangan ke depan kita harus memperhatikan juga termasuk penyelenggara tentang bagaimana sih sebuah foto karena hampir semua foto itu saya perhatikan enggak diedit,” kata Kaka.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz