tirto.id - Pemerintah sedang mematangkan kebijakan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan mengkaji formula untuk "new normal" serta tahapan yang harus dipenuhi daerah agar hidup berdampingan dengan penyakit COVID-19.
Mengenai adanya pelonggaran tersebut pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J Rachbini mengingatkan Presiden Joko Widodo harus berhati-hati terhadap wacana pelonggaran PSBB di tengah pandemi COVID-19.
Menurutnya, pemerintah harus belajar dari sejarah pandemi influenza yang pernah melanda berbagai negara termasuk Indonesia pada 1918.
"Presiden harus berhati-hati dan bertanggung jawab terhadap pelonggaran dan wacana pelonggaran yang sudah salah kaprah dan ditanggapi terserah saja oleh publik dan masyarakat luas," kata dia dalam keterangan resmi yang diterima Tirto, Rabu (20/5/2020).
Didik mengatakan, perilaku masyarakat saat ini merupakan pertanda tidak percaya dan pasrah terhadap keadaan. Dia mengingatkan sejarah pandemi influenza satu abad lalu banyak memakan korban hingga kisaran 20 persen dari penduduk dunia.
Berdasarkan catatan disertasi Prof Widjojo Nitisastro tentang pandemi influenza, kata Didik, Indonesia pernah mengalami pandemi yang berat di masa lalu karena kurangnya sarana kesehatan kala itu.
"Catatan tersebut perlu mendapat perhatian bahwa kita pernah mengalami pandemi yang berat karena di masa lalu sarana kesehatan kurang. Jika presiden dan jajaran pemerintahannya tidak berhati-hati, maka kejadian pandemi ini bukan tidak mungkin memakan korban lebih banyak lagi dari yang sekarang sudah berkembang lebih berat dengan kurva yang terus meningkat," jelas dia.
Ia menjelaskan, kebijakan PSBB sudah sejak awal tampak setengah hati dan hasilnya sangat jauh dari berhasil.
"Dengan melihat fakta yang ada dan kurva [pasien positif] yang masih terus meningkat, atas dasar apa wacana dan rencana pelonggaran akan dilakukan?" ujar dia.
Didik mengatakan, peringatan yang harus disampaikan yaitu pelonggaran yang tidak berhati-hati tanpa pertimbangan data yang cermat sama dengan masuk ke dalam jurang kebijakan Herd immunity.
Herd immunity atau kekebalan kelompok merupakan imunitas kelompok terhadap suatu virus. Wabah penyakit akibat infeksi virus akan hilang ketika mayoritas populasi kebal, dan individu berisiko terlindungi oleh populasi umum. Dengan begitu virus akan sulit menemukan host atau inang untuk menumpang hidup dan berkembang. Individu yang selamat dari virus akan kebal, tetapi yang tidak selamat akan meninggal.
"Yang kuat sukses sehat, yang lemah tewas. Ini bisa dianggap sebagai kebijakan pemerintah menjerumuskan rakyatnya ke jurang kematian yang besar jumlahnya," tandas dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri