tirto.id - Pelaku penyebaran berita bohong soal tujuh kontainer yang berisi surat suara tercoblos dapat dikenakan hukuman 10 tahun penjara. Sanksi pidana itu sesuai dengan Undang-Undang Peraturan Hukum Pidana.
“Isu itu adalah penyebaran berita bohong yang (sanksinya) diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Pasal 14 ayat (1) dan (2) serta Pasal 15 dengan ancaman hukuman 10 tahun,” kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Muhammad Iqbal di kantornya, Jumat (4/1/2019).
Ia menegaskan, isu tersebut bukan lagi sekadar berita bohong, melainkan fitnah. Polri tengah mengumpulkan alat bukti dan meminta keterangan saksi, namun Iqbal enggan menjelaskan lebih lanjut sebab menunggu hasil penyelidikan.
“Tidak patut saya sampaikan di media. Tentu saja pada saatnya Polri akan menyampaikan hasil penyelidikan kepada publik,” tambah Iqbal.
Iqbal menegaskan, siapa pun yang terlibat dalam kasus ini akan diproses secara hukum. Polri juga terus melakukan upaya preemptif dan preventif untuk menciptakan situasi keamanan dan ketertiban nasional demi menjaga keadaan kondusif di rangkaian pesta demokrasi.
Polri berhasil menemukan daerah akun penyebar akun berita bohong ihwal tujuh kontainer yang berisi surat suara tercoblos di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
“Kami temukan di Jakarta, Semarang dan Kalimantan Timur,” kata Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo ketika dihubungi Tirto, Jumat (4/1/2019).
Namun, Dedi belum mengetahui jumlah akun yang berhasil diidentifikasi sebab menunggu tindak lanjut dari Tim Siber Bareskrim Polri. “Tunggu update dari Bareskrim,” tambah dia.
Kemarin jajaran Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu melaporkan soal penyebaran berita bohong terkait surat suara tercoblos ke Bareskrim Polri.
“Kami bersama Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu melaporkan soal informasi tujuh kontainer surat suara tercoblos, itu tidak benar. Kami melaporkan agar penyebar informasi itu ditangkap,” kata Ketua KPU Arief Budiman.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno