Menuju konten utama

Pejabat Kemenko Perekonomian: Target Inflasi Rendah Harus Rasional

Target inflasi yang kelewat rendah bisa gagal dipenuhi jika infrastruktur pendukung belum tersedia.

Pejabat Kemenko Perekonomian: Target Inflasi Rendah Harus Rasional
(Ilustrasi) Warga melakukan transaksi pembelian kebutuhan pokok saat operasi pasar di Pasar Legi, Solo, Jawa Tengah, Solo, Senin (29/1/2018). Operasi pasar dilakukan untuk menekan kenaikan harga yang mmeicu inflasi. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha.

tirto.id - Pemerintah berusaha terus menekan inflasi ke level rendah. Hingga akhir 2018, pemerintah mematok target laju inflasi di batas 3,5 plus minus 1 persen. Inflasi rendah pada Mei 2018, yakni sebesar 0,21 persen, dianggap sebagai sinyalemen positif.

"Kami mengharapkan memang inflasi terus dibawa ke level yang lebih rendah," kata Asisten Deputi Moneter Kemenko Perekonomian, Edi P. Pambudi di kantor Bank Indonesia Jakarta pada Selasa (5/6/2018).

Namun, dia mengingatkan target inflasi rendah tetap harus rasional dan mempertimbangkan banyak faktor. Target yang terlalu ambisius, kata Edi, bisa gagal tercapai jika tidak diimbangi dengan kesiapan infrastruktur pendukungnya.

"Kami tidak mau kemudian terlalu membuat target yang sulit dijangkau, kalau kami belum melakukan perubahan secara struktur," kata Edi.

Faktor pendukung itu, dia mencontohkan, adalah ketersediaan infrastruktur yang memudahkan distribusi logistik, penataan sistem logistik, hingga perbaikan pengelolaan pasar sebagai pusat perdagangan masyarakat. Menurut Edi, saat ini perbaikan keseluruhan komponen itu masih sedang berjalan.

"Jangan sampai kita menargetkan rendah, tapi tidak tercapai. Nanti malah tidak kredibel. Baiknya kita buat (target) objektif dan bisa dijalankan," kata Edi.

Dia mengklaim, untuk memenuhi target inflasi tahun ini, pemerintah telah berupaya membangun koordinasi intensif antara pusat dan daerah. Pemerintah daerah juga telah diminta aktif memetakan persoalan.

"Semua TPID (tim pengendali inflasi daerah) telah diminta membuat peta jalan agar ada sinkronisasi persoalan di setiap daerah dengan yang ada di pusat," kata Edi.

Dengan begitu, dia melanjutkan, Setiap pemerintah daerah diharapkan dapat memahami indikasi sumber inflasi dan cara memitigasi fenomena kenaikan harga.

"Misalnya, saat ini administered price [harga yang diatur pemerintah] masih terjaga. Nah, kami berikan ruang yang cukup inflasi ini di volatile food [harga barang yang mudah bergejolak]. Itu (volatile food) kami turunkan, agar bisa digunakan untuk akomodasi seandainya ada perubahan-perubahan di dalam administered price," ujar Edi.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) Bank Indonesia (BI), Reza Anglingkusumo menambahkan target inflasi rendah juga harus memperhatikan dampaknya ke pertumbuhan ekonomi.

Menurut dia, inflasi yang kelewat rendah justru dapat meredupkan gairah para pelaku usaha. Sebab penurunan harga berlebihan bisa memangkas keuntungan usaha.

"Kalau harga barang terus turun, maka lama-lama tidak ada produsen yang mau menyuplai. Pengusaha enggak ada yang mau harga terus turun. Itu lebih berbahaya buat perekonomian. Pertumbuhan ekonomi lebih penting," kata Reza.

Pengendalian inflasi, dia menambahkan, tetap harus memberi ruang bagi pelaku usaha untuk mendapatkan profit. Reza berpendapat target inflasi ideal adalah pada kisaran batas 2-4 persen. Realisasinya juga perlu bertahap dan memperhatikan kondisi infrastruktur pendukung.

Demikian pula pengetatan kebijakan moneter untuk menekan inflasi. Menurut Reza, hal itu tidak bisa dilakukan dengan berlebihan karena akan memicu volatilitas pertumbuhan ekonomi, menghambat penciptaan lapangan usaha dan akhirnya menggerus daya beli masyarakat.

Baca juga artikel terkait INFLASI atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom