Menuju konten utama

PDIP Sindir Jokowi: Pembagian Bansos Didasari Data Elektoral

Aria mengatakan, validasi data bansos Kemensos selalu diperbaiki. Namun, sejak Januari dan Februari data tersebut tidak lagi digunakan.

PDIP Sindir Jokowi: Pembagian Bansos Didasari Data Elektoral
Presiden Joko Widodo (kanan) membagikan kaos kepada warga usai mengecek stok beras di Gudang Bulog Klahang, dalam rangkaian acara kunjungan kerja di Kabupaten Banyumas, Jateng, Rabu (3/1/2024). ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/rwa.

tirto.id - Wakil Ketua Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP, Aria Bima, membeberkan bahwa pembagian bantuan sosial (bansos) yang dilakukan pemerintah saat ini banyak dilakukan di Jawa Tengah (Jateng). Pembagian bansos juga dilakukan hanya berdasarkan kepadatan penduduk.

Dia menerangkan, pada Desember 2023, Presiden Jokowi membagikan BLT bagi petani yang gagal panen hanya dibagikan di Provinsi Jawa Tengah. Bantuan yang diberikan sebesar Rp8 juta per 1 hektare lahan pertanian.

Sementara itu, untuk kelompok tani, diberikan bantuan sekitar Rp122 juta, Rp180 juta, hingga Rp200 juta.

Khusus di Jawa Tengah, terdapat 16.000 hektare lahan yang terdampak El Nino, banjir, dan kekeringan panjang. Pembagian BLT Puso pun hanya bagi petani di Kabupaten Grobogan, Kudus, Jepara, Demak dan Pati.

“Itu lah yang kita tahu, yang dipakai merupakan data elektoral, berdasarkan kepadatan penduduk. Kemudian, daerah mana yang memberikan efek elektoral tinggi di situlah bansos diberikan,” ujar Aria dalam keterangan tertulis, Minggu (4/1/2024).

Ditambahkan Aria, PDIP sependapat bahwa bansos diperuntukan bagi rakyat. Namun, cara pembagian yang dilakukan harus merata.

“Jangan didasarkan dan dikerdilkan untuk kepentingan elektoral, tapi sesuai kebutuhan rakyat,” ujar Aria.

Lebih lanjut dia menyampaikan, pembagian bansos untuk masyarakat seperti itu menandakan telah disalahgunakan buat kepentingan elektoral. Bansos dinilai telah dimanfaatkan untuk mengeksploitasi kemiskinan.

Aria menyatakan, bansos yang seharusnya dibagikan Kementerian Sosial (Kemensos), kini hanya berdasarkan data Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK). Akibatnya, terjadi ketidaksesuaian data dan berpotensi menimbulkan ketidakadilan di kalangan masyarakat.

“Lho kan sangat jelas, Ibu Risma sejak awal menjabat Mensos punya komitmen untuk mengunakan data kemiskinan. Saat ini, data kemiskinan Ibu Risma tidak lagi dipakai,” kata Aria.

Dibeberkan Aria, validasi data bansos Kemensos selalu diperbaiki. Namun, sejak Januari dan Februari tidak lagi digunakan.

Dalam keterangan terpisah, Koordinator Stafsus Presiden, Ari Dwipayana, mengatakan bansos yang dibagikan Presiden Jokowi merupakan kebijakan afirmatif pemerintah di tengah situasi tidak menentu.

"Saat ini kita berhadapan dengan fenomena El Nino. Fenomena El Nino ini menimbulkan dampak di mana musim tanam dan juga musim panen akan bergeser," kata Ari dikutip dari Antara.

Ia mengatakan situasi itu berdampak pada kesulitan masyarakat untuk mendapatkan bahan pokok, terutama beras, sebab pengaruh situasi iklim yang tidak memungkinkan.

Ari menambahkan kebijakan afirmatif yang dijalankan presiden bersumber dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang juga dari rakyat.

Lebih lanjut dia menegaskan, bantuan beras yang diberikan presiden merupakan program yang dimiliki Bulog. Dengan demikian, bansos tersebut bukan tidak melibatkan Kemensos sebagai otoritas berwenang dalam pelayanan sosial.

"Karena terkait dengan cadangan pangan. Ada Bulog dan Badan Pangan. Jadi lebih pada hal itu, termasuk juga mengecek mengenai keberadaan pangan di setiap daerah, jadi yang diajak tentu berkaitan dengan itu," pungkas Ari.

Baca juga artikel terkait BANSOS JOKOWI atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Politik
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Fahreza Rizky