tirto.id - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta tambahan 'bensin' dari pemerintah untuk membantu gerakan deradikalisasi dan kontra radikalisme.
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Sultonul Huda mengklaim bahwa lembaganya sebenarnya memiliki banyak anggota untuk diterjunkan melakukan deradikalisasi atau gerakan kontra radikalisme. Akan tetapi, gerakan para anggota NU tak bisa dilakukan masif karena terkendala 'amunisi'.
"Sumber daya kami enggak bisa digerakkan tanpa ada amunisi. Kami seringkali kehabisan bensin. Saya misal setiap minggu bikin kaderisasi, support dari pemerintah ada, cuma tidak besar, jadi tidak bisa masif. Padahal kalau masif luar biasa [dampaknya]," kata Sultonul di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Pernyataan itu disampaikan Sultonul menanggapi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang mengaku kewalahan dalam melakukan deradikalisasi terhadap narapidana kasus terorisme.
Ketua BNPT Suhardi Alius menyatakan mengalami keterbatasan personel untuk melakukan deradikalisasi terhadap para napi terorisme. Karena itu, BNPT menggandeng sejumlah pihak untuk melakukan deradikalisasi termasuk ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah.
Menurut Sultonul, pemerintah kerap mempersempit ruang bantuan dari NU untuk melakukan deradikalisasi atau gerakan kontra radikalisme. Ia mencontohkan NU pernah membuat program kontra radikalisme, namun pelaksanaan rancangan itu hanya dilakukan di satu direktorat pada kementerian terkait.
"NU pernah punya usul [membuat] tempat untuk konseling orang yang kategori C terpapar radikalisme [...] Atau kedua, semua lembaga pemerintah kontrol betul dan kalau bisa di masjid atau semua jenis pengajian [penceramah] yang harus diundang adalah dari kalangan yang jelas statusnya secara organisasi," ujar Sultonul.
PBNU juga menjelaskan sebab paham radikal atau fundamentalisme agama banyak berasal dari kawasan Timur Tengah. Menurut Sultonul, hal itu terjadi karena sejarahnya negara-negara Islam di sana dibentuk dari kepentingan negara-negara barat seperti Inggris dan Perancis.
Ia menyebut dasar pembentukan negara di Timur Tengah berbeda dengan pembentukan NKRI. Sebabnya, kelompok Islam dan nasionalis di Indonesia bersatu dalam perjuangan membebaskan diri dari penjajahan.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Alexander Haryanto