tirto.id - Pekan lalu, aktivis HAM mendesak PBB untuk menyelidiki pelanggaran yang terjadi selama konflik di Yaman. Seperti dikutip dari The Guardian, tahun lalu banyak terjadi serangan udara di pasar, rumah sakit, sekolah, dan permukiman di mana terdapat pemakaman dan rumah-rumah rakyat.
Situasi di Yaman saat ini menjadi krisis kemanusiaan terburuk di dunia dengan 18.8 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, 7 juta orang kelaparan, dan sekitar 540 ribu orang menderita kolera.
Lebih dari 1.100 anak terbunuh di Yaman, sebagian besar disebabkan karena serangan udara dari militer Saudi sementara sebagian lagi -terutama anak-anak berusia 10 tahun direkrut untuk ikut berperang, menurut penelitian PBB selama tiga tahun terjadi konflik.
Berdasarkan wawancara dengan anak-anak yang selamat, saksi, anggota keluarga, dan observasi, Komisi HAM PBB melaporkan, konflik di Yaman semakin memanas, sehingga semakin banyak terjadi serangan udara di tahun ini dibandingkan dengan 2016.
Pelanggaran HAM dan kekerasan terus terjadi dengan setidaknya 5.144 warga sipil terbunuh dan 8.749 orang lainnya luka-luka. PBB menyebut peristiwa ini sebagai “bencana yang dibuat manusia”.
Jumlah tersebut dirilis usai Ketua World Food Programme, David Beasley meminta Saudi Arabia mendanai 100% kebutuhan manusia di negara yang sedang dilanda perang tersebut.
Sebanya 3.200 warga sipil dilaporkan terbunuh oleh pasukan koalisi, menurut laporan PBB. Jumlah tersebut cenderung akan bertambah. Koalisi Saudi mendapat dukungan dan senjata dari Inggris dan Amerika Serikat.
Tercatat dalam laporan PBB, 1.184 anak-anak terbunuh dan 1.592 luka-luka, sebagian besar terbunuh karena serangan udara. Lebih dari 1.700 anak-anak, seusia 10 tahun direkrut untuk terlibat dalam permusuhan, 67% di antaranya direkrut oleh kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan Houthi dan sekutu mereka, yang setia pada mantan presiden Ali Abdullah Saleh.
Berdasarkan pengamatan PBB di Yaman, banyak anak-anak bersenjata tanpa seragam yang berjaga.
Komisi HAM PBB juga menemukan adanya serangan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil -dari kedua belah pihak, yang menjadi target serangan udara dan penembakan.
Perang dimulai ketika koalisi pimpinan Saudi membuat kampanye untuk mendukung Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi, setelah pemberontak Houthi yang disokong Iran merebut daerah-daerah negara tersebut termasuk ibu kota, Sana'a.
“Dalam banyak kasus, kami menemukan warga sipil menjadi target serangan. Operasi yang dilakukan juga tidak mempedulikan dampaknya terhadap penduduk sipil, tanpa memperhatikan prinsip-prinsip perbedaan, proporsionalitas, dan tindakan pencegahan serangan,” catat PBB dalam laporannya.
“Di beberapa kasus, menurut informan, tidak ada tindakan yang diambil untuk mengurangi dampak dari operasi terhadap warga sipil,” kata PBB.
Mereka juga menyatakan, pihak-pihak yang menentang telah diintimidasi, ditahan, dan terkadang disiksa dan dibunuh. Hal ini meningkatkan perhatian terhadap pelanggaran HAM di sana.
Komisioner HAM PBB, Zeid Ra'ad al-Hussein mengatakan pentingnya dibentuk tim untuk menyelidiki konflik yang terjadi di Yaman.
“Saya telah berulang kali meminta untuk dilakukan penyelidikan atas tuduhan pelanggaran HAM yang sangat serius di Yaman,” kata Hussein.
Tindakan itu, menurutnya sekaligus menjadi peringatan bahwa masyarakat internasional mengawasi dan bertekad untuk menghukum berat pelaku pelanggaran HAM.
Dia juga menyatakan keprihatinan atas munculnya kelompok-kelompok bersenjata baru yang berafiliasi dengan al-Qaida yang memanfaatkan konflik Yaman.
“Saya meminta semua pihak untuk berpatisipasi, mereka yang mendukung [kelompok bersenjata] dan sekutunya untuk berbelaskasihan pada orang Yaman. Untuk segera mengambil tindakan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil dan keadilan bagi korban pelanggaran HAM,” tambahnya.
Serangan terhadap warga sipil belakangan ini meluas hingga ke perairan lepas pantai barat Yaman, di mana kapal nelayan dan kapal yang membawa orang migran tiba bersamaan dengan kebakaran.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra