tirto.id - “Saya tidak pernah memilih kewarganegaraan Perancis, karena darah dan nafas saya untuk Indonesia tercinta. Saya warga negara Indonesia dan memilih kewarganegaraan Indonesia, serta akan tetap menjadi warga negara Indonesia, karena Indonesia merupakan tanah tumpah darah saya.”
Sepucuk surat untuk Presiden Joko Widodo itu ditulis oleh Gloria Natapraja Hamel (16), calon anggota Pasukan Khusus Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang memohon agar dirinya tetap bisa dikukuhkan dan bisa terlibat dalam upacara peringatan HUT RI ke-71. Surat bertanggal 13 Agustus 2016 itu dibubuhi materai Rp 6.000.
Sayang, permohonan Gloria tak dikabulkan, Dia tetap tak bisa ikut merasakan kebahagiaan seperti ke-67 rekan-rekannya saat dilantik Presiden Jokowi menjadi anggota Paskibraka, di Istana Merdeka, pada Senin (15/8/2016).
Gloria yang sudah mengikuti seleksi Paskibraka dari tingkat sekolah, kecamatan, kota, provinsi, hingga nasional itu, harus batal menjadi anggota Paskibraka hanya karena memiliki paspor Perancis dan dianggap bukan warga negara Indonesia.
Gloria yang merupakan siswi SMA Islam Dian Didaktika, di Cinere, Depok itu, memang terpilih menjadi wakil Provinsi Jawa Barat untuk menjadi anggota pada perayaan HUT RI ke-71 di Istana Negara.
"Setelah kami berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM perihal status kewarganegaraan Gloria, kami menerima surat bahwa memang Gloria dikatakan sebagai warga negara asing dan memegang paspor negara Perancis, Oleh sebab itu, kedua orang tuanya harus segera mengurus kewarganegaraan yang bersangkutan," kata Menteri Pemuda dan Olah Raga Imam Nahrawi.
Sebenarnya bisa dimaklumi jika Gloria memegang paspor Perancis, mengingat ayahnya Didier Hamel berstatus warga negara Perancis, sedangkan ibunya Ira Natapradja seorang WNI.
Menteri Imam berpondasi pada Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Nomor 0065 tahun 2015 tentang “Penyelenggaraan Kegiatan Paskibraka”, sebagai petunjuk pelaksanaan. Selain memiliki prestasi yang baik, mengikuti pusat pelatiham anggota Paskibraka ternyata harus berstatus WNI. Selain itu, ada tahap wawancara untuk mendalami pengalaman beragama, berbudaya dan aspek ideologi harus setia pada Pancasila.
Boleh Bipartit
Namun tampaknya, pihak Kemenkumham dan Menteri Imam terlalu tergesa-gesa dalam memberikan keputusan terhadap peraih Juara I Lomba Paduan Suara Jambore UKS Se-Kotamadya Depok tersebut.
Mereka memvonis Gloria hanya berpatokan pada UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, khususnya Pasal 23 (h) yang mengatur tentang “Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan: mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya”.
Padahal jika didalami, pada Pasal 4 (d) UU yang sama disebutkan bahwa, “anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia merupakan warga negara Indonesia”.
Aturan ini didukung Pasal 6 (1) yang menyebut, “Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya”. Artinya, anak di bawah 18 tahun masih diperbolehkan berstatus bipartide atau dua kewarganegaraan.
Gloria baru menentukan pilihan jika sudah berusia 18 tahun, sesuai aturan Pasal 6 (3) yang menyebut, “Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin”.
Nah, berdasarkan data yang diunggah pada website Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, tercatat bahwa Gloria merupakan Siswi SMA Islam Dian Didaktika yang lahir pada 1 Januari tahun 2000. Dicantumkan pula bahwa Gloria peserta didik kelas 10 yang saat ini masih berumur 16 tahun.
“Setelah saya mempelajari berkas-berkas yang ada, saat ini kan Gloria belum mencapai usia 18 tahun. Undang-undang kita kan jelas, jika usia anak segitu masih bisa kewarganegaraan ganda. Gloria itu usia anak. Oleh karena itu kami menyayangkan mengapa pengukuhan itu sampai batal,” kata Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda kepada tirto.id, pada Senin (15/8/2016).
Nada penyesalan atas pencoretan Glroia juga terlontar dari wakil rakyat. “Pencoretan Gloria dari peserta Paskibraka adalah bentuk pelemahan spirit nasionalisme yang sudah tertanam di hati Gloria, serta anak-anak Indonesia yang dilahirkan dari darah blasteran,” ungkap Masinton Pasaribu, anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, melalui pesan singkatnya.
Senada dengan Masinton, anggota Komisi X DPR dari Fraksi Hanura Dadang Rusdiana juga menganggap bahwa Gloria tak bisa dipersalahkan dengan alasan dangkal bahwa ayahnya orang Perancis. Dia menganggap ada keteledoran panitia seleksi yang berakibat fatal. “Gloria tak mungkin memanipulasi rekam jejaknya. Maka dari itu, hal ini merupakan kecerobohan administratif,” katanya.
Sayangnya, Presiden Jokowi ternyata mengabaikan permohonan yang diajukan Gloria melalui surat pribadinya. Harusnya Gloria tetap bisa tampil menjadi anggota Paskibraka pada perayaan HUT RI besok. Semangat Gloria harus dihargai. “Darah dan nafas saya untuk Indonesia tercinta,” ujarnya.
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti