tirto.id - Kabar petinggi negeri ini memiliki status berkewarganegaraan ganda bukanlah hal baru. Pada Pemilihan Presiden 2014, Letjen (Purn) Prabowo Subianto pernah diserang dengan isu kewarganegaraan Yordania. Kala itu, isu kewarganegaraan mencuat karena “Jenderal 08” itu pernah tinggal lama di Yordania. Prabowo pun memiliki kedekatan dengan penguasa Yordania.
"Kalau Prabowo sudah diklarifikasi bahwa beliau bukan warga negara ganda," kata Sukamta, anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, saat berbincang dengan tirto.id, pada Senin (15/8/2016) kemarin. .
Prabowo memang sempat tinggal cukup lama di Yordania selepas lengsernya Presiden Soeharto di tahun 1998. Selama dua tahun, dia menetap di Amman, ibu kota negara Yordania. Fakta inilah yang kemudian memunculkan kabar dwi kewarganegaraan.
Kubu Prabowo pun membantah melalui Fadli Zon. Menurutnya, keberadaan Prabowo di Yordania adalah untuk belajar bisnis dan juga bahasa Arab.
Fadli pun merunutkan perjalanan Prabowo hijrah ke Yordania pada tahun 1998. Melalui akun Twitter-nya, Fadli yang kini menjabat Wakil Ketua DPR, mengungkapkan bahwa Prabowo hijrah ke Yordania pada bulan September 1998 untuk menghindari fitnah yang begitu kencang di dalam negeri. "Hijrah Prabowo, semua atas pengetahuan Presiden Habibie," tulis Fadli ketika itu.
Prabowo memang sempat mendapat tawaran untuk menjadi warga negara Yordania. Tawaran diberikan langsung oleh Pangeran Abdullah. Namun, Prabowo tetap menolaknya. Belakangan, Prabowo memilih menjadi penasihat militer Yordania.
Habibie Warga Kehormatan
Selain Prabowo, isu status dwi kewarganegaraan juga pernah menerpa mantan Presiden BJ Habibie. Kala itu, Habibie menolak status kewarganegaraan kehormatan yang diberikan pemerintah Jerman. Pria kelahiran Pare-Pare, Sulawesi Selatan itu tetap memegang teguh Merah-Putih.
Dalam buku berjudul "Habibie dan Ainun", secara gamblang Presiden ke-3 itu mengungkapkan, Jerman menawarinya menjadi warga negara kehormatan. Sebuah tawaran yang jarang diberikan oleh pemerintah Jerman. Mungkin tawaran itu sangat diinginkan oleh siapapun, tapi tidak untuk BJ Habibie.
BJ Habibie tidak silau dengan tawaran yang diajukan Jerman. Dia memilih setia menjadi Warga Negara Indonesia. "Sekalipun menjadi warga negara Jerman, kalau suatu saat tanah air memanggil, maka paspor Jerman akan saya robek dan saya akan kembali ke tanah air," katanya.
Pada 1955, BJ Habibie melanjutkan kuliah ke Rhenisch Wesfalishe Tehnische Hochscule. Dia menghabiskan sepuluh tahun untuk menyelesaikan studinya. Pada 1965, Habibie mendapat gelar Doktor Ingenieur dengan indeks prestasi summa cumlaude. Dalam buku tersebut diceritakan, Habibie mendalami bidang desain dan kontruksi pesawat terbang. Berbekal prestasi dan otak cemerlang, BJ Habibie sukses membangun karirnya.
BJ Habibie pernah menjabat sebagai Kepala Peneilitian dan Pengembangan Analisis Struktur Pesawat Terbang selama empat tahun, Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang Komersial dan militer di Messerschmitt-Bolkow-Blohn (MBB), Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978.
Presiden Soeharto menyadari BJ Habibie adalah pemuda yang cemerlang dan cerdas. Presiden Soeharto memanggil pulang BJ Habibie dan diangkat menjadi penasihat pemerintah di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi hingga tahun 1978. Selama periode 1974-1978, Habibie pulang-pergi ke Jerman karena masih menjabat ice Presiden dan Direktur Teknologi di MBB.
Pada akhirnya, BJ Habibie dihadapkan dua pilihan, jabatan dan posisi strategis di Jerman atau menjadi Menristek. Presiden ketiga Indonesia ini pun melepaskan jabatannya Vice Presiden dan Direktur Teknologi di MBB. Dia lebih memilih mengabdi dan fokus membangun industri pesawat terbang di tanah air.
Kewarganegaraan Ganda
Bagaimana dengan Menteri ESDM Arcandra Tahar? Pria kelahiran Padang, 10 Oktober 1970 itu, merupakan lulusan Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung. Ia melanjutkan melanjutkan pendidikan S2 dan S3 di bidang teknik oceanografi di Amerika Serikat. Dia juga memiliki enam hak paten di sejumlah penemuan penting yang diakui dunia internasional.
Arcandra merupakan ahli kilang lepas pantai atau offshore. Terakhir, ia tercatat sebagai President Direktur Petroneering di Houston, AS. Sebuah perusahaan pengembangan teknologi dan enginering yang fokus dalam desain dan pengembangan kilang offshore yang lebih tahan lama, efektif dan aman.
Dikutip dari profil Arcandra di linkedin.com, dia memiliki pengalaman lebih dari 14 tahun di bidang hidrodinamika dan offshore. Selain itu, dia juga menjadi praktisi di industri tersebut, usai mengembangkan keahlian khususnya di sekolah. Archandra telah bekerja di berbagai perusahaan migas baik sebagai pengembang maupun produksi seperti Spar, TLP, Compliant Tower, Buoyant Tower dan Multi Colum Floater selama 13 tahun terakhir.
Arcandra total sudah berada di Amerika selama 20 tahun. Tak heran jika kemudian dia bisa menjadi warga negara di sana.
Dalam dokumen yang diterima tirto.id, Arcandra tercatat memiliki 2 paspor. Ia memegang paspor Indonesia bernomor A 0533784 atas nama Arcandra Tahar yang habis masa berlakunya pada 28 Februari 2017. Arcandra juga tercatat memegang paspor Amerika Serikat bernomor 493081973 atas nama Arcandra Tahar. Paspor Amerika milik Arcandra itu baru akan habis masa berlakunya pada 4 April 2022. Memegang paspor itu, berarti Arcandra adalah warga negara Indonesia dan Amerika. Sementara konstitusi Indonesia tidak mengenal dwi kewarganegaraan.
Terkait polemik ini, Arcandra memang tak pernah mengakui apakah sudah melepas status kewarganegaraan Amerika-nya ataupun Indonesia-nya.
“Saya pergi ke Amerika tahun 1996. Sampai saat sekarang saya masih memegang paspor Indonesia. Paspor Indonesia saya masih valid," ujar Arcandra singkat.
Dua paspor itulah yang kemudian menghentikan kiprah Arcandra Tahar sebagai menteri ESDM di Indonesia.
Penulis: Kukuh Bhimo Nugroho
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti