Menuju konten utama

Pasca-Kasus Bastian Zebua, KPAI Desak Percepatan Sekolah Ramah Anak

KPAI mendorong kasus perisakan terhadap Sebastian Zebua menjadi momentum bagi Disdik DKI untuk melakukan pembenahan sekolah-sekolah di Jakarta melalui percepatan sekolah ramah anak.

Pasca-Kasus Bastian Zebua, KPAI Desak Percepatan Sekolah Ramah Anak
Ilustrasi bullying. FOTO/iStock

tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tekah mendatangi Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi DKI Jakarta untuk menindaklanjuti kasus bullying yang dialami siswa SDN 16 Pekayon, Jakarta Timur, bernama Josep Sebastian Zebua.

Dalam pertemuan itu, KPAI mendorong kasus ini agar menjadi momentum bagi Disdik DKI untuk melakukan pembenahan sekolah-sekolah di Jakarta melalui percepatan sekolah ramah anak.

“Kadisdik menyambut baik, karena menurut beliau hal tersebut sejalan dengan arahan Gubenur Anies Baswedan agar sekolah di DKI Jakarta menciptakan terwujudnya Sekolah Aman atau Sekolah Ramah Anak [SRA],” papar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti melalui rilis pers yang diterima Tirto, Minggu (12/11/2017).

Bahkan, Retno menambahkan, Kadisdik DKI mengusulkan agar MoU terkait pencegahan dan penanganan kasus-kasus kekerasan di sekolah serta percepatan SRA di DKI Jakarta dibuat bersama KPAI.

Kasus perisakan yang menimpa Sebastian Zebua terungkap melalui akun Facebok Bonivasius Bearo Zalukhu pada Senin (30/10/2017) pagi. Perantau asal Nias itu mendapat informasi yang dialami keponakannya itu dari Albina Averina Zalukhu, ibu Sebastian.

Averina bercerita Sebastain tidak mau masuk sekolah karena kerap dirisak teman-temannya. Melalui Averina itulah, Bonivasius mendapat cerita Sebastian sering dipanggil “Ahok”, “Kafir”, dan puncaknya telapak tangan Sebastian ditusuk dengan pulpen oleh temannya.

Sejak itu, Sebastian tidak mau melanjutkan bersekolah di SDN 16 Pekayon karena kerap diolok-olok. Tidak hanya dengan kata "kafir", Sebastian juga kerap diejek dengan kata “Ahok” yang merujuk penampakan fisik yang dinilai menyerupai orang-orang Tionghoa (padahal marga Zebua pada nama Sebastian menandakan dia keturunan Nias). Karena itu, pihak keluarga kemudian menginginkan agar Sebastian pindah sekolah.

“Dari pihak keluarga ingin Sebastian untuk pindah sekolah karena Sebastian sudah merasa tidak nyaman bersekolah di SDN 16 Pekayon. Pihak sekolah sudah dipanggil, kita sudah bicara banyak. Ini hanya perlu komunikasi yang intens dari pihak sekolah dengan para wali murid,” ujar Achmad Budi Prayoga selaku kuasa hukum keluarga.

Sebastian akan pindah ke SD Ignatius Slamet Riyadi. Komunikasi antara kepala sekolah SDN 16 Pekayon dengan SD Slamet Riyadi sedang dilakukan. Proses pindah sekolah itu pun akan dibantu oleh Pastur Paroki Cijantung Romo Andreas.

Terkait hal ini, KPAI juga mengajak Kabid SD Disdik DKI untuk ikut mengawasi langsung ke SDK IGN SR, Cijantung, Jakarta Timur. Pengawasan dilakukan untuk memastikan bahwa surat pindah sudah diurus.

“Nilai-nilai tugas dan ulangan harian Sebastian dari sekolah lama sudah diserahkan ke sekolah baru, dan memastikan bahwa Sebastian nyaman di sekolah baru,” lanjut Retno.

Pengawasan ini dianggap penting karena ada perbedaan penggunaan kurikulum di kedua sekolah tersebut. Sekolah lama menggunakan Kurikulum 2006 dan sekolah baru menggunakan kurikulum 2013.

“Konversi nilai harus dilakukan oleh sekolah yang baru berdasarkan data nilai sekolah yang lama,” katanya menjelaskan.

Baca juga artikel terkait BULLYING atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari