tirto.id - Puluhan truk bermuatan 200-an galon Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) berlalu-lalang di kawasan industri Pulo Gadung, Jakarta Timur. Beberapa di antara truk-truk itu milik PT Balina Agung Perkasa, salah satu perusahaan distributor AMDK merek Aqua di Jakarta. Truk-truk tersebut melaju ke arah Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Bekasi.
Sebagian besar truk-truk itu menyuplai AMDK ke sejumlah toko modern berjejaring dan toko kelontong. Ada juga yang menyuplai ke agen dan juga langsung ke konsumen. Ada lebih dari 60.000 pelanggan yang dilayani oleh PT Balina, mulai dari hotel, restoran, industri, perkantoran, dan perumahan.
Perusahaan distribusi AMDK semacam PT Balina bukan hanya satu di Jakarta. Mereka kebanyakan bekerja sama dengan produsen AMDK tertentu dari ratusan merek dagang yang beredar di pasaran. Merekalah yang berperan besar mendistrubusikan AMDK untuk memenuhi kebutuhan warga di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
Menurut data Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN), pada 2015, total produksi nasional AMDK mencapai 25 miliar liter. Dari jumlah itu, sebanyak 60 persen atau 15 miliar liter dikonsumsi di Jabodetabek dan sisanya menyebar di seluruh Indonesia.
Untuk wilayah Jakarta yang berpenduduk 9,6 juta jiwa, lebih dari 65 persen menggantungkan konsumsi air minum pada AMDK. Meski sebagian besar sudah menggunakan air pipa dari PDAM, tetapi konsumsi AMDK tidak berkurang, tapi justru bertambah tiap tahunnya. Mereka dipasok oleh sekitar 60 perusahaan AMDK yang tercatat di ASPADIN beroperasi di Jakarta dan sekitarnya.
Alur distribusi AMDK ini tidak terlalu rumit dan hampir sama untuk setiap produsen. Setelah diproduksi, AMDK lalu diserahkan kepada distributor besar yang sudah terikat kontrak dengan perusahaan AMDK. Dari distributor besar akan diantar ke agen-agen. Agen-agen meliputi distributor kecil, toko modern berjejaring, toko kelontong, atau perwakilan resmi produsen di perumahan-perumahan.
“Sama saja distribusinya. Cuma memang kita tidak bisa seenaknya karena ini banyak yang butuh. Kita ada aturan SOP yang jelas dari perusahaan,” kata Suhendro, salah seorang pegawai distributor AMDK merk Aqua, Jumat (21/10/2016).
Masing-masing perusahaan memang memiliki cara tersendiri untuk menjangkau konsumennya. Aqua misalnya, khusus untuk kemasan galon 19 liter, mereka memiliki Aqua Home Service yang langsung mendistribusikan AMDK ke tangan konsumen tanpa melalui toko.
Cara berbeda dilakukan oleh pesaingnya, Pure Life produk dari Nestle. Mereka lebih memilih menyerbu toko modern berjejaring dan toko kelontong sebagai kepanjangan tangan ke konsumen.
“Kami main hanya untuk kemasan botol. Kami juga ada distributor, tapi tidak langsung ke konsumen. Lebih banyak ke toko modern dan kebutuhan industri seperti perkantoran,” ucap Wisnu AJI, CEO Pure Life kepada tirto.id, Senin (24/10/2016).
Pertarungan Bisnis
Ketua Umum Aspadin Rahmat Hidayat menjelaskan, besarnya konsumsi AMDK di Jakarta disebabkan dua hal. Pertama, tidak ada lagi air bersih yang layak konsumsi di ibukota dan sekitarnya. Kedua, meningkatnya perekonomian warga.
Kondisi seperti ini membuka lebar peluang bisnis AMDK. Sejak diperkenalkan di Indonesia pada 1970-an, AMDK perlahan menjadi pilihan air minum untuk masyarakat, khususnya di daerah perkotaan. Pertumbuhan industri ini pun termasuk paling stabil.
Data ASPADIN menunjukan, pada tahun 2012, pertumbuhan industri ini mencapai 5,03 persen. Pada tahun 2013 tumbuh 7,98 persen. Tahun berikutnya, naik 13,79 persen. Pada tahun 2015, pertumbuhan terus terjadi meski tidak sebesar tahun sebelumnya, yakni 3,9 persen.
“Pertumbuhannya bagus. Tahun ini (2016) kita targetkan naik 10 persen,” ungkap Rahmat.
Peluang besar ceruk konsumen AMDK juga ditangkap oleh Wisnu Aji yang mengatakan, pasar AMDK masih potensial dan akan terus berkembang setiap tahunnya. Selain itu, bisnis AMDK dinilainya sebagai bisnis konsumsi yang paling stabil dibanding barang konsumsi lainnya.
“Menurut saya, AMDK adalah industri konsumer yang paling sehat. Dalam arti bahwa konsumsi air bersih perumahan sudah sangat berkurang, karena kualitas air yang kian hari makin tidak bisa dipakai untuk minum. Penyediaan air kemasan menjadi pilihan utama masyarakat,” ungkap Wisnu.
Dalam bisnis AMDK ini, Danone dengan produk Aqua merajai pasar Jabodetabek sebesar 46 persen. Aqua terutama berjaya di kemasan galon, yang paling besar pangsa pasarnya. Namun, bermain di segmen ini tidak mudah bagi para pemain baru.
“Galon bukan hal yang gampang. Galon itu sudah ada pemain besar sekali yakni Aqua. Semua pemain nggak gampang melawan pemain besar ini. Namanya galon, ya volume. Kalau nggak besar, nggak mencapai profitability yang diharapkan. Pabrik kita memproduksi sekitar 300 juta liter dari Cibinong,” beber Wisnu.
Oleh sebab itulah, pihaknya menciptakan segmen sendiri agar tidak perlu berhadapan langsung dengan Aqua.
“Sasaran konsumen kita adalah konsumen yang tahu kualitas produk dan kualitas baik. Dulu produk kita dibeli orang kaya yang benar-benar membelanjakan uangnya untuk kualitas bagus. Tapi sekarang ceruknya makin besar. Semua konsumen kelas bawah-atas mulai mengonsumsi produk kita,” tutur Wisnu.
Memenuhi konsumsi air minum bagi warga Jakarta agaknya bakal tetap menjadi bisnis menggiurkan bagi banyak perusahaan podusen AMDK. Kebutuhan tanpa henti dan terus meningkat bakal tetap menjadi ceruk untuk menangguk keuntungan.
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti