Menuju konten utama

Pasar Kelas Menengah Muslim yang Menggiurkan

Potensi pasar kelas menengah muslim yang tinggi dan sangat penting untuk diperhatikan.

Pasar Kelas Menengah Muslim yang Menggiurkan
Peragaan busana pernikahan muslim di Trotoar Malioboro, Yogyakarta, Kamis (30/3).ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/foc/17.

tirto.id - Setiap kali bepergian melalui Bandara Soekarno-Hatta Jakarta melalui Terminal 2, saya banyak menyaksikan serombongan orang berbaju batik dan berbaju muslim/muslimah. Ya, mereka adalah rombongan yang akan melakukan ibadah umrah. Sejak 2 tahun terakhir, terjadi peningkatan signifikan keberangkatan jamaah umrah ke Mekkah. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta saja, tetapi juga terjadi di berbagai bandara internasional di kota-kota lain di Indonesia.

Menurut catatan Kantor Urusan Haji Kementrian Agama Republik Indonesia, pada 2015 rata-rata setiap bulannya tercatat 5,602 yang pergi umrah. Ada 3 faktor yang menyebabkan kenaikan jamaah umrah secara signifikan ini: Pertama, karena adanya tren antrean keberangkatan Haji yang sangat lama. Rata-rata antrean keberangkatan jamaah Haji Indonesia lebih dari 10 tahun. Jadi, sembari menunggu antrean Haji, mereka sempatkan untuk lebih dulu berangkat umrah.

Kedua, agresifnya biro haji dan umrah menawarkan berbagai paket umrah, baik paket hemat, maupun paket premium—disambung dengan perjalanan wisata ke negara-negara di Timur Tengah seperti Turki, Mesir, dan Dubai—yang berhasil memikat penduduk muslim. Ketiga, meningkatnya jumlah kelas menengah muslim Indonesia yang berimplikasi terhadap meningkatnya daya beli. Peningkatan tersebuat membuat perjalanan umrah bukan lagi barang mewah yang sulit dijangkau.

Pasar Kelas Menengah Muslim Terus Tumbuh

Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, yang tersebar baik di desa maupun di kota. Menurut Sensus Penduduk BPS tahun 2010, penduduk Indonesia yang beragama Islam sebanyak 87,7% atau 207 juta jiwa lebih.

Di Indonesia, pertumbuhan populasi masyarakat kota (urban population) sebesar 4.2% per-tahun. Pertumbuhan ini melebihi China dan India sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Tingkat pertumbuhan urban population yang tinggi ini, menjadikan populasi masyarakat kota melebihi jumlah penduduk desa. Prediksi yang dilakukan Badan Pusat Statistik menyebutkan, pada 2035 pupulasi Indonesia yang tinggal di perkotaan mencapai 66,6%

Kenapa informasi ini penting? Perbedaan antara kota dan desa bukan sekedar perbedaan geografis saja tapi lebih jauh adalah perbedaan karakter, pola pikir, mental, gaya hidup, dll. Orang kota cenderug invidualis, sementara orang desa komunalis. Orang kota cenderung berpandangan terbuka, sementara orang desa tertutup. Orang kota cenderung menempatkan materi di atas segalanya, sementara orang desa tidak, dan masih banyak perbedaan-perbedaan yang lain.

Berbekal data BPS, kami menghitung dan memprediksi, dengan asumsi 56.7% penduduk Indonesia berada di kota, pada 2020 jumlah umat Islam yang tinggal di kota hampir 137 juta jiwa, sementara yang tinggal di desa 104 juta jiwa. Tren ini akan terus berlanjut, penduduk yang tinggal di kota—termasuk umat Islam— akan semakin membesar.

Kembali ke soal karakter masyarakat kota tadi. Kita bisa lihat, corak keberagamaan muslim kota yang cocok dengan karakter tersebut kini laku keras di kalangan muslim kota. Masyarakat kota juga biasanya lebih suka sesuatu yang simbolik. Karena itu, simbol-simbol agama yang menunjukkan kesalehan banyak kita lihat di muslim kota.

Simbol-simbol agama itu berkorelasi dengan konsumerisme di kalangan muslim kota, kesadaran terhadap produk halal meningkat, gerai dan toko pakaian muslim dan hijab merebak bak cendawan di musim hujan. Acara-acara TV juga dibanjiri berbagai hal yang berbau “islami”. Dulu, acara islami hanya bisa kita temui selama bulan ramadan, kini sepanjang tahun banyak sekali sinetron religi.

Gairah keberagamaan juga kita bisa lihat dengan semakin maraknya perempuan yang mengenakan jilbab. Dengan menggunakan trademark baru yang bernama hijab, kini perempuan muslimah Indonesia tidak malu-malu lagi bergaya dengan pakaian hijabnya. Bagi mereka, hijab bukan sekadar pakaian yang menutup aurat tapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup muslimah masa kini.

Bagaimana dengan potensi pasar kelas menengah? Prediksi yang dilakukan Boston Consulting Group (BCG) menunjukkan, jumlah kelas menengah Indonesia akan mencapai 62,8% dari 267 juta jiwa total populasi penduduk Indonesia pada 2020. Data ini juga menunjukkan proporsi kelas menengah atas (upper middle) sebesar 18,4%, kelas menengah (middle) 25,5%, dan kelas menengah kebawah (emerging middle) sebesar 18,9%.

Bila kita fokuskan terhadap kelas menengah muslim saja, dengan asumsi penduduk islam Indonesia sebesar 87,7%, penduduk Islam Indonesia di tahun 2020 akan mencapai 233 juta jiwa, dan dengan menggunakan data proporsi kelas menengah dari BCG di atas, sebesar 62,8%, jumlah penduduk kelas menengah muslim Indonesia di tahun 2020 diprediksikan akan mencapai jumlah 147 juta jiwa; dengan perincian kelas menengah atas muslim sebesar 27 juta, kelas menengah muslim 37,5 juta, dan kelas menengah bawah muslim 27,7 juta jiwa. Potensi pasar yang gemuk dan menggiurkan ini sudah selayaknya menjadi perhatian para pemasar.

Potensi pasar kelas menengah muslim yang tinggi tersebut sangat penting untuk diperhatikan; bukan saja karena mereka sudah memiliki daya beli yang cukup tinggi tapi mereka juga memiliki karakteristik konsumen yang agak berbeda dengan konsumen secara umum.

Kelas menengah muslim, selain peduli dengan produk dan layanan prima, juga sangat memperhatikan aspek spritualitas dalam setiap produk dan layanan yang mereka gunakan. Sebagai contoh dalam produk kosmetik; selain memperhatikan kualitas kosmetik yang mereka gunakan, kelas menengah muslim juga mulai memperhatikan mana kosmetik yang halal dan mana yang tidak. Kesadaran akan produk halal semakin meningkat di kalangan kelas menengah muslim Indonesia.

Bulan Puasa adalah Bulan Belanja

Pasar kelas menengah muslim semakin menggeliat ketika bulan puasa Ramadan semakin dekat. Kebutuhan akan berbagai produk dan jasa meningkat tajam selama bulan Ramadan sampai Hari Raya Idul Fitri. Produk-produk terkait makanan dan minuman semakin diburu untuk keperluan buka puasa, permintaan akan produk baju dan apparel juga meningkat menjelang lebaran.

Mal-mal dan pusat-pusat perbelanjaan mulai bersolek dan menawarkan berbagai program-program belanja untuk menarik perhatian konsumen, hotel-hotel juga memberikan berbagai paket ramadan mulai dari paket buka puasa bersama sampai sahur bersama. Semakin mendekati lebaran, permintaan produk terkait keperluan mudik seperti transportasi, akomodasi, pun meningkat. Mudik sudah menjadi festival tahunan masyarakat muslim Indonesia.

Fenomena ini didukung oleh data dan insight yang dirillis Google. Techinasia menyebutkan, perilaku online masyarakat Indonesia juga berubah ketika memasuki bulan Ramadan, intensitas pencarian terkait berbagai produk dan barang di internet meningkat tajam. Yang menarik, di laporan itu disebutkan juga bahwa konsumsi masyarakat Indonesia terhadap video di Youtube meningkat tajam, lama menonton video di youtube rata-rata meningkat 13% selama bulan Ramadan.

*) Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.