Menuju konten utama

Partai Ummat, Cara Amien Rais Mengorganisir Polarisasi Pilpres 2019

Amien Rais dianggap mengonsolidasikan kekuatan lama yang tergabung dalam gerakan 212 dan pendukung Prabowo-Sandiaga di Pilpres 2019.

Partai Ummat, Cara Amien Rais Mengorganisir Polarisasi Pilpres 2019
Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais (tengah) menunjukkan buku berjudul Jokowi People Power saat jeda pemeriksaan untuk Shalat Jumat di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (24/5/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

tirto.id - Partai Ummat resmi mendeklarasikan diri dan mengumumkan struktur pengurusnya, Kamis (29/4/2021) pekan lalu. Mantan Ketua Umum PAN Amien Rais menjadi Ketua Majelis Syuro. Sejumlah aktor yang terlibat dalam gerakan 212 juga mendapatkan jabatan dan muncul saat deklarasi.

Di antara tokoh yang hadir dalam deklarasi yang disiarkan langsung melalui kanal Youtube Amien Rais Official itu adalah Ketua Presidium Alumni PA 212 Ansufri Idrus Sambo. Ansufri didapuk jadi Sekretaris Majelis Syuro Partai Ummat.

Dalam wawancara dengan AdiTV, sebuah stasiun televisi lokal milik keluarga Amien Rais, Ansufri yakin dengan Partai Ummat karena ada sosok Amien Rais. "Kami yakin Pak Amin sudah punya track record yang bagus dalam hal memperjuangkan bangsa ini terutama dalam hal menegakkan keadilan dan melawan kezaliman. Sangat senang bergabung dengan Partai Ummat," kata Sambo, Kamis (29/4/2021).

Lalu ada Neno Warisman yang merupakan mantan Juru kampanye Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Neno Warisman jadi Dewan Syuro Partai Ummat.

Ia mengungkapkan alasannya bergabung dengan partai dengan lambang bintang itu adalah "untuk menjalankan perintah Allah".

Kemudian ada Buni Yani eks narapidana kasus pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia pernah divonis bersalah usai mengedit teks mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok BTP dalam video yang diunggahnya terkait dugaan penodaan agama.

Peneliti politik Islam dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati mengatakan dengan melihat orang-orang yang terlibat, Partai Ummat adalah upaya untuk melembagakan 212, sebuah gerakan yang muncul sebagai respons atas kasus penodaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama saat menjabat Gubernur DKI. Gerakan ini turut serta mendukung lawan Ahok, Anies Baswedan, dan terus berlanjut hingga Pilpres 2019 dengan mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

"Partai Ummat ini adalah upaya bagaimana sentimen umat ini bisa terlembagakan dalam bentuk formal, karena sebelumnya masih dalam bentuk isu," kata Jati kepada reporter Tirto melalui sambungan telepon, Jumat (30/4/2021).

Sentimen agama dan semangat gerakan serta persatuan umat pulalah yang menjadi modal utama Partai Ummat, katanya. "Senjata utama partai ini adalah merawat memori publik tentang semangat umat yang kemarin itu momennya pas dengan adanya penistaan agama." "Nah yang bisa membuat partai ini besar dan bergaung adalah seberapa intens dan masif partai ini bisa memainkan sentimen umat ini di luar konteks non religius," tambahnya.

Misalnya sentimen itu digunakan untuk menguatkan isu soal ketimpangan ekonomi atau masalah sosial, maka menurutnya Partai Ummat bisa bertahan. "Untuk mengkambinghitamkan non-muslim kan juga diperlukan momen tertentu," tuturnya.

Sebaliknya, menurut pengajar ilmu politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno, partai yang memposisikan diri memperjuangkan nilai-nilai dan sentimen agama justru kontra produktif dengan jenis pemilih. Dengan kata lain, ia pesimistis partai ini 'laku' dalam pasar partai Indonesia.

"Kita itu mayoritas Islam abangan yang tidak terlampau menonjolkan sisi keislaman, tidak terlampau penting memperjuangkan simbol dan jargon-jargon Islam. Itu menjelaskan kenapa PDIP, Golkar, Nasdem, Demokrat selalu mendapat dukungan berlimpah juga dari pemilih Islam," kata Adi kepada reporter Tirto.

Dituding Oligarki Keluarga

Selain dinilai berpotensi membangkitkan polarisasi agama, Partai Ummat juga dianggap sebagai praktik oligarki. Hal ini diungkapkan Guspardi Gaus, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) yang didirikan Amien Rais saat Orde Baru tumbang. Menurutnya, praktik oligarki tampak ketika ketua umum partai ini, Ridho Rahmadi, tidak lain merupakan menantu Amien Rais.

"Masyarakat akan menilai apakah praktik oligarki atau partai dibentuk dalam sistem kerajaan telah berlaku pada Partai Ummat. Tentu masyarakat sudah cerdas, kita persilakan masyarakat menilai," kata Guspardi lewat keterangan tertulis, Jumat.

Selain PAN, sejumlah partai Islam lain juga memberikan komentar atas deklarasi Partai Ummat.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) Achmad Baidowi menyambut baik Partai Ummat. Namun ia menggarisbawahi, untuk bisa resmi menjadi partai harus lolos verifikasi. "Begitu pun untuk jadi peserta pemilu juga harus ikut verifikasi. Dan kalaupun lolos masih perlu diuji di pemilu," kata Baidowi, Kamis.

Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daniel Johan juga memberikan ucapan selamat atas deklarasi Partai Ummat. PKB, kata dia, tak khawatir kehilangan suara dengan munculnya partai Islam baru ini.

"PKB tidak khawatir karena sudah memiliki basis akar rumput yang kuat dan memang berbeda basis," katanya, Kamis.

Baca juga artikel terkait PARTAI UMMAT atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Politik
Reporter: Mohammad Bernie & Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana