tirto.id - Fraksi Partai Nasdem tak keberatan dengan evaluasi pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung. Namun Sekretaris Fraksi Partai Nasdem Saan Mustofa menolak apabila gubernur dan wali kota/bupati dipilih lewat DPRD.
"Tentu perlu evaluasi, tapi ketika evaluasi bukan berarti mundur, setback, kembali ke pilkada yang dipilih DPRD," kata Saan di Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (8/11/2019).
"Pilkada langsung meruapakan jawaban terhadap hasil evaluasi pilkada yang dipilih anggota DPRD," tambahnya.
Saan mengakui memang ada masalah dalam pelaksanaan Pilkada langsung, misalnya politik uang. Namun apabila hendak dievaluasi maka mestinya partai politik yang berhenti meminta mahar, begitu pula pasangan calon berhenti membagi-bagikan uang ke calon pemilih.
"Revisi UU pilkada aja kan juga belum, nah belum lagi ketika 2024, kalau disertakan di 2024 bisa aja desainnya jadi lain lagi kan," kata dia.
Wacana evaluasi Pilkada langsung pertama kali dilempat Mendagri Tito Karnavian. Eks Kapolri itu menilai dalam perjalanannya Pilkada langsung memiliki dampak positif dan dampak negatif.
“Banyak manfaatnya partisipasi demokrasi, tapi kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi,” kata Tito, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/11/2019).
Tito menyebut biaya politik yang tinggi menyebabkan kepala daerah rentan melakukan tindak pidana korupsi.
Dia menambahkan untuk menjadi Bupati modalnya bisa mencapai Rp50 miliar. Kemudian, gaji dan tunjungan kepala daerah sendiri hanya sekitar Rp100-200 juta per bulan saja, sehingga tidak menutup pengeluaran sampai menjabat lima tahun.
“Apa benar saya ingin mengabdi kepada nusa dan bangsa terus rugi? Saya enggak percaya,” jelasnya.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Gilang Ramadhan