tirto.id - Partai Demokrat menolak adanya wacana mengembalikan proses Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara tak langsung. Memilih secara langsung, menurut Demokrat, merupakan cara terbaik yang telah dipilih rakyat untuk membangun Indonesia yang lebih baik.
Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Senin (3/12/2019) mengatakan partainya memilih untuk selalu setia, menghormati, dan membela kedaulatan rakyat. Untuk itulah, Demokrat menolak agar pemilihan presiden kembali dilakukan oleh MPR karena dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap kehendak rakyat yang ingin memilih langsung Presidennya.
"Pemilihan presiden oleh MPR jelas merupakan kemunduran demokrasi dan melukai serta menyakiti rakyat. Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat itu adalah konsensus bangsa untuk tidak mengulangi lagi sejarah kelam kehidupan bangsa dan negara di masa lalu," kata Hinca.
Hinca juga menegaskan, Demokrat menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode. Ia menyebut, 2 kali masa jabatan sudah paling tepat dan dinilai cukup. Demokrat tak mau lagi bangsa Indonesia terjebak pada sejarah kelam saat Presiden ke-2 RI Soeharto memimimpin selama 32 tahun.
"Hal ini juga berlaku banyak di negara demokrasi lainnya di dunia. Kekuasaan presiden yang terlalu lama di satu orang cenderung untuk disalahgunakaan (abuse of power). JASMERAH: Jangan sekali-kali kita melupakan sejarah," tutur Hinca.
Selain itu, Hinca juga mengatakan partai yang kini dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono itu menolak pemilihan kepala daerah oleh DPRD.
"Karena masyarakat di daerah juga memiliki hak untuk memilih langsung pemimpin di daerahnya serta menentukan dan merencanakan masa depan daerahnya," ujarnya.
Hinca mengatakan hak-hak kedaulatan rakyat yang telah diakui dan dijamin konstitusi merupakan kewajiban negara untuk melindungi dan memenuhinya. Jangan sampai, kata Hinca demokrasi di Indonesia malah mundur akibat kembalinya pemilihan secara langsung.
"Kemunduran ekonomi dalam satu masa tidak boleh menjadikan demokrasi sebagai 'biang keladi' serta alasan merampas hak rakyat untuk memilih," pungkas Hinca.
Wacana perubahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode dan pemilihan tak langsung muncul setelah adanya rekomendasi MPR periode 2014-2019 mengamandemen UUD 1945.Mulanya rekomendasi itu hanya sebatas soal Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Usulan ini menimbulkan banyak perdebatan. Namun, Presiden Joko Widodo telah secara tegas menolak adanya amandemen UUD 1945.
"Ada yang ngomong Presiden dipilih tiga periode. (Mereka yang usul) itu, satu ingin menampar muka saya, kedua ingin mencari muka, ketiga ingin menjerumuskan, itu saja," kata Jokowi dalam acara diskusi dengan wartawan istana kepresidenan di Istana Merdeka Jakarta, Senin (2/12/2019) seperti diberitakan Antara.
"Jadi, lebih baik, tidak usah amendemen. Kita konsentrasi saja ke tekanan-tekanan eksternal yang bukan sesuatu yang mudah untuk diselesaikan," tegas Jokowi.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Widia Primastika