tirto.id - Ditonton lebih dari dua juta pasang mata, Pengabdi Setan yang digarap sutradara Joko Anwar jadi buah bibir. Sebagian penonton menyebut kualitasnya biasa saja, tapi tak sedikit pula yang meyakini Pengabdi Setan memberi standar baru genre horor dalam negeri. Festival Film Indonesia (FFI) mengganjarnya belasan nominasi, termasuk kategori Film Terbaik.
Sejak diputar perdana hingga hari ini, sosok Ibu (diperankan Ayu Laksmi) menjadi meme-meme yang berserakan di laman Facebook, Twitter, sampai Instagram. Bagi banyak penonton, karakter Ibu yang bangkit jadi zombie punya daya pikat tersendiri.
Sebetulnya, bukan hanya Ibu saja yang mencuri perhatian, tapi juga karakter Bapak. Sosok Bapak dicitrakan gagah, tampan, atletis sampai-sampai beberapa media memberi tajuk semacam "Wow! Ini Dia Sosok Hot Daddy dalam Pengabdi Setan" ketika memberitakannya.
Peran Bapak dimainkan oleh aktor Malaysia bernama Nasul Suhaiman Bin Saifuddin atau populer dikenal sebagai Bront Palarae. Pengabdi Setan bukan film perdana Bront. Lelaki kelahiran Alor Setar, Malaysia, 39 tahun silam ini sebelumnya bermain di beberapa film Indonesia seperti My Stupid Boss, Policeman, dan Headshot. Ketiganya dirilis pada 2016.
Bront bukan aktor Malaysia pertama yang bermain di film Indonesia. Pada 2005, Miller Ali telah mengawalinya dengan dua film di tahun 2007: Bukan Bintang Biasa dan Cintapuccino. Kabar terbaru, Miller main di Petak Umpet Minako.
Ashraf Sinclair—yang dikenal sebagai suami aktris cum penyanyi Bunga Citra Lestari—juga merintis karier perfilmannya di Indonesia melalui Saus Kacang (2008) dan The Real Pocong (2009). Tak sebatas film, Ashraf melebarkan sayapnya ke sinetron sampai iklan komersil.
Selain aktor, terdapat juga aktris Malaysia yang bermain di layar Indonesia. Adalah Nur Fauza Sharifuddin yang kehadirannya dikenal dalam dwilogi Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! besutan Anggy Umbara, Rafathar, dan Ayat-Ayat Cinta 2.
Menaikkan Pendapatan Film Indonesia di Malaysia?
Sejauh ini, terdapat lima film dengan bintang film Malaysia di daftar Box Office Indonesia antara 2016 dan 2017. Pada 2016, Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 (dibintangi Nur Fauza) mendatangkan sebanyak 6.858.616 orang penonton serta memperoleh pendapatan Rp240.051.560.000.
Baca juga:Dua Film Indonesia Diputar di Festival Film Tokyo 2017
Kemudian, My Stupid Boss (Bront Palarae) berhasil menggeret 3.052.657 penonton dan menghasilkan Rp106.842.995.000. Disusul Headshot (Bront Palarae) ditonton 732.763 penonton dan meraup Rp25.646.705.000.
Pada tahun 2017, Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 2 (Nur Fauza) menggaet 4.083.190 penonton dan mendapatkan Rp151.078.030.000. Sedangkan Pengabdi Setan (Bront Palarae) disaksikan 2.820.681 orang serta menghasilkan pendapatan Rp104.365.197.000.
Dari sini lantas muncul pertanyaan; lariskah film Indonesia di Malaysia? Apakah kehadiran aktor dan aktris asal Malaysia mendongkrak pendapatan film Indonesia di bioskop-bioskop negeri jiran?
Pada 2002, Ada Apa Dengan Cinta? (AADC, 2002) Indonesia pernah meninggalkan kesan mendalam bagi penonton Malaysia. Seperti dilaporkan South China Morning Post, AADC telah menciptakan tren tersendiri di Malaysia, misalnya bahasa slang asal Jakarta, pakaian kasual, hingga puisi-puisi Chairil Anwar. Sedangkan Samira Sahuri, kritikus film Malaysia menambahkan bahwa kehadiran AADC telah membuat “setiap pemuda ingin berjalan, berbicara, dan berbusana layaknya Rangga dan Cinta.”
Tidak tersedia berapa perolehan penonton AADC di Malaysia. Namun sekuelnya, AADC II yang dirilis tahun lalu dikabarkan laku keras hingga meraup Rp6,4 miliar atau 1,9 juta ringgit. Bagaimana dengan film-film di luar AADC?
Berdasarkan data dari Finas (Perbadanan Kemajuan Filem Nasional Malaysia), film-film Indonesia secara umum (termasuk yang menggunakan jasa aktor-aktris Malaysia) masih kalah saing dengan film asal Cina, Inggris, India, dan tuan rumah Malaysia.
Baca juga:Menyambut Darah Muda Perfilman Indonesia
Angka pendapatan kotor film Indonesia dari 2006 hingga 2016—yang dihitung dalam juta RM (Ringgit Malaysia)—sangat minim, jika tak ingin disebut memprihatinkan.
Misalnya pada 2006 film Indonesia hanya memperoleh total pendapatan kotor 1,67 juta ringgit. Nominal tersebut jauh di bawah Cina (39,15 juta ringgit), India (11 juta ringgit), dan Malaysia (29,62 juta ringgit). Bahkan dalam rentang 2009 sampai 2015, pendapatan kotor film Indonesia tak mencapai 1 juta ringgit.
Pada 2016, pendapatan film Indonesia di Malaysia membaik dibanding tahun-tahun yang lain. Total pendapatan film Indonesia 6,59 juta ringgit. Akan tetapi angka itu tak dapat mengejar film Malaysia, Cina, dan India yang pendapatannya sudah mencapai di atas 50 juta ringgit—walaupun pada tahun 2016 sejumlah film Indonesia dengan aktor-aktris Malaysia masuk daftar Box Office dalam negeri.
Penulis: M Faisal Reza Irfan
Editor: Windu Jusuf