Menuju konten utama

Pansus Angket Masih Belum Bisa Panggil Paksa KPK

Menurut anggota Komisi III ini, pansus angket masih harus memanggil KPK untuk ketiga kalinya sebelum bisa melakukan pemanggilan paksa dengan bantuan pihak berwajib.

Pansus Angket Masih Belum Bisa Panggil Paksa KPK
Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunanjar Sudarsa (tengah) didampingi Wakil Ketua Masinton Pasaribu dan Wakil Ketua Taufiqulhadi (kiri) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/8). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id -

Hari ini, Pansus Hak Angket KPK di DPR akan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan mengundang KPK. Pansus angket masih belum bisa meminta bantuan dari kepolisian untuk memanggil paksa pimpinan KPK. Hal ini dikatakan oleh anggota pansus angket dari fraksi PDIP, Eddy Kusuma Wijaya.

Menurut anggota Komisi III ini, pansus angket masih harus memanggil KPK untuk ketiga kalinya sebelum bisa melakukan pemanggilan paksa dengan bantuan pihak berwajib. Untuk diketahui KPK sendiri dijadwalkan bertemu dengan pansus angket siang hari ini pukul 14.00 untuk mengklarifikasi sejumlah temuan pansus.

"Bila tidak datang, maka akan dilakukan pemanggilan ketiga. Bila masih tidak datang juga, maka kita (pansus angket) akan minta bantuan pihak kepolisian untuk panggil paksa KPK," kata Eddy hari ini, Selasa (17/10/2017) sebelum rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Dalam hal warga negara Indonesia dan/atau orang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memenuhi panggilan setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, panitia angket dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pernyataan Eddy ini mengacu pada Pasal 204 ayat 3 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD). Dalam undang-undang tersebut, Eddy meyakini Polri tidak boleh menafsirkan undang-undang. Mereka adalah pelaksana undang-undang dan harus patuh kepada hukum. Polisi sempat berkilah bahwa pemanggilan paksa harus disertai dengan berita acara, tetapi menurut Eddy hal itu tidak relevan.

"Sudah diterangkan oleh kita bahwa hukum tata negara itu tidak ada hukum acaranya," jelas Eddy. "Ga ada istilah ga mau karena itu undang-undang."

Sementara itu, Eddy juga berpendapat bahwa pemanggilan paksa tidak perlu menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi soal uji materiil dari UU MD3. Ketika dituding bahwa pansus angket terkesan terburu-buru dan kasar dalam memanggil KPK, Eddy merasa itu tidak masalah. Menunggu putusan MK, kata Eddy, hanya memperpanjang waktu pembahasan saja.

"Memangnya kalau manggil paksa tidak elegan? Undang-undangnya begitu kok," imbuhnya. "Yang paling elegan itu KPK tidak dipanggil paksa, tapi ada kesadaran lah takut dihukum."

Sejauh ini, Polri sendiri masih belum mau memanggil paksa KPK karena dirasa bertentangan dengan UU MD3. Dalam rapat bersama Komisi III minggu lalu, Polri berjanji akan mengundang ahli hukum tata negara untuk membahas keabsahan UU MD3 lebih lanjut. Ia beralasan UU MD3 masih berbentrokan dengan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana).

"Belum ada hukum acara jelas di UU MD3. Artinya kalau misal ini akan dilaksanakan acaranya mengikuti di KUHAP," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam RDP hari Kamis (12/10/2017). "Ini menimbulkan keragu-raguan dari kepolisian apakah hukum acara menganut KUHAP apa langsung dilaksanakan."

Sedangkan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, menyatakan rasa terima kasihnya atas undangan pansus angket untuk ketiga kalinya. Tapi ia sendiri menegaskan bahwa KPK tetap belum bisa datang.

"Kirim salam hormat dari saya. Mohon maaf belum dalam posisi untuk hadir," terangnya saat dikonfirmasi.

Baca juga artikel terkait HAK ANGKET KPK atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri