tirto.id - Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menjelaskan ihwal surat yang dikirimnya ke DPR pada 8 Januari 2018 terkait saran dan peran TNI di RUU Terorisme. Ia menyatakaan, surat tersebut hanya bersifat permohonan kepada DPR, bukan intervensi atas pembahasan RUU Terorisme.
Menurut Hadi, permohonan tersebut sesuai dengan tupoksi TNI untuk menjaga kedaulatan wilayah Indonesia dengan fungsi penindak, penangkal dan pemulih keamanan.
"Sehingga saya berkirim surat untuk memohon bahwa TNI juga dilibatkan ya [dalam penanganan terorisme]. Karena kemamupuan tadi," kata Hadi, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (28/1/2018).
Dalam suratnya, tertulis juga permohonan agar mengganti nama RUU Terorisme menjadi RUU Penanggulangan Aksi Terorisme. Menurut Hadi, hal itu adalah usulan redefinisi terorisme dari TNI.
"Teroris dalam pandangan TNI adalah bahwa teroris itu mengancam atau kejahatan terhadap negara. Sehingga mengancam terhadap kedaulatan, keutuhan bangsa," kata Hadi.
Terkait surat ini, Ketua Pansus RUU Terorisme, M Syafii menyatakan, sebelumnya pihaknya telah menerima surat tersebut. Menurut dia, saat ini Pansus RUU Terorisme masih membahas usul Hadi itu.
Sementara, Menkumham Yasonna Laoly menyatakan, usulan Hadi untuk mengubah nama RUU Terorisme tidak bisa disetujui. Karena pergantian nama berarti mengubah sebagian besar materi di dalam RUU Terorisme.
Sedangkan saat ini, kata Yasonna, pembahasan RUU Terorisme sudah masuk ke tahap akhir. Maka, tidak mungkin untuk mengubah nama seperti yang diusulkan Hadi.
Mengenai penolakan dari Menkumham Yassona, Hadi menyatakan tidak ada masalah. Karena, menurut dia, kewenangannya hanya mengusulkan. Sementara pemerintah dan DPR yang memutuskan atas usulan tersebut.
"Jadi saya saat ini juga masih bergerak di dimensi saya sebagai TNI, kekuatan TNI seperti itu. Saya hanya bermohon," kata Hadi.
Ada pun poin-poin dalam surat Panglima TNI adalah sebagai berikut:
Poin pertama, TNI ingin judul RUU 'Pemberantasan Aksi Terorisme' diganti menjadi 'Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme'. Soalnya, makna 'pemberantasan' bersifat reaktif saja. Padahal yang paling penting adalah proaktif yang dapat menjerat pelaku aksi pada tahap perencanaan dan tidak perlu menunggu terjadinya aksi beserta akibatnya.
Poin kedua, TNI mengusulkan agar definisi terorisme mengandung pengertian kejahatan yang mengancam negara.
Poin ketiga, TNI mengusulkan perumusan tugas TNI. Tugas TNI itu masuk batang tubuh RUU Pasal 43H. Di situ dituliskan tugas TNI mengatasi aksi terorisme adalah bagian dari operasi militer selain perang. TNI mengatasi aksi terorisme lewat langkah pencegahan, penindakan, dan pemulihan, berkoordinasi dengan BNPT dan/atau kementerian/lembaga terkait.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz