Menuju konten utama

PAN Nekat Walkout dari Pembahasan RUU Pemilu, Kenapa?

PAN menjadi satu-satunya partai di koalisi pemerintah yang meninggalkan ruang sidang paripurna saat RUU Pemilu hendak disahkan menjadi undang-undang.

PAN Nekat Walkout dari Pembahasan RUU Pemilu, Kenapa?
mulfachri harahap.foto/fraksipan.com

tirto.id - Partai Amanat Nasional (PAN) menjadi satu-satunya partai koalisi pemerintah yang menentang opsi Paket A di dalam pembahasan RUU Pemilu. PAN bahkan nekat melakukan aksi walkout saat RUU Pemilu hendak disahkan menjadi undang-undang (uu) melalui rapat paripurna DPR tadi malam. Apa alasan PAN?

"Penggunaan threshold itu menjadi sesuatu yang tidak relevan dan melanggar konstitusi," kata Ketua Fraksi PAN DPR RI Mulfachri Harahap setelah melakukan walkout, Kamis (20/7) malam d.

Mulfachri mengatakan pihaknya berusaha mencari jalan tengah untuk musyawarah mufakat. Salah satunya dengan menawarkan opsi presidential threshold di angka 10 sampai 15 persen dan sistem konversi suara quota share. Namun opsi ini dimentahkan oleh koalisi partai pendukung pemerintah lain seperti PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura, Nasdem, PKB, PPP. “Harus ada ruang untuk musyawarah,” ujar Mulfachri.

PAN pada awalnya mengajukan jalan tengah agar presidential threshold mencapai ambang batas 10-15 persen dengan sistem konversi suara quota hare. Namun, Mulfachri merasa bahwa keenam partai (PDIP, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Hanura, PKB, dan PPP) tidak memberi cukup ruang bagi keempat partai yang tersisa untuk mencapai kesepakatan musyawarah untuk mufakat. Kendati demikian, Mulfachri mengaku akan mengakui hasil yang diputuskan dalam lanjutan rapat paripurna DPR RI ke-32 tersebut. “Ini sebuah pilihan yang sulit dihindari, dan kita harus menerima,” lanjutnya.

Meski kecewa Mulfachri juga menegaskan partainya tetap akan menerima pengesahan RUU Pemilu. Dia memastikan tidak akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK)

Hal yang serupa juga diujarkan oleh Ahmad Muzani selaku ketua fraksi dari Partai Gerindra. Menurut Muzani, angka ambang batas presidential threshold tidak sesuai konstitusi karena didasarkan pada angka yang berlaku di Pemilu 2014.

Lebih lanjut, Muzani mengatakan kengototan pemerintah mempertahankan presidential threshold juga bertentangan dengan konstitusional. Karena menurutnya MK pada Pemilu 2019 pemilihan presiden dan anggota DPR dilaksanakan serentak. Muzani mengatakan pihaknya tidak akan bertanggung jawab terhadap keputusan yang dihasilkan dalam rapat tersebut.

“Kami mendukung pada segala kekuatan yang akan melakukan judicial review ke MK,” tegasnya.

Namun Muzani mengatakan bahwa Gerindra belum mengadakan kontak dengan partai Demokrat, PAN, ataupun PKS untuk mengajukan judicial review. “Ya nanti kita bicarakan,” katanya.

Di sisi lain, Partai Demokrat yang diwakili oleh Benny K. Harman menyatakan bahwa pihaknya sangat menyayangkan keputusan yang diambil oleh partai pendukung pemerintah. Ia mengaku akan memutuskan langkah-langkah y selanjutnya sebelum melakukan judicial review. Pihaknya juga akan membuka peluang bagi konsolidasi partai-partai yang tidak setuju dengan keputusan RUU Penyelenggaraan Pemilu lainnya.”Pasti dipertimbangkan,” jelasnya.

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menilai bahwa pihaknya tidak ada urusan dengan partai-partai yang melakukan walkout. Yang jelas dia merasa puas bahwa peraturan tentang pemilihan presiden dan pemilihan legislatif ini akhirnya bisa diselesaikan. Tjahjo juga mempersilakan apabila ada partai-partai yang ingin melakukan gugatan judicial review ke MK. “Itu bukan urusan kami, itu urusannya dengan DPR.”

Saat pembahasan RUU Pemilu, partai pendukung pemerintah memilih opsi Paket A. Salah satu poin penting dalam opsi ini adalah angka Presidential Threshold yang mengharuskan partai politik atau gabungan partai politik memiliki kursi di DPR minimal 20 persen atau meraih 25 persen suara sah nasional. Syarat tersebut sebelumnya juga pernah digunakan dalam pemilu 2009 dengan jumlah calon presiden tiga pasang dan pemilu 2014 yang terdiri dua calon presiden.

Adapun poin di dalam opsi paket A yang akhirnya akan dimuat dalam UU Pemilu adalah: Presidential threshold (20-25 persen), parliamentary threshold (4 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konversi suara (sainte lague murni).

Baca juga artikel terkait RUU PEMILU atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar