tirto.id - Omnibus law perpajakan bakal memberi keleluasaan kepada pemerintah untuk bisa menetapkan mana saja barang yang akan dikenakan cukai.
Ketentuan ini mengisyaratkan pemerintah tidak perlu lagi meminta restu DPR karena dasar hukumnya bisa cukup mengandalkan omnibus law yang sudah diserahkan pemerintah ke DPR.
“Kalau dulu dimintai persetujuan melalui parlemen, sekarang kita usulkan ini lebih fleksibel kita usulkan ditetapkan melalui PP,” ucap Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, Selasa (11/2/2020).
Heru mengatakan hal ini masuk dalam kluster ketiga yang menjadi bidangnya di dalam omnibus perpajakan. Dalam UU omnibus ini, pemerintah memiliki lebih banyak ruang dibanding sebelumnya yang masih diatur melalui UU cukai.
Heru mengatakan dalam omnibus law perpajakan berarti nanti akan ada perubahan atau modifikasi mekanisme penambahan barang kena cukai baru. Ia menilai cara ini seharusnya bisa lebih fleksibel.
“Siapa yang memberikan izin? Tentunya adalah DPR atas usulan pemerintah. Sehingga tujuan pengendalian dan pembatasan dari barang-barang yang jadi objek cukai baru itu bisa langsung diimplementasikan berdasarkan PP,” ucap Heru.
Saat ini Kemenkeu setidaknya sudah memiliki tiga usulan barang kena cukai baru di 2020. Salah satunya adalah cukai plastik yang sudah lebih dulu melalui pembahasan di DPR RI.
Lalu ada juga usulan untuk mengenakan cukai pada minuman berperisa atau bersoda sesuai pertimbangan Kementerian Kesehatan. Terakhir cukai juga akan diterapkan pada emisi karbon karena konsumsinya bisa berdampak pada pencemaran lingkungan.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana