tirto.id - Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Ninik Rahayu mengusulkan fakultas-fakultas hukum di Indonesia menggelar program pendidikan profesi hakim.
Menurut Ninik, langkah itu perlu dilakukan guna mengatasi kekurangan tenaga hakim berkualitas, terutama terkait bidang tindak pidana korupsi.
"Sebaiknya fakultas hukum sudah menyiapkan pendidikan hukum terkait tindak pidana korupsi, sehingga fresh graduate memiliki peluang. Fakultas sebaiknya mempersiapkan itu sehingga tidak kekurangan sumber [hakim]," kata dia dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (7/7/2019).
Komentar Ninik tersebut menanggapi temuan Koalisi Pemantau Peradilan soal minimnya peserta seleksi Hakim Ad Hoc Tipikor yang menguasai bidang tindak pidana korupsi.
Sedangkan peneliti dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia-Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FH UI), Josua Collins mengatakan panitia seleksi seharusnya menelusuri rekam jejak akademis calon Hakim Ad Hoc Tipikor.
“Perlu diperhatikan apakah calon hakim pernah menulis jurnal (atau penelitian) terkait antikorupsi, menangani kasus korupsi, pernah diundang seminar sebagai pembicara, atau mengajar terkait antikorupsi,” kata Josua.
Dia menjelaskan pemahaman Hakim Ad Hoc Tipikor terhadap bidang tindak pidana korupsi penting untuk memastikan putusan pengadilan berkualitas.
"Agar dapat membantu majelis menggali fakta-fakta relevan yang dibutuhkan untuk memutus perkara," kata Josua.
Menurut Josua, temuan koalisi soal minimnya calon Hakim Ad Hoc Tipikor yang memiliki banyak pengalaman terkait isu antikorupsi patut disayangkan. Padahal, kata dia, banyak peserta seleksi merupakan advokat, akademisi, oditur bahkan hakim.
Temuin itu berdasarkan hasil penelusuran Koalisi Pemantau Peradilan terhadap rekam jejak 125 peserta seleksi yang digelar Mahkamah Agung sejak Februari lalu tersebut.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Addi M Idhom