tirto.id - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon di Jakarta pada Selasa (12/7/2016) mengatakan jika target pertumbuhan kredit perbankan antara 12-14 persen masih bisa tercapai.
Nelson berpendapat semester II 2016 akan menjadi titik balik lompatan pertumbuhan kredit, setelah anjlok pada semester I karena limpahan dana repatriasi pengampunan pajak yang akan melonggarkan likuiditas dan memacu permintaan pembiayaan.
"Tumbuh 13 persen masih bisa," kata Nelson.
Bank Indonesia memperkirakan dana repatriasi yang masuk sejak Juli ini hingga 1 April 2017 akan mencapai Rp560 triliun. Sedangkan, Kementerian Keuangan memperkirakan jumlah yang lebih tinggi, melebihi Rp4000 triliun, dengan Rp165 triliun di dalamnya masuk ke penerimaan negara.
Nelson mengatakan, perbankan akan dibanjiri likuiditas akibat limpahan dana tersebut. Perbankan memang disiapkan pemerintah sebagai salah satu pihak yang akan mengelola dana repatriasi.
Dengan likuiditas yang melimpah, kata Nelson, seharusnya perbankan tidak lamban dalam memasok kredit.
Untuk meningkatkan permintaan, Nelson mengatakan "sektor riil dengan paket-paket ekonomi pemerintah itu diharapkan sudah lebih siap untuk menyerap".
Dengan kesiapan pelaku usaha di sektor riil untuk ekspansi, maka kredit baru perbankan akan bertambah. Selain itu, kata Nelson, hal itu juga akan mengurangi, kredit mubazir (undisbursed loan) perbankan yang selama semester I, belum cair.
Optimisme OJK untk pertumbuhan kredit juga didorong dengan cepatnya respon pelaku pesar pascadisetujuinya UU Pengampunan Pajak oleh parlemen.
Dana asing yang masuk telah menopang penguatan nilai tukar rupiah ke level psikologis Rp13.100 dan membawa Indeks Harga Saham Gabungan BEI menembus level 5.000.
"Ini sentimen yang baik untuk dan menunjukkan kepercayaan," ujar dia.
Pada tahun lalu, industri perbankan nasional mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 10,1 persen (YOY).
Hingga kuartal I/2016, kredit perbankan hanya tumbuh 8,4 persen secara tahunan (year on year/YOY) atau senilai Rp4.027,2 triliun. Statistik OJK menunjukkan, perlambatan terutama terjadi pada penyaluran kredit modal kerja (KMK).
Penulis: Rima Suliastini
Editor: Rima Suliastini