tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia terjaga dengan baik di tengah peningkatan risiko geopolitik dan pelemahan aktivitas perekonomian global.
“Kinerja perekonomian secara umum di dalam negeri terjaga stabil di tengah lemahnya kondisi perekonomian global,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK Bulan Oktober 2024 via Zoom, Jumat (1/11/2024).
Mahendra menjabarkan bahwa inflasi inti terjaga dan neraca perdagangan tercatat surplus pada Juli 2024. Namun, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur perlu mendapat perhatian lantaran masih di zona kontraksi disertai dengan perlambatan daya beli masyarakat.
Dia menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi di antara negara-negara utama terindikasi mengalami divergensi. Perekonomian Amerika Serikat, di satu sisi, menunjukkan perkembangan yang lebih baik dari ekspektasi semula, seiring solidnya pasar tenaga kerja dan membaiknya permintaan domestik.
“Di Eropa, aktivitas perekonomian mulai membaik yang terlihat dari naiknya penjualan retail. Namun, dari sisi manufaktur masih relatif tertekan,” ujar Mahendra.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Cina pada triwulan III 2024 masih menunjukkan perlambatan, baik dari sisi permintaan (demand) maupun pasokan (supply). Hal itu menyebabkan Pemerintah Cina dan bank sentralnya terus mengeluarkan berbagai stimulus.
Peningkatan risiko geopolitik global, kata Mahendra, menjadi tantangan bagi prospek perekonomian ke depan. Instabilitas yang terjadi di Timur Tengah menyebabkan harga komoditas yang dianggap safe haven seperti emas meningkat tajam.
“Perkembangan tersebut menyebabkan premi risiko meningkat dan kenaikan yield secara global sehingga mendorong aliran modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” tuturnya.
Lalu, Mahendra menyampaikan bahwa OJK masih terus mencermati perkembangan ekonomi terkini dan dampaknya terhadap sektor jasa keuangan domestik. Selain itu, OJK melakukan forward looking assessment atas kinerja sektor jasa keuangan.
“Lembaga jasa keuangan diminta agar terus mewaspadai potensi risiko ke depan dan melakukan langkah mitigasi risiko yang diperlukan,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan bahwa penyaluran kredit industri perbankan melambat.
“Pertumbuhan kredit masih melanjutkan double digit growth sebesar 10,85 persen yoy, yang sebelumnya adalah 11,40 persen yoy, menjadi Rp7.579,25 triliun,” ujar Dian.
Sejalan dengan pertumbuhan kredit perbankan itu, dana pihak ketiga (DPK) tercatat mengalami pertumbuhan positif. Pada September 2024, DPK tercatat tumbuh sebesar 7,04 persen secara tahunan (year on year) menjadi Rp8.721 triliun.
“Di sisi lain, dana pihak ketiga atau DPK perbankan tercatat tumbuh sebesar 7,04 persen YoY. Di Agustus lalu 7,01 persen, menjadi sebesar Rp8.721,78 triliun dengan giro menjadi kontributor pertumbuhan terbesar,” katanya.
Kemudian, Dian menyebut bahwa likuiditas industri perbankan pada September 2024 juga memadai dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 112,66 dan 25,40 persen
“Masih di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen. Adapun, tingkat profitabilitas bank atau return on asset (ROA) tercatat meningkat ke 2,73 persen per September 2024, dibandingkan angka bulan lalu 2,69 persen,” kata Dian.
Dian menyebut kualitas kredit bank tetap terjaga dengan rasio non-Performing loan (NPL) gross perbankan sebesar 2,21 persen dan NPL net sebesar 0,78 persen. Kemudian, untuk loan at risk (LAR) menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 10,11 persen.
“Rasio LAR tersebut juga mendekati level sebelum pandemi, yaitu sebesar 9,93 persen pada Desember 2019,“ ujar Dian.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fadrik Aziz Firdausi