tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini mengizinkan penyaluran kredit untuk keperluan pembebasan tanah bagi pengembang properti. Ketentuan OJK itu merevisi aturan sebelumnya yang membatasi bank umum untuk tidak memberikan kredit pengadaan tanah kepada pengembang.
Kendati demikian, OJK menerapkan sejumlah syarat. Misalnya, proses pembangunan hunian harus sudah dilakukan di tanah yang dibebaskan dalam kurun waktu satu tahun setelah kredit dikucurkan. Selain itu, tanah digunakan untuk pembangunan hunian atau rumah susun serta tidak berada di kawasan komersial.
Heru menjelaskan ketentuan agar tanah yang dibebaskan itu harus segera dibangun hunian di atasnya diberlakukan guna menghindari pembelian lahan untuk tujuan spekulasi.
“Untuk mendorong sektor perumahan, [aturan] sudah diperbaiki. Syarat itu untuk memitigasi risiko karena terkait dengan peningkatan kualitas aset bank umum,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta pada Rabu (15/8/2018).
Relaksasi aturan itu termasuk dalam paket kebijakan yang dikeluarkan OJK pada hari ini. Dari sebanyak delapan poin yang telah disosialisasikan, fokus paket kebijakan itu ialah untuk mendorong peningkatan ekspor dan perekonomian nasional.
Penyesuaian ketentuan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk pembiayaan sektor perumahan merupakan salah satu kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain menghapus larangan pemberian kredit pengadaan tanah, OJK juga meringankan persyaratan kewajiban penilaian agunan sebagai pengurang Penyisihan Penghapusan Aset (PPA).
Menurut Heru, pertumbuhan sektor perumahan perlu didorong karena bisa berdampak ke industri lainnya. Selain itu, ia menambahkan pembangunan infrastruktur perlu didukung penyediaan kawasan hunian yang memadai agar pertumbuhan bisa merata dan tidak melambat.
Insentif untuk para pengembang itu diberikan mengingat biaya pembebasan tanah saat ini semakin mahal. Tanpa dukungan dari perbankan, OJK menilai pembebasan tanah untuk pembangunan hunian akan berlangsung lama. Padahal pemerintah juga perlu segera menekan angka kebutuhan rumah yang belum terlayani (backlog).
“Pengembang menengah ke bawah kesulitan karena tidak mempunyai dana dari bank. Dengan aturan ini, pengembang menengah ke bawah itu juga bisa memperoleh kredit kalau dia ingin membangun perumahan,” jelas Heru.
OJK pun berharap insentif ini dapat memunculkan kawasan hunian baru yang mampu memicu kegiatan ekonomi, seperti pertumbuhan pusat perbelanjaan.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom