tirto.id -
Menurutnya, setiap anak tentu memiliki karakteristik dan keunikan yang berbeda, termasuk dalam mengkonsumsi obat-obatan.
"Kita harus mengenal karakter anak kita, enggak semua anak suka dikasih sirop, ada juga yang enggak bisa dikasih puyer. Ada yang dikasih sirop malah muntah, kita harus tahu anak kita cocoknya apa setelah itu sampaikan ke dokternya," ujar Denta seperti dilansir dari laman Antara.
Menurutnya, pemberian obat pada anak juga harus disesuaikan dengan keluhan atau gejala yang dialami. Denta menjelaskan, orangtua harus menghindari menerka-nerka takaran obat pada anak dan lebih baik dikonsultasikan kepada dokter atau apoteker.
"Jangan asal minum obat, orangtua harus cermat memilih obat buat keluarganya baik yang dijual bebas atau dari dokter," katanya.
Lebih lanjut, Denta berpesan, untuk selalu membaca label, dosis dan tanggal kadaluwarsa pada kemasan obat.
Selain itu, selalu pantau reaksi obat yang diberikan kepada anak. Apabila dalam beberapa hari gejala tidak menurun segera datang ke fasilitas kesehatan.
"Selalu monitor reaksi obat pada anak. Jadi kalau habis minum obat, itu belum selesai harus dievaluasi lagi apakah obatnya bekerja baik, apa ada efek sampingnya, kalau enggak sembuh-sembuh berarti harus ke fasilitas kesehatan dan berkonsultasi," ujar Denta.
Plus minus obat sirup dan puyer
Obat puyer
- Tidak semua jenis obat tersedia dalam bentuk sirup sehingga bila diberikan kepada bayi atau anak perlu digerus terlebih dahulu menjadi bentuk puyer yang kemudian bisa dicampur dengan air putih atau sirup perasa untuk meminumkannya.
- Obat dalam bentuk puyer, ada kemungkinan penyampurannya kurang merata. Walaupun demikian, dosis obat umumnya mempunyai kisaran atau rentang yang lebar (misalnya 30-50 mg/kgBB/hari).
- Harga obat puyer biasanya lebih ekonomis dibandingkan dengan obat sirup.
- Pemberian sirup harus disertai dan sesuai sendok dengan ukuran baku. Namun, menurut IDAI pada kenyataannya, seringkali (30%) tanpa disertai sendok khusus untuk obat dan orangtua menggantinya dengan sendok teh atau sendok makan yang ukurannya tidak sama dengan ukuran baku sendok obat. Padahal hal ini amat sangat tidak direkomendasikan, karena minum obat sirop harus dengan sendok khusus sirop.
- Kelembaban udara mempengaruhi bioaviabilitas (ketersediaan hayati) obat sirup, sehingga waktu kadaluarsanya menjadi lebih pendek dari yang tercantum pada botolnya bila tutupnya telah dibuka, terutama di daerah tropis.
- Jumlah obat yang diperlukan saat anak sakit, seringkali bisa melebihi satu botol atau tidak sampai satu botol, sehingga kurang ekonomis karena tidak dapat diberikan sesuai kebutuhan. Selain itu, sirup yang telah dibuka tutupnya hanya untuk satu kali pemakaian.
- Beberapa obat siruppun juga mengandung lebih dari satu macam komponen obat.
Sejatinya, pemberian obat adalah hak professional seorang dokter, tetapi orang tua juga wajib mengetahui tentang apa yang diberikan pada anaknya hingga efek sampingnya.
Editor: Iswara N Raditya