Menuju konten utama

Nurdin Abdullah Didakwa Terima Suap Rp4 M dan Gratifikasi Rp8,6 M

Nurdin Abdullah menerima suap dan gratifikasi itu selama menjabat Gubernur Sulawesi Selatan.

Nurdin Abdullah Didakwa Terima Suap Rp4 M dan Gratifikasi Rp8,6 M
Tersangka kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021 Nurdin Abdullah (kanan) berjalan usai menjalani sidang secara virtual di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (10/6/2021). ANTARA FOTO/ Reno Esnir/hp.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Mantan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah menerima suap sebesar Rp2,5 miliar dan SG$150 atau setara Rp1,59 miliar. Selain itu, Nurdin juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp6.58 miliar dan SG$200 ribu atau setara Rp2,13 miliar selama menjabat sebagai gubernur.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut berupa menerima hadiah atau janji," kata jaksa dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar, Kamis (22/7/2021).

Jaksa merinci pada awal 2019, hanya selang beberapa bulan sejak dilantik sebagai Gubernur pada 5 September 2018, Nurdin bertemu dengan Agung Sucipto. Agung adalah Pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba yang bergerak di bidang konstruksi. Dalam pertemuan itu, Agung meminta agar Nurdin membantu perusahaannya memperoleh proyek pekerjaan di Pemprov Sulawesi Selatan.

Sambil meminta bantuan, Agung juga menyerahkan uang sebesar SG$150 ribu.

"Pada saat itu Terdakwa berjanji akan mengusahakan agar perusahaan milik Agung Sucipto bisa mendapatkan proyek. Selain itu Terdakwa juga menyampaikan kepada Agung Sucipto, jika ingin memberikan sesuatu atau uang nantinya bisa melalui Edy Rahmat [orang kepercayaan Nurdin]," terang jaksa.

Selanjutnya, Nurdin mengangkat orang-orang kepercayaannya sejak masih menjabat sebagai Bupati Bantaeng sebagai pejabat di Pemprov Sulsel, salah satunya ialah Sari Pudjiastuti menjadi Plt. Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa pada Setda Provinsi Sulawesi Selatan dan Edy Rahmat menjadi Kasi Bina Marga Dinas PUTR Provinsi Sulawesi Selatan.

Nurdin kerap memanggil Sari ke rumah pribadinya dan meminta agar Sari memenangkan sejumlah perusahaan dalam lelang proyek. Salah satunya, perusahaan Agung Sucipto diberikan proyek pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan dengan nilai proyek Rp16.367.615.000,00 yang dananya bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2020.

Pada 2020, pandemi COVID-19 melanda Indonesia, pemerintah pusat pun menyiapkan sejumlah proyek yang didanai dengan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional. Rencananya anggaran itu akan ditransfer ke daerah.

Pada September 2020, Sari yang sebelumnya hanya Plt kini sudah diangkat menjadi kepala biro definitif, menyodorkan dokumen terkait usulan pekerjaan yang bersumber dari Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Nurdin kembali meminta Sari memenangkan sejumlah perusahaan dalam lelang proyek, salah satunya memenangkan Agung Sucipto dalam proyek Pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan 1 yang nilai proyeknya mencapai Rp19.295.078.867,18 dan bersumber dari Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Tahun Anggaran 2020.

Permintaan itu langsung ditindaklanjuti oleh Sari dengan memenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba milik Agung.

Pasca diumumkan sebagai pemenang, Agung memberikan uang Rp60 juta kepada Sari. Uang itu lantas dibagi-bagikan lagi ke anggota Pokja 7 yang menangani lelang proyek itu, yang anggotanya antara lain Ansar, A Yusril Mallombasang, Herman Parudani, Suhasril, dan Hizar.

Tak berhenti disitu, pada Februari 2021, Nurdin juga pernah menghubungi Agung melalui Edy Rahmat. Intinya, Nurdin meminta bantuan dana karena "mau bantu relawan". Permintaan itu disanggupi oleh Agung.

Agung telah meminta Nurdin menyetujui Proposal Bantuan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2021 senilai Rp26.551.213.000,00 yang diajukan oleh Bupati Sinjai Andi Seto Gadhispa Asapa. Alasannya, nanti perusahaan milik Agung yang akan menggarap proyek itu. Agung menjanjikan fee 7 persen jika Pemprov Sulsel menyetujui proposal itu.

Benar saja, pada 25 Februari 2021, kepada Edy, Agung menyatakan siap memberi dana Rp2,5 miliar. Namun Agung mengingatkan agar Nurdin menyetujui proposal yang diajukan Bupati Sinjai.

Uang itu rencananya akan diserahkan keesokan harinya di rumah dinas Gubernur. Namun, Edy melarang sebab di sana terdapat banyak CCTV. Akhirnya pertemuan dipindah ke sebuah restoran di Kota Makassar.

Namun, sebelum menyerahkan uang itu ke Nurdin, Edy keburu diciduk oleh penyidik KPK.

Kasus Gratifikasi Nurdin Abdullah

Dari hasil penyidikan lanjutan, diketahui Nurdin juga telah menerima gratifikasi total Rp6.58 miliar dan SG$200 ribu atau setara Rp2,13 miliar selama kurang lebih 3 tahun menjabat sebagai gubernur. Rinciannya sebagai berikut :

1. Rp 1 miliar dari Robert Wijoyo (Kontraktor/Pemilik PT Gangking Raya dan CV Michella) melalui Syamsul Bahri selaku Ajudan yang diterima di pinggir Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Makassar pada pertengahan 2020

2. Rp1 miliar dari Nuwardi Bin Pakki alias Haji Momo (Kontraktor/Pemilik PT Mega Bintang Utama dan PT Bumi Ambalat) melalui Sari Pudjiastuti selaku Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda Provinsi Sulawesi Selatan yang diterima di Syahira Homestay pada 18 Desember 2020.

3. SG$ 200.000 dari Nuwardi Bin Pakki alias Haji Momo (Kontraktor/Pemilik PT Mega Bintang Utama dan PT Bumi Ambalat) melalui Syamsul Bahri selaku Ajudan pada Januari 2021.

4. Rp2,2 miliar dari Fery Tanriady (Kontraktor/Komisaris Utama PT Karya Pare Sejahtera) melalui Syamsul Bahri selaku Ajudan pada bulan Februari 2021.

5. Rp2 miliar dari Haeruddin (Kontraktor/Pemilik PT Lompulle) melalui Syamsul Bahri selaku Ajudan pada Februari 2021.

6. Rp387,6 juta dari Kwan Sakti Rudy Moha (Kontraktor/Direktur CV Mimbar Karya Utama) pada Februari 2021.

Selain itu, Nurdin juga pernah menerima Rp1 miliar dari sejumlah pihak melalui rekening Pengurus Mesjid Kawasan Kebun Raya Pucak, dengan rincian :

a. Rp100 juta dari Petrus Yalim (Kontraktor/Direktur PT. PUTRA JAYA) pada tanggal 1 Desember 2020

b. Rp100 juta dari Thiaydy Wikarso (Kontraktor/Pemilik PT Tri Star Mandiri dan PT Tiga Bintang Griya Sarana) pada tanggal 3 Desember 2020

c. Rp100 juta dari Riski Anreani (Sekretaris Direktur Utama Bank Sulselbar) yang uangnya berasal dari Syamsul Bahri (Ajudan Terdakwa) pada tanggal 3 Desember 2020

d. Rp400 juta dari Direksi PT. BANK SULSELBAR yang uangnya berasal dari Dana CSR Bank Sulselbar pada tanggal 8 Desember 2020

e. Rp300 juta dari Rekening Sulsel Peduli Bencana di nomor rekening Bank Mandiri 1740099959991 an. Sulsel Peduli Bencana yang dipindahkan dananya melalui RTGS oleh Muhammad Ardi selaku Kepala Cabang Bank Mandiri Cabang Makassar Panakkukang pada tanggal 26 Februari 2021.

Nurdin tidak melaporkan penerimaan uang tersebut kepada KPK dalam kurun waktu 30 hari sebagaimana diatur oleh undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atas suap yang diterima, Nurdin didakwa dengan dakwaan alternatif yakni Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Sementara atas kasus gratifikasi, Nurdin didakwa dengan Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Baca juga artikel terkait NURDIN ABDULLAH atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Gilang Ramadhan