tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 5 orang tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Sulawesi Selatan (Sulsel) tahun 2020.
Kasus tersebut merupakan pengembangan dari perkara suap dan gratifikasi proyek infrastruktur yang menyeret mantan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah ke penjara.
"KPK melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup maka KPK kemudian meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangan persnya, Kamis (19/8/2022)
Kelima orang tersebut yaitu mantan Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulsel Edy Rahmat (ER) selaku pemberi suap.
Sementara 4 orang lain sebagai pihak penerima adalah Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Tenggara/mantan Kasub Auditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Andi Sonny (AS), pemeriksa pada BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM).
Kemudian Mantan Pemeriksa Pertama BPK Perwakilan Sulsel/Kasubbag Humas dan Tata Usaha BPK Perwakilan Sulsel, Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW) dan pemeriksa pada BPK perwakilan Sulsel/Staf Humas dan Tata Usaha Kepala Perwakilan BPK Sulsel, Gilang Gumilar (GG).
Alexander Marwata menyebut perkara bermula ketika BPK Perwakilan Provinsi Sulsel akan melakukan pemeriksaan laporan keuangan di Provinsi Sulsel pada 2020. Tim dibentuk dan beranggotakan Yohannes.
Salah satu objek pemeriksaan yaitu Dinas PUTR Pemerintah Provinsi Sulsel. Sebelum proses pemeriksaan, Yohannes aktif berkomunikasi dengan Andi, Wahid, dan Gilang untuk memanipulasi temuan dalam item pemeriksaan.
"Atas temuan ini, Edy kemudian berinisitiaf agar hasil temuan dari tim pemeriksa dapat di rekayasa sedemikian rupa di antaranya untuk tidak dilakukan pemeriksaan pada beberapa item pekerjaan, nilai temuan menjadi kecil hingga menyatakan hasil temuan menjadi tidak ada," ujar Alex.
Edy menyepakati adanya pemberian uang yang disebut 'dana partisipasi' kepada tim pemeriksa. Wahid dan Gilang diduga menyarankan Edy agar memungut uang dari pemenang proyek di tahun anggaran 2020 untuk memenuhi 'dana partisipasi' tersebut.
Yohannes, Wahid, dan Gilang menerima uang secara bertahap dengan total Rp2,8 miliar. Andi yang juga menjabat Kasuauditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel saat itu turut diduga mendapatkan bagian Rp100 juta yang digunakan untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi Kepala BPK Perwakilan. Sedangkan, Edy juga mendapatkan jatah sejumlah Rp324 juta.
Atas perbuatannya, ER sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sementara itu, AS, YBHM, WIW, dan GG sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, KPK telah mengeksekusi mantan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Eksekusi dilakukan berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Makassar Nomor : 45/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Mks pada tanggal 29 November 2021.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar menjatuhkan vonis 5 tahun penjara plus denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan kepada Nurdin Abdullah.
Nurdin dinyatakan terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi bersama-sama dengan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Edy Rahmat. Suap dan gratifikasi yang diterima Nurdian dan Edy berkaitan dengan sejumlah proyek di Sulawesi Selatan.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky