tirto.id - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan pesismis dengan pembentukan satuan tugas (Satgas) dari Polri untuk mengusut kasus penyiraman air keras terhadap dirinya.
Novel menilai terdapat beberapa kejanggalan di balik kehadiran Satgas tersebut. Salah satunya, tim yang dibentuk berdasarkan rekomendasi Komnas HAM itu diisi dengan penyidik Polri yang sebelumnya sudah terlibat dalam pengungkapan kasus itu.
Tim itu kata Novel mengabaikan fakta bahwa saat mereka bertugas sebelumnya, Komnas HAM memberikan temuan bahwa telah terjadi abuse of process.
“Saya pribadi pesimistis (Satgas) ini akan bekerja dengan optimal dan sungguh-sungguh. Lalu tim ini memeriksa apa? Apakah dirinya sendiri? Itu menurut saya janggal,” ucap Novel kepada wartawan usai bedah buku bertajuk 'Teror Mata Abdi Astina' di KeKini Cafe Jakarta, Sabtu (26/1/2019).
Kejanggalan lainnya, ia temukan saat mendapati bahwa dirinya akan dipanggil oleh tim itu. Menurutnya, pada penyidikan sebelumnya ia telah memberi keterangan, tetapi pada masa penyidikan yang baru, ia malah dijadikan fokus penyedikian itu.
Padahal menurut Novel, tim itu seharusnya dapat bekerja berdasarkan barang bukti yang telah ditemukan sebelumnya. Mulai dari keterangan saksi yang mengungkap jumlah pelaku lima orang, rekaman cctv, dan sidik jari yang ditemukan di cangkir.
“Kalau mau sunggug-sungguh gak gitu lah. Janggal kalau fokus pemeriksaan diri saya. Saya paham penyidikan,” ucap Novel.
Keluhan lain juga diutarakan Novel ketika Presiden tidak berani membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF). Ia pun mempertanyakan apa yang menjadi ketakutan pemerintah.
Padahal, menurutnya jika presiden sungguh-sungguh ingin mengungkapnya, tim itu sudah barang tentu layak dibentuk.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Irwan Syambudi