Menuju konten utama

Nollywood: Raksasa Film dari Nigeria

Dari Afrika, untuk Afrika, oleh Nollywood

Nollywood: Raksasa Film dari Nigeria
Banky W, Etomi dan Ikechukwu dalam film 'The Wedding Party'. FOTO/Saturday Magazine/Nigeria and World News

tirto.id - Ekonomi Nigeria tak bisa dilepaskan dari minyak yang menopang hidup masyarakatnya. Industri minyak di Nigeria menyumbang sekitar 70 persen dari keseluruhan pendapatan pemerintah. Apabila ditambah pajak tidak langsung, persentasenya naik menjadi 85 persen.

Namun, dalam dua tahun terakhir keberadaan minyak tak lagi menjanjikan pemasukan untuk Nigeria. Harga minyak jatuh. Nilai ekspor minyak Nigeria diperkirakan turun menjadi 55 miliar dollar dari 88 miliar dolar pada 2014. Dampaknya, pendapatan pemerintah turun 40 persen di samping pertumbuhan ekonomi mandeg pada angka 4,5 persen. Pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, sampai jalur kereta api diperkirakan terhambat akibat belanja modal pemerintah yang turun lebih dari setengahnya.

Nigeria tak tinggal diam. Jika minyak tak memberi harapan yang baik dalam jangka waktu pendek, Nigeria tak perlu khawatir sebab Nollywood perlahan muncul sebagai opsi lain penopang perekonomian Nigeria. Nollywood—sebutan bagi industri film Nigeria—telah menjadi sumber pendapatan terbesar kedua untuk Nigeria. Perkembangan industri film di negara ini memang masif. Potensinya cukup besar dengan deretan film-film laris.

Pada Februari 2017, film komedi romantis asal Nigeria berjudul The Wedding Party menjadi film pertama yang memperoleh pendapatan 400 juta naira (1,3 juta dolar). Pada tahun 2016, keuntungan yang diperoleh film-film box office Nigeria adalah mencapai 11,5 juta dolar. Bagi penikmat film yang berorientasi ke Hollywood, angka 11,5 juta dolar mungkin tidak ada apa-apanya. Namun, bagi industri film yang sedang berkembang layaknya di Nigeria, jumlah tersebut adalah pencapaian tersendiri.

Pergerakan industri Nollywood tidak main-main. Saat ini, Nollywood telah mempekerjakan satu juta orang di Nigeria. Menurut Badan Sensor Film dan Video Nasional (NFVCB), para pekerja di Nollywood terbagi rata pada ranah produksi serta distribusi. Sementara itu Chike Maduekwe dari distributor film di Lagos, Gemafrique menyebutkan bahwa Nollywood telah menghasilkan banyak lapangan pekerjaan, mulai dari perlengkapan film, alat peraga, sampai tata rias.

Setiap tahunnya, Nollywood menghasilkan uang senilai 200 hingga 300 juta dolar. Pada 2009, Nollywood bahkan berhasil memperoleh status sebagai industri film terbesar kedua dunia berdasarkan jumlah judul yang diproduksi. Lima tahun berselang, pemerintah Nigeria merilis data yang menunjukkan bahwa Nollywood adalah sektor ekonomi yang bernilai 3,3 miliar dolar dengan total produksi 1.844 film sepanjang 2013. Walhasil, pertumbuhan industri Nollywood berkontribusi pada 1,4 persen total Pendapatan Domestik Bruto (GNP) Nigeria.

Semarak Nollywood juga berimbas pada lahirnya layanan digital streaming, salah satunya iRokoTV Partners. Wahana digital ini didirikan oleh Jason Njoku pada 2011. Secara garis besar, iRokoTV bergerak pada distribusi film-film Nollywood ke seluruh dunia. Sejak 2011, iRokoTV mengumpulkan jutaan katalog online dengan biaya pembelian lisensi dan konten sebesar 3 sampai 4 juta dollar per tahun.

Digitalisasi dan mengolah kemasan jadi fokus iRokoTV. "iRokoTV ingin menghubungkan film Afrika dengan fans-nya secara global,” jelas Njoku tentang iRokoTV.

Ketertarikan akan Nollywood juga muncul dari luar negeri. Perusahaan distribusi film Inggris, Zenithfilms berencana mendistribusikan film-film Nigeria dalam program "Nollywood Movies". Program tersebut sedianya akan diputar di saluran televisi berbayar BSkyB milik taipan media Rupert Murdoch. Lalu, dua tahun sebelumnya Netflix telah meneken kerja sama dengan sineas Kunle Afolayan untuk mendistribusikan film yang diproduksinya, yakni October 1, sebuah kisah tentang Nigeria sebelum merdeka.

Sejauh ini, Nollywood telah berkembang dengan atau tanpa bantuan pemerintah Nigeria. Setiap film membutuhkan biaya produksi rata-rata 15 hingga 100 ribu dolar yang menurut The Economist “berasal langsung dari pasar.” Artinya, para produser menggunakan keuntungan di film satu untuk kemudian digunakan untuk membuat film selanjutnya.

Baca juga: Cerita Ramadan Arek Suroboyo di Nigeria

Di tengah pertumbuhan industri film yang masif, masalah klasik berupa pembajakan menjadi musuh utama Nollywood. Berdasarkan data Biro Statistik Nasional Nigeria, dari valuasi industri film senilai tiga miliar dolar, penjualan tiket resmi beserta royalti hanya menyumbang tak kurang dari satu persen. Sebagian besar bahkan berasal dari penjualan kaset bajakan dari distributor ilegal yang dijual seharga dua dolar di pasaran.

Banyak produser memperkirakan sebanyak 70 persen dari total pendapatan tahunan hilang akibat pembajakan. Ketua Badan Sensor Film dan Video Nasional Emeka Mba menjelaskan bahwa kurangnya struktur pencegahan pembajakan dan tingginya tingkat informalitas merupakan tantangan besar bagi industri film Nigeria.

Di samping itu, film-film produksi Nollywood tidak dilengkapi jaringan distribusi resmi. Film yang sudah selesai diproduksi langsung dicetak ke dalam dalam belasan ribu DVD tanpa perlindungan hak cipta dan dilepas begitu saja ke pasaran. Jika filmnya sukses merebut hati penonton, permintaan pun naik dan pihak distributor membutuhkan banyak kopian. Di sinilah masalah muncul. Seringkali produser tidak dapat memenuhi permintaan distributor. Walhasil, ketiadaan tersebut diisi oleh para pembajak yang melempar film ke pasaran dengan harga rendah.

Masalah lain yang menjangkiti Nollywood adalah kualitas produksi yang tak stabil di setiap judul. Sineas lokal Kunle Afoyalan menjelaskan bahwa masih sedikit pihak yang mengetahui keberadaan Nollywood. Menurut Afolayan, perlu adanya sinkronisasi antara modal, kualitas, dan isi konten agar memperoleh keuntungan yang lebih baik.

Potret Afrika dalam Klenik dan Kelas

Kemunculan Nollywood dimulai dengan tidak sengaja pada 1992. Kala itu, seorang pedagang asal Onitsha bernama Kenneth Nnebue mencoba menjual sekumpulan kaset video kosong yang dibeli dari Taiwan. Nnebue lalu memutuskan untuk mengisi kaset-kaset tersebut dengan rekaman video. Tanpa pikir panjang, Nnebue membuat Living in Bondage, sebuah film tentang seorang laki-laki yang memperoleh kekuatan dan kekayaan dengan cara membunuh istrinya melalui suatu ritual.

Hasilnya di luar dugaan; Living in Bondage terjual 750 ribu kaset dan seketika itu pula memicu geliat industri film di Nigeria. Lizelle Bisschoff, peneliti studi film, teater, dan televisi Universitas Glasgow menjelaskan penyebaran film-film yang diproduksi dengan rekaman video menginspirasi produksi serupa di negara-negara lain di Afrika seperti Kenya, Uganda, Zambia, serta Afrika Selatan. Gelombang tersebut bahkan menantang posisi telenovela dari Amerika Latin yang menjadi hiburan populer masyarakat Afrika.

Dari penggunaan Video Home System (VHS) di tahun 1990an, industri Nollywood beralih ke teknologi digital sehingga ongkos produksi bisa ditekan, akses lebih luas, dan harga terjangkau. Tiga hal yang menjadi ciri khasnya; kamera digital, perangkat lunak untuk penyuntingan, serta distribusi dengan cakram CD dan DVD.

Seiring berjalannya waktu, kualitas film-film Nollywood makin baik. Banyak yang menyebut perubahan ini dengan sebutan “New Nollywood,” “New Nigerian Cinema,” atau “New Wave.” Film-film Nollywood gaya baru berupaya meraih penonton dari lingkungan yang lebih luas dan mampu diakses dari negara-negara luar Afrika. Dari segi anggaran Nollywood gaya baru juga membutuhkan pendanaan yang banyak, sekitar 250 sampai 750 ribu dolar. Selain itu, proses produksi pun memerlukan waktu yang lebih panjang. Beberapa pentolan dalam gaya baru Nollywood ini di antaranya Kunle Afolayan, Obi Emelonye, ​​Jeta Amata, Stephanie Okereke, dan Mahmood Ali-Balogun.

Infografik Nollywood

Film-film Nollywood menawarkan konten berisi budaya, kepercayaan, tradisi, gaya hidup, struktur sosial, sampai sejarah Afrika. Kenneth Harrow dalam Postcolonial African Cinema: from Political Engagement to Postmodernism (1999) menjelaskan bahwa dalam perkembangannya film-film Afrika mempunyai setidaknya lima agenda penting. Di antaranya adalah mengkomunikasikan sejarah dan koreksi atas representasi masa lalu, mengubah pandangan tentang Afrika di media mainstream, mewakili masyarakat Afrika, orang Afrika, dan budaya Afrika. Jika Anda ingin tahu apa yang salah dengan Afrika, ucap penyair Nigeria Odia Ofeimun, Nollywood bisa menunjukkannya.

Baca juga: Darah Terus Mengalir di Afrika Tengah

Sementara Zina Saro-Wiwa, filmmaker serta putri dari Ken Saro-Wiwa (aktivis HAM dan penulis Nigeria yang dieksekusi rezim Sani Abacha pada 1995) menyatakan jengah dengan segala manifesto tentang identitas Afrika yang kerap dipaksakan negara-negara Barat. Menurut Zina, Nollywood merupakan momentum yang lahir setelah sekian lama tertunda guna menafsirkan bagaimana Afrika sebenarnya.

Tema-tema film Nollywood juga tak jauh-jauh dari kutukan, sihir (juju), dan tradisi keagamaan lokal lainnya yang melibatkan sosok Yesus. Kisah kaya mendadak, pembunuhan melalui sihir, serta hal-hal di luar nalar lainnya menjadi pemandangan umum dalam film-film Nollywood. Kesengsaraan sering ditunjukkan melalui gaya bertutur yang ganjil.

Kemudian selepas konflik berbau mistis terjadi, karakter dalam film akan akan lebih saleh. Biasanya film ditutup dengan seruan: “Kemuliaan bagi Tuhan.” Bagaimanapun, agama adalah bagian yang sulit dipisahkan dari film-film Nollywood. Penyebaran agama Kristen terus meningkat di Afrika, dengan jumlah penganut evangelis mencapai lebih dari 400 juta orang.

Film-film seperti itu laku keras di pasaran. Menurut Onookome Okome, profesor sastra dan film Afrika dari University of Alberta, hal ini disebabkan oleh lebarnya jurang angara kelas bawah dan kelas menengah.

Baca juga: Merangkul Afrika Selatan, Pintu Gerbang Pasar Afrika

Namun, di tengah tema seputar budaya, tradisi, mistis, hingga spiritual, film-film Nollywood tak jarang pula menyorot kehidupan kelas menengah dan atas layaknya Hollywood. Pemandangan rumah mewah dengan pelayan dan supir pribadi, mobil mahal, busana glamor, serta alur cerita yang terlampau dramatis telah menarik perhatian penonton di Nigeria dan Afrika secara umum.

Pada akhirnya, film-film Nollywood merupakan wadah sekaligus media pembentuk cara pandang orang Afrika terhadap benuanya sendiri. Masyarakat Afrika kerap digambarkan oleh media-media Barat identik dengan bencana, perang, penyakit, kelaparan, sampai korupsi. Namun dengan Nollywood, masyarakat Afrika merasa menemukan corong sekaligus cermin kehidupan sosial mereka.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI PERFILMAN atau tulisan lainnya dari Faisal Irfani

tirto.id - Film
Reporter: Faisal Irfani
Penulis: Faisal Irfani
Editor: Windu Jusuf