tirto.id - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi bergerak melemah sebesar 7 poin menjadi Rp15.190 dibandingkan posisi sebelumnya Rp15.183 per dolar AS.
Pelemahan kurs rupiah terus terjadi bahkan hingga menyentuh level Rp15.200 per dolar AS pada pekan lalu.
Berdasar Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah mencapai Rp15.182 per dolar AS, pada Jumat 5 Oktober 2018. Level kurs rupiah itu melemah 49 poin dibanding posisi sehari sebelumnya, yakni Rp15.133 per dolar AS.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengklaim pemicu utama pelemahan kurs rupiah yang berlanjut hingga pekan lalu adalah faktor eksternal.
“Kalau hari ini, memang mayoritas berasal, terutama trigger-nya, dari luar yang sangat dominan,” kata Sri Mulyani, pekan lalu, seperti dilansir laman Sekretariat Kabinet.
Dia mencontohkan defisit APBN Italia menjadi faktor eksternal yang memicu sentimen negatif, Rabu lalu. Tapi, setelah pemerintah Italia berkomitmen menurunkan defisit, sentimen eksternal lain muncul.
Sementara itu, menurut Gubernur BI Perry Warjiyo bahwa tekanan faktor eksternal sulit dibendung, khususnya kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed) yang diprediksi berlanjut di tahun depan.
"Tahun ini sudah 3 kali [suku bunga The Fed naik]. Kemudian Desember [2018] naik lagi suku bunga, dan tahun depan 2 kali, serta 2020 sekali," kata Perry.
Bank Indonesia sudah menempuh sejumlah langkah untuk mendorong stabilisasi rupiah.
"Kami terus berada di pasar. Tidak hanya memantau. Kami juga melakukan langkah stabilisasi sesuai mekanisme pasar, supaya supply and demand bergerak secara baik di pasar valas," kata Perry.
Menurut Perry, BI aktif berkomunikasi dengan perbankan, pelaku sektor riil, serta para importir dan eksportir untuk memastikan suplai dan permintaan valas di pasar berjalan baik.
"Kami juga mempercepat persiapan teknis untuk berlakunya Domestic Non Deliverable Forward atau DNDF [instrumen lindung nilai]. Memang sudah berlaku secara ketentuan [akhir September], tapi teknis operasionalnya perlu persiapan," kata dia.
Pengaruh kuat faktor eksternal pun diakui sebagian analis pasar. Analis Monex Investindo Futures Putu Agus menilai dolar AS menguat terhadap mata uang banyak negara karena data serapan tenaga kerja AS dinilai positif oleh para investor.
"Data tenaga kerja AS [periode September 2018] mengonfirmasi pernyataan the Fed mengenai kuatnya perekonomian AS sehingga investor memburu aset berdenominasi dolar AS," kata dia.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri