Menuju konten utama

Niat Kemenhub Beli Senjata Gagal karena Terganjal Aturan

Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Kemenhub pernah berusaha mendatangkan senjata laras panjang dan pistol kaliber militer senilai Rp44 miliar untuk keperluan dinas.

ILUSTRASI. Pengunjung melihat senjata produksi PT Pindad di Pameran Indo Security 2017 yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center, Rabu (12/7). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo bahwa ada impor ilegal 5.000 pucuk senjata yang dilakukan oleh institusi non-militer membuka kembali isu-isu lama. Memang pernah ada usaha dari institusi sipil untuk mendatangkan senjata dari luar negeri. Meski pada akhirnya gagal karena terbentur aturan.

Dua tahun lalu, misalnya, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pernah berusaha untuk mendatangkan senjata laras panjang dan pistol kaliber militer senilai Rp44 miliar untuk keperluan dinas. Pihak pemenang lelang yang ditugaskan untuk mengadakan barang ini adalah PT. Jaya Tri Ismaya (JTI).

Ketika itu, pembelian senjata ini tidak jadi dilakukan. Menurut Kemenhub, sebagaimana tertulis dalam surat laporan nomor LP/851/VIII/2016/Bareskrim tanggal 22 Agustus 2016, pihak PT JTI telah melakukan penipuan, sebab mereka tidak kunjung memenuhi permintaan. Malahan, terlapor disebutkan sengaja menggunakan dokumen berupa Bank Garansi palsu untuk menarik uang yang telah diberikan. Kemenhub pun memutuskan kontrak tersebut secara sepihak dan melaporkan PT JTI ke polisi.

Sementara menurut PT JTI, pihaknya tidak pernah menerima uang sepeserpun seperti yang dituduhkan pelapor, dalam hal ini diwakili Gigih Retnowati yang ketika laporan ke polisi dibuat menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) satuan kerja peningkatan fungsi KPLP Kemenhub. Mereka pun akhirnya menggugat balik Kemenhub ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara perdata Nomor 162/Pdt.G/2017/PN.JKT.PST.

PT JTI mengaku, pihaknya tidak kunjung memberikan pesanan yang telah disepakati sebelumnya, bukan karena bermaksud menipu, melainkan karena pihak KPLP cq Kemenhub belum memiliki izin untuk menyimpan dan memiliki senjata kaliber militer sebagaimana diatur dalam Permenhan Nomor 7 Tahun 2010.

"Dengan tidak adanya izin tersebut, maka PT JTI tidak diberikan rekomendasi oleh BAIS TNI untuk mengimpor senjata laras panjang dan pistol dimaksud untuk kepentingan KPLP," tulis keterangan resmi PT JTI beberapa minggu lalu.

Dalam Permenhan No 7/2010 disebutkan dengan jelas bagaimana pedoman perizinan, pengawasan, dan pengendalian senjata api standar militer di luar lingkungan Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan TNI. Dalam Pasal 8, disebutkan bahwa Kemenhub adalah satu dari 12 instansi pemerintah non-Kemhan dan TNI yang diperbolehkan menyimpan dan memiliki senjata kaliber militer.

Namun, dalam Pasal 15 disebutkan bahwa meski dapat meminta izin, instansi tersebut tetap harus patuh pada pembatasan-pembatasan tertentu. Misalnya, dalam Pasal 15 (a) disebutkan bahwa jumlah senjata api yang digunakan untuk melaksanakan tugas operasional di lapangan tidak boleh lebih dari 15 pucuk.

Lainnya, izin menggunaka senjata api dibatasi hanya untuk mengamankan proyek vital nasional yang secara nyata menghadapi gangguan atau ancaman yang dapat membahayakan keamanan proyek tersebut; hanya diperuntukkan bagi pejabat dari satuan pengamanan yang melaksanakan tugas operasional di lapangan dan bukan yang bertugas di kantor; serta orang tersebut juga harus punya izin lain dari Menhan.

Aturan-aturan itu yang membuat Kemenhub tidak memperoleh izin.

Sementara untuk gugatan PT JTI ke Kemenhub secara perdata, berdasarkan pantauan Tirto di laman sipp.pn-jakartapusat.go.id, Selasa (26/9/2017), masih dalam proses persidangan. Sidang selanjutnya akan dilaksanakan Rabu (27/9/2017) dengan agenda mendengarkan saksi dari tergugat (Kemenhub).

Baca juga artikel terkait SENJATA API atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Hukum
Reporter: Rio Apinino
Penulis: Rio Apinino
Editor: Abdul Aziz
-->