Menuju konten utama

Neraca Keuangan BI akan Mengalami Defisit Rp21 Triliun pada 2021

Bank Indonesia akan mengalami defisit neraca keuangan senilai Rp21 triliun pada 2021 akibat merespons dampak pandemi COVID-19.

Neraca Keuangan BI akan Mengalami Defisit Rp21 Triliun pada 2021
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) didampingi Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti (kiri) dan Deputi Gubernur Erwin Rijanto (kanan) memberikan keterangan pers hasil rapat dewan gubernur BI bulan Januari 2020 di Jakarta, Kamis (23/1/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Bank Indonesia akan mengalami defisit neraca keuangan senilai Rp21 triliun. Angka itu merupakan imbas dari tingginya beban yang harus ditanggung BI selama tahun 2020 dan merespons dampak pandemi COVID-19.

“2021 sudah kami sampaikan. Di mana memang dari prognosa sampai Agustus 2020 tadi tahun depan BI akan mengalami defisit Rp21 triliun dari surplus tahun ini relatif besar,” ucap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (28/9/2020).

Meski defisit di tahun 2021, ia bilang angka itu sudah membaik. Pada 6 Juli 2020, BI sempat melakukan perkiraan dan angkanya sempat menyentuh Rp24 triliun. Ia yakin defisit keuangan BI pada 2021 nanti masih bisa kurang dari Rp21 triliun.

Soal penyebab defisit ini, Perry menjelaskan pada 2020 ini ada sejumlah faktor yang memengaruhi neraca BI. Misalnya, mekanisme burden sharing antara pemerintah dan BI.

Setidaknya ada 2 ketentuan yaitu pembelian Surat Berharga Negara (SBN) oleh BI melalui mekanisme lelang. Lalu ada juga pembelian SBN senilai Rp397 triliun secara langsung dengan BI menanggung biaya dan bunga utang itu sendiri.

Lalu ada juga dampak dari penurunan suku bunga global. Imbasnya, penerimaan devisa asing yang biasa diandalkan BI mengalami penurunan.

“Kami lagi cari alternatif lain sehingga penanaman devisa lebih tinggi. Kami lakukan efisiensi operasi moneter,” ucap Perry.

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun menyatakan posisi defisit itu perlu diperhatikan. Ia bilang BI tengah menanggung risiko secara moneter dan kelembagaan sekaligus.

Imbasnya, pemerintah pusat tidak akan mendapat penerimaan lagi dari surplus BI seperti biasanya pada 2021. Di sisi lain, ia juga khawatir situasi ini dapat memengaruhi kredibilitas BI secara kelembagaan.

“Itu adalah ke depan potensi penerimaan BI sekitar Rp21 triliun mengalami shortfall. Ini menimbulkan risiko secara institusional,” ucap Misbakhun dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (28/9/2020).

Baca juga artikel terkait BANK INDONESIA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri