tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia surplus sebesar 7,56 miliar dolar AS per April 2022. Surplus ini merupakan tertinggi sepanjang sejarah mengalahkan rekor pada Oktober 2021 yang tercatat 5,74 miliar dolar AS.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan, surplus neraca perdagangan yang tinggi akan berdampak semakin positif bagi PDB Indonesia di kuartal II-2022. Selain itu, hal ini juga turut menopang stabilitas nilai tukar rupiah di tengah tekanan risiko global sehingga menjadi bantalan stabilitas ekonomi Indonesia.
"Bila dibandingkan dengan 2021, maka arah penguatan 2022 diperkirakan jauh lebih baik. Hal ini disebabkan kondisi surplus neraca perdagangan yang lebih besar, serta pandemi yang semakin mengarah ke endemi yang memperkecil hambatan mobilitas," kata Febrio dalam pernyataannya, di Jakarta, Rabu (18/5/2922).
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, pencapaian surplus tersebut kian membawa perekonomian Indonesia menjadi lebih tangguh. Mengingat neraca perdagangan merupakan salah satu indikator utama dalam meningkatkan cadangan devisa dan menjaga ketahanan sektor eksternal Indonesia.
“Neraca perdagangan merupakan determinan yang sangat penting dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi dan menjaga ketahanan sektor eksternal Indonesia," kata Airlagga dalam pernyataannya.
Airlangga bersyukur bahwa salah satu engine utama pertumbuhan ekonomi ini terus mengalami performa gemilang dan bahkan kembali mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa.
Kinerja surplus neraca perdagangan Indonesia, tidak terlepas dari indikator ekspor yang mengalami surplus dengan nilai sebesar 27,32 miliar dolar AS. Serupa halnya dengan surplus neraca perdagangan, angka surplus ekspor juga mampu mengungguli rekor tertinggi sebelumnya pada Maret 2022 yang tercatat mencapai 26,50 miliar dolar AS.
Kinerja surplus pada nilai ekspor tersebut salah satunya dipengaruhi oleh tingginya harga komoditas unggulan saat ini seperti harga CPO sebesar 1.682,7 dolar AS/MT atau tumbuh 56,0 persem (yoy), Batubara sebesar 302,0 dolar AS/MT atau tumbuh 238,83 persen (yoy), dan Nikel sebesar 33.132,7 dolar AS/MT atau tumbuh 100,55 persen (yoy).
Selain itu, tingginya dominasi sektor industri pada kegiatan ekspor yang mencapai 69,86 persen juga menjadi stimulus dalam peningkatan nilai surplus ekspor. Hal ini karena kinerja ekspor akan mengarah pada basis komoditas-komoditas dengan nilai tambah yang terus bertumbuh.
Di sisi lain, impor Indonesia tercatat mengalami penurunan dari periode sebelumnya sebesar -10,01 persen (mtm) pada April 2022 menjadi sebesar 19,76 miliar dolar AS. Namun penurunan tersebut tidak lantas menghambat kegiatan produksi, hal ini dikarenakan komposisi utama impor didominasi oleh golongan bahan baku/penolong dengan porsi sebesar 78,62 persen.
"Sehingga produksi barang baru yang bernilai tambah tinggi dapat terus dilakukan produsen yang akan mendorong peningkatan output nasional," katanya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz