Menuju konten utama

Nasib Usaha Oleh-Oleh saat Corona: Toko Tutup & Karyawan Dirumahkan

Selain hotel, bisnis oleh-oleh di kota wisata Yogyakarta ikut terpukul dampak pandemi COVID-19. Toko-toko pusat oleh-oleh tutup hingga banyak karyawan dirumahkan.

Nasib Usaha Oleh-Oleh saat Corona: Toko Tutup & Karyawan Dirumahkan
Suasana sepi kawasan wisata Malioboro, Yogyakarta, Senin (6/4/2020).ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko.

tirto.id - Pariwisata menjadi salah satu yang mengorkestrasi perekonomian di Yogyakarta. Kala pandemi COVID-19 merebak, tak ada wisatawan datang. Toko oleh-oleh pun sepi. Sebagian harus tutup dan merumahkan karyawannya.

Sejak Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) mengumumkan adanya kasus pertama positif COVID-19 pada 15 Maret 2020 lalu, industri pariwisata langsung terpukul.

Sejumlah tempat wisata ditutup, pelancong pun sepi. Kini persebaran COVID-19 mendera seluruh provinsi dan sebagian besar negara di dunia. Banyak di antaranya memilih mengisolasi diri. Hampir mustahil saat ini orang memilih berlibur ke Yogya di tengah pandemi.

Seluruh lini usaha di bidang pariwisata pun terpukul. Tak hanya hotel-hotel yang berhenti beroperasi, bisnis oleh-oleh dari toko kecil hingga besar juga merasakan dampak bagaimana sulitnya memperoleh pendapatan di kala pandemi.

Batik Hamzah adalah salah satu toko oleh-oleh terbesar di Yogyakarta. Terletak di kompleks pertokoan Malioboro, toko itu biasa jadi rujukan pelancong membeli berbagai macam kerajinan dan batik untuk cinderamata.

Namun, sudah dua pekan lebih mereka tutup. Malioboro lengang, tak ada yang datang bervakansi. Pengunjung toko pun ikut merosot hingga akhirnya mereka tak punya pilihan dan harus tutup.

"Mulai 28 Maret 2020, kami resmi berhenti beroperasi sementara. Sekarang masih tutup sampai batas waktu yang belum ditentukan," kata Manajer Operasional Hamzah Batik, Heru Purwanta kepada Tirto, Kamis (16/4/2020).

Sejak pertengahan Maret, penurunan omzet, kata dia, sudah sangat terasa. Toko masih mencoba beroperasi dengan berbagai cara mengurangi stok hingga pengurangan jam kerja karyawan.

Namun, anjloknya jumlah pengunjung toko membuat mereka tak lagi sanggup bertahan untuk melanjutkan operasional.

"Ternyata pengunjungnya semakin turun. Sekitar 80 sampai 90 persen penurunannya. Untuk operasional sudah enggak mungkin," ujarnya.

Padahal di hari biasa rata-rata pengunjung Hamzah Batik bisa mencapai 1.000 orang. Namun, saat situasi pandemi Covid-19, pengunjung per hari hanya 100 sampai 200 orang.

Oleh karena itu, mereka terpaksa berhenti beroperasi dan merumahkan 280 karyawannya. Beruntung, ratusan karyawan yang dirumahkan masih dapat gaji.

"Gaji tetap kita kasih. Selama kita masih mampu kita tetap kasih. Tapi kalau perkembangannya semakin lama ya nanti ada penyesuaian," ujarnya.

Tak hanya karyawan harus berhenti kerja dan dirumahkan. Usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang selama ini memasok produk kerajinan di toko juga harus menerima imbas.

Produsen kerajinan harus menghentikan produksi. Sementara bagi mereka yang terlanjur memproduksi dan mengeluarkan biaya, mereka kini kesulitan untuk menjualnya.

"Kita 80 persen produk UMKM batik, kerajinan, makanan ringan, dan jamu. Mereka yang kasihan," kata Heru.

Bisnis Oleh-oleh Berhenti Produksi

Setali tiga uang, bisnis oleh-oleh seperti bakpia yang selama ini jadi makanan ciri khas Yogyakarta juga kian terpukul. Situasi pandemi yang belum tahu ujungnya membuat mereka berhenti produksi.

Bakpia Mutiara yang memiliki delapan toko harus berhenti beroperasi. Mulanya mereka masih mencoba bertahan dengan melakukan pembatasan produksi. Namun, hal itu tak juga menjadi baik, penjualan malah semakin merosot hingga akhirnya mereka tutup sementara sejak 22 Maret 2020.

"Awal Maret, terutama usai diumumkan pasien positif COVID-19 oleh pemerintah, langsung secara drastis usaha sepi. Penurunan omset hampir 80 persen," kata Manajer Umum Bakpia Mutiara Bimo Wibowo kepada Tirto, Kamis (16/4/2020).

Imbasnya, 97 karyawan Bakpia Mutiara terpaksa dirumahkan sementara. Kondisi keuangan menjadi alasan. Selama berhenti beroperasi, para karyawan yang dirumahkan tak mendapatkan penghasilan.

"Dengan sangat terpaksa, karena tidak ada pendapatan, seluruh karyawan dirumahkan dan tidak ada gaji," kata Bimo.

"Kami sementara ini secara moral bertanggung jawab untuk memberikan subsidi bahan pokok kepada seluruh karyawan selama tiga sampai lima bulan," tambahnya.

Sejak mereka menutup toko, sejumlah UMKM yang biasa mendistribusikan kripik, yangko hingga gudeg kemasan ke toko Bakpia Mutiara juga harus menemui kenyataan bahwa mereka tak dapat memasarkan produknya.

Toko bakpia besar lainnya yang memilih tutup sementara adalah Bakpia 75 yang berada di Jalan Magelang KM 7,5 Yogyakarta. Saat kami konfirmasi admin toko mengatakan mereka masih tutup sementara.

Berbeda dengan toko-toko besar, toko pusat oleh-oleh kecil memilih untuk tetap buka walaupun sepi pembeli. Salah satunya toko oleh-oleh Anda di Jalan Wates, Nomor 5, Sleman.

Salah satu karyawan toko, Ratnasari saat dihubungi Tirto, Kamis (16/4/2020) mengatakan sejak pertengahan Maret 2020 pembeli yang datang jauh menurun dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.

"Biasanya pas hari libur itu lima sampai 10 pembeli yang datang setiap hari. Saat ada pandemi ini paling hanya ada satu dua yang datang," katanya.

Selain oleh-oleh khas Yogyakarta seperti bakpia, di toko tersebut, kata Ratna, juga menjual oleh-oleh dari Dieng, dan juga Garut.

UMKM makanan oleh-oleh rumahan yang memproduksi bakpia di kawasan Ngampilan Kota Yogya kini sebagian berhenti produksi. Seperti rumah produksi Bakpia Srikandi milik Andriani sejak pandemi Covid-19 praktis sepi pembeli dan tak berproduksi.

"Biasanya kalau bulan-bulan sebelum Lebaran seperti ini sudah ramai. Sehari bisa laku sampai 20 dus, tapi kalo saat ini satu saja enggak ada," katanya saat dihubungi Tirto, Kamis (16/4/2020).

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Bisnis
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Maya Saputri