tirto.id - Pengamat kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto merespons soal pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) Irjen Pol Ferdy Sambo terkait pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
"Hasil sidang etik itu masih berupa rekomendasi PTDH, Sambo masih banding. Artinya proses Itu belum final," kata Bambang kepada Tirto, Jumat, 26 Agustus 2022.
Kemudian dari hasil sidang banding itu, kalau tetap diputuskan rekomendasi PTDH, masih menunggu keputusan Kapolri atau Presiden yang memberikan Surat Keputusan pengangkatan seorang perwira tinggi. Bila Surat Keputusan PTDH diterbitkan artinya dicabut hak pensiun dan status Sambo sebagai purnawirawan.
"Saya melihat ini masih titik awal dari proses yang disebut reformasi kultural di lingkungan Polri. Apakah konsisten dan berlanjut dengan langkah konkret dan strategis melakukan pembenahan atau cukup sampai dengan seremoni seperti selama ini?" ujar Bambang.
Tanpa ada kemauan politik pemerintah untuk membuat terobosan perihal pengawasan eksternal yang kuat, publik hanya bisa berharap pada iktikad dan konsistensi Kapolri pada jargon dan pernyataannya selama ini.
Komisi Kode Etik Polri memutuskan untuk memberhentikan Sambo, Kamis, 25 Agustus 2022.
Bahwa sanksi yang dijatuhkan, yang pertama, adalah sanksi etika yaitu perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela; kedua, sanksi administratif berupa penempatan dalam Tempat Khusus selama 21 hari dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri, meski yang bersangkutan mengajukan banding.
Sambo merupakan satu dari lima tersangka pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Dia sebagai otak peristiwa yang menewaskan ajudannya di rumah dinasnya, Jumat, 8 Juli 2022. Sambo dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky