tirto.id - Muhammad Amin (23 tahun), imigran asal Afganistan, hampir enam tahun terlunta-lunta di Jakarta. Hingga kini ia masih menunggu kepastian kapan bisa dipulangkan ke negara asalnya.
"Dari 2013 saya di Jakarta, yang lain ada yang enam tahun, lima tahun, ada yang empat tahun, beda-beda. Dari Afganistan, Somalia, dan Sudan juga beda-beda semua," kata Amin kepada reporter Tirto, Senin (16/7/2019).
Amin merupakan salah satu imigran yang dipindahkan dari Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, ke kompleks Kodim 0503 Kalideres, Jakarta Barat, Jumat (12/7/2019) lalu. Pemindahan dilakukan agar para imigran ini terkonsentrasi di satu tempat.
"Saya sempat di Bogor. [imigran yang sempat berada] di Bogor dibawa ke sini juga. Kawan-kawan dari Depok juga ada," ujar Amin.
Dengan status sebagai warga negara asing, Amin merasa hidup di Jakarta seperti berada di hutan rimba. Ia tak mendapat jaminan pekerjaan hingga jaminan kesehatan, serta kepastian masa depan.
"Terus kalau hidup susah kayak gini, kami, we have no choice, kami harus minta tolong ke pemerintah Indonesia dan UNHCR [United Nations High Commissioner for Refugees]," kata dia.
Amin mengaku sempat mendapat kiriman uang dari sanak familinya di Afganistan. Namun, kiriman terhenti lantaran perang terus berkecamuk di negara tersebut.
Sebelum tinggal di Kodim 0503, Amin sempat menduduki trotoar di depan Kantor UNHCR, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, selama empat bulan. Selama waktu itu, mereka menagih janji UNHCR untuk mengirim mereka ke negara lain agar tak lagi terlunta-lunta di Jakarta.
"Kalau dari UNHCR tidak ada [solusi]," kata Amin.
Menurut Amin, para imigran ini sebelumnya sempat bernegoisasi dengan pejabat UNHCR di Jakarta. Kala itu, ada dua opsi: dikembalikan ke negara asal atau menetap di Indonesia hingga beberapa tahun ke belakang. Namun, para imigran menghendaki dikirim ke negara lain.
Negoisasi yang tak mencapai kesepakatan itulah yang bikin para imigran menetap di depan kantor UNHCR, hingga akhirnya dipindahkan Pemprov DKI Jakarta ke Kodim 0503. Amin pun merasa, UHNCR tak punya kepedulian terhadap mereka.
"Hari ini juga, [UNHCR] enggak kelihatan di sini," kata Amin.
Apa yang dikatakan Amin benar belaka. Reporter Tirto tak menemukan seorang petugas UNHCR pun saat mencoba mencari mereka di kompleks Kodim 0503. Amin pun merasa perlakuan pemerintah Indonesia jauh lebih baik daripada UNHCR.
"Soalnya mereka bawa orang-orang [imigran] ke sini [Kodim 0503 Kalideres], bisa tidur kalau ada hujan," kata Amin.
Muncul Penolakan
Kompleks Kodim 0503 yang menjadi tempat pengungsian para imigran berada di komplek Kalideres Permai, tepatnya di wilayah administratif RW 17, Kalideres, Jakarta Barat. Hingga Senin (15/7/2019) kemarin, tercatat sebanyak 1.200 imigran mengungsi di sana.
Pantauan reporter Tirto, setidaknya ada tenda-tenda bantuan dari Kementerian Sosial dan Dinas Sosial DKI Jakarta, bantuan kesehatan dari Pemda Jakarta Barat, hingga bantuan air dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
Namun, pemandangan berbeda terlihat saat reporter Tirto melangkah keluar pintu kodim. Spanduk berlatar putih dengan tulisan berwarna merah terbentang hampir di setiap sudut. Tulisannya beragam, tapi isinya sama: menolak para pengungsi.
"Yth, Bapak Gubernur. Ini komplek perumahan, bukan tempat penampungan. Banyak tempat yang lebih layak."
"Boss... pengungsi imigran urusan pemerintah dan UNHCR. Bukan urusan komplek perumahan."
Spanduk tersebut terpajang di wilayah administratif RT 03, RT 04, dan RT 05, RW 17. Reporter Tirto mencoba meminta keterangan dari salah satu warga RT 03 RW 17, Anton. Namun, Anton mengaku tak menolak imigran tapi menolak lokasi yang disediakan buat para imigran.
"Kami prihatin terhadap pengungsi. Prihatin karena lokalisasinya kurang tepat," kata Anton berdalih.
Sementara itu, Ketua RT 05 RW 17, Jantoni menyebut penolakan imigran itu inisiatif warga, bukan arahan darinya. Ia bahkan mengklaim tak tahu jika ada konsolidasi warga terkait penolakan tersebut.
"Itu pokoknya perwakilan dari semua warga," kata Jantoni singkat saat dihubungi reporter Tirto.
Hal serupa juga dikatakan Ketua RT 04 RW 17, Kevin. Ia bahkan mengklaim bahwa konsolidasi penolakan warga tak diketahui sama sekali Camat, Lurah, maupun para Ketua RT.
"Enggak ada yang tahu mereka rapat. Tiba-tiba udah nolak, aja. Jadi saya enggak paham alasannya apa," kata Kevin kepada reporter Tirto.
Masyarakat Diimbau Ikut Membantu
Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik Pemprov DKI Jakarta Taufan Bakri merespons penolakan ini. Ia mengatakan pemprov sudah berkoordinasi dengan Lurah Kalideres dan Camat Kalideres untuk mempersuasi warga.
Menurut Taufan, warga harus tahu bahwa apa yang dilakukan pemerintah sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 125 tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. "[Jadi, mohon] Maaf kenyamanan terganggu sementara karena ada saudara kita yang mengungsi," kata Taufan, Senin (15/7/2019).
Taufan berharap warga yang menolak bisa lebih mengerti kondisi para pengungsi.
Pendapat serupa dikatakan Wakil Wali Kota Jakarta Barat, Muhammad Zen yang meminta warga untuk tak khawatir dengan keberadaan para imigran ini.
"Ketertiban para pengungsi pun kami perhatikan. Jangan sampai mereka juga lalu-lalang di luar," kata Zen.
Zen pun memastikan para imigran akan dilindungi Kendati muncul penolakan dari warga. Tak hanya itu, Zen memastikan jaminan kesehatan dan logistik untuk para pengungsi akan tetap tersedia untuk sementara waktu.
"Prinsip kami, berikan layanan untuk warga pengungsi. Kan, sama-sama manusia. Ini tugas kemanusiaan. Mereka juga tidak mau kondisi kayak gini. Kan, terpaksa," kata dia.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan