Menuju konten utama

Nasib Gerindra-Demokrat: Saling Puji Dua Bulan Pecah dalam Semalam

Elite Partai Demokrat dan Partai Gerindra sempat saling puji dalam dua bulan terakhir sebelum akhirnya terbelah dalam semalam yang berujung saling memaki.

Nasib Gerindra-Demokrat: Saling Puji Dua Bulan Pecah dalam Semalam
Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto tiba di rumahnya, Kertanegara, Jakarta Selatan, Kamis (9/8/2018). tirto.id/Ahsan Ridhoi

tirto.id - Gerak-gerik koalisi mulai tampak sejak kader Partai Gerindra dan Partai Demokrat saling memuji. Ketua DPP Partai Gerindra, Ahmad Riza Patria mengkritik kepemimpinan Presiden Jokowi. Riza mengunggulkan masa kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menjadi presiden.

Dia menegaskan kebijakan Jokowi sejauh ini tidak memihak rakyat kecil. Menurutnya hal itu bertolak belakang dengan kebijakan SBY. Dia mengucapkan hal itu dalam diskusi terkait ekonomi dan politik di Cikini, Menteng, Jakarta, 12 Juli 2018.

"Harus diakui dalam 10 tahun Pak SBY luar biasa. Bisa membawa bangsa ini maju, bisa menyelamatkan berbagai permasalahan, kita bicara fakta," kata dia Riza.

Partai Gerindra jemput bola. Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto bertandang ke kediaman Ketua Umum Partai Demokrat, SBY, 24 Juli 2018, sekitar pukul 19.15 malam. Saat bertemu, kedua pentolan partai itu kompak memakai baju batik cokelat sebagai simbol diplomasi politik.

Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan menjelaskan kesamaan baju itu menunjukkan adanya kesamaan persepsi. “Ini seragam hatinya, bajunya juga berseragam," ujar Hinca di kediaman SBY, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (24/7/2018).

Usai pertemuan tersebut SBY menegaskan siap membawa partainya berkoalisi dengan Partai Gerindra. Tapi syaratnya harus berangkat dari niat baik, saling menghormati, dan saling percaya.

Enam hari kemudian, 30 Juli 2018, gantian SBY yang bertandang ke kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Kebayoran, Jakarta. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan Demokrat dan Gerindra berkoalisi untuk mengusung Capres dan Cawapres di Pilpres 2019 mendatang.

"Kami datang dengan satu pengertian, Pak Prabowo adalah calon presiden kita," kata SBY dalam jumpa pers di kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Kebayoran, Jakarta, Senin (30/7/2018).

SBY menyerahkan sepenuhnya bagi Prabowo untuk memilih Capres. Dia yakin Prabowo bisa menelaah, mendengarkan rekomendasi, mempererat koalisi, dan menghitung secara logis siapa yang cocok jadi pendampingnya.

Tiga hari setelahnya, Ketua Kogasma Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) melayangkan pujian pada Prabowo. Dalam pagelaran orasi politiknya di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, 3 Agustus 2018, AHY mengakui kepemimpinan Prabowo.

"Beliau adalah pemimpin yang tegas, yang efektif, yang hebat. Kita tahu beliau juga mengenyam banyak sekali pengalaman selama di militer," kata AHY. Sebagai tokoh bangsa, beliau juga selalu mengutarakan hal-hal yang besar tentang negeri ini," lanjutnya.

Hal tersebut membuat Wakil Ketua Umum DPP Gerindra, Ferry Juliantono menyombongkan kekuatan koalisi Demokrat-Gerindra. Dia justru menganggap koalisi yang dibangun Jokowi lebih rentan pecah sebab jumlah partai yang tergabung terlalu banyak.

"Yang lebih terbuka kemungkinan [pecah] nya ada di kubu Pak Joko Widodo. Misalnya Golkar dengan PKB. Jadi kemungkinannya lebih terbuka di kubu Pak Joko Widodo," kata Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Ferry Juliantono di Menteng, Jakarta Pusat (4/8/2018).

Sedangkan Wasekjen Demokrat Andi Arief berusaha terus mengirim sinyal agar Prabowo memilih AHY sebagai Cawapres. Tapi dia yakin koalisi Demokrat-Gerindra tak akan pecah.

"Partai Demokrat belum tahu siapa yang jadi wapres Prabowo. Tetapi walau langit runtuh koalisi dengan Prabowo tidak mungkin berubah lagi," tegas Andi kepada merdeka.com, 6 Agustus 2018.

Andi juga menegaskan berulangkali bahwa, siapa Cawapres dan yang akan bergabung dalam koalisi Demokrat-Gerindra sangat bergantung Prabowo.

Rontok Dalam Semalam

Nyaris dua bulan hubungan Partai Gerindra dengan Partai Demokrat mesra. Namun, ketika jangka waktu pendaftaran Capres-Cawapres ke KPU tinggal dua hari lagi, koalisi itu mendadak pecah dalam semalam.

Kemarin malam Wasekjen Partai Demokrat, Andi Arief tiba-tiba meradang. Dia berulangkali menghantam Prabowo melalui cuitan di akun Twitternya. Andi menuding bahwa Prabowo adalah “Jenderal Kardus”.

“Prabowo ternyata kardus, malam ini kami menolak kedatangannya ke kuningan. Bahkan keinginan dia menjelaakan lewat surat sudah tak perlu lagi. Prabowo lebih menghatgai uang ketimbang perjuangan. Jendral kardus,” tulis Andi dalam akun Twitternya pukul 21.29, 8 Agustus 2018.

Rencananya memang malam itu Prabowo akan mengunjungi SBY di kediamannya daerah Kuningan, Jakarta Selatan. Tapi pertemuan itu gagal lantaran Partai Demokrat menolak Wakil Ketua Dewan Pemina Partai Gerindra, Sandiaga Uno dipilih Prabowo sebagai calon Wapres.

"Padahal untuk menang bukan berdasarkan politik transaksional tetapi dilihat siapa calonnya. Itu yang membuat saya menyebutnya jadi Jenderal Kardus!" ujar Andi usai menghadiri pertemuan di rumah Ketua Umum Demokrat, SBY, Mega Kuningan, Jakarta, 9 Agustus 2018, dini hari.

Memang sebelumnya Sandiaga lebih dari dua kali mendatangi kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Kebayoran, Jakarta. Andi menuding Sandiaga mengajukan diri sebagai Wapres dengan menyuap Partai Gerindra, PAN, dan PKS senilai Rp500 miliar.

"Saya Andi Arief tidak pernah membuat isu dalam karir politik saya. Data saya selalu akurat," ucap Andi menegaskan alasan penyebutan Rp500 miliar.

Pernyataan Andi membuat keretakan koalisi itu terlihat jelas.

Tapi Prabowo berusaha menambal kembali keretakan itu. Pagi ini, 9 Agustus 2018, dia bertandang ke kediaman SBY. Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani menuturkan kunjungan itu untuk mengeratkan kembali kesolidan koalisi.

"Jadi karena ada komunikasi yang terputus, sehingga ada pemahaman yang lompat dalam proses ini, sehingga terjadi distorsi informasi," kata Muzani di rumah Prabowo, Kertanegara, Jakarta Selatan, 8 Agustus 2018 malam.

Menurut Muzani, Prabowo sudah sempat mengirim surat ke SBY untuk menjelaskan adanya ketidaktepatan informasi yang beredar. Isinya soal bagaimana cara Prabowo memilih seorang Capres. Namun rupanya surat itu tak digubris oleh Partai Demokrat.

“Pak Prabowo belum mengambil keputusan (siapa Capres)," imbuhnya. Tapi Sekjen Partai Demokrat, Hinca Panjaitan menegaskan tak menerima surat dari Prabowo itu.

Sedangkan Kadiv Advokasi dan Hukum DPP Demokrat, Ferdinand Hutehean meminta Partai Gerindra memaklumi tindakan Andi Arief. Dia menegaskan cuitan Andi hanya emosi sesaat yang bersifat personal.

"Jangan dipersoalkan. Kita maklumi anak-anak muda kadang ini tapi semua masih dalam komunikasi yang baik berjalan. Kita tunggu besok," ujar Ferdinand selepas dari rumah Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (9/8/2018).

Hingga kini belum jelas apakah kedua partai itu sudah rujuk kembali atau tidak. Siapa Cawapres yang akan mendampingi Prabowo pun masih seputar Sandiaga, AHY, atau Salim Segaf Al-Jufri. Malam ini mereka harus membuat keputusan bulat. Jika mereka tak kunjung mendaftar ke KPU dan hanya ada calon tunggal, masa pendaftaran Capres-Cawapres akan ditambah 14 hari.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

tirto.id - Politik
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Dieqy Hasbi Widhana