tirto.id - Mantan perdana menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak atau Najib Razak dinyatakan bersalah dari semua tujuh dakwaan kasus dana 42 juta ringgit Malaysia atau Rp143 miliar dari SRC Internasional Sdn. Bhd. dalam persidangan korupsi pertamanya, Selasa (28/7/2020).
Kasus tersebut, merupakan skandal mega korupsi yang didera Najib dengan melibatkannya dalam pencurian dana pembangunan negara 1Malaysia Development Berhad (1MDB).
Najib Razak didakwa bersalah di bawah Pasal 23 (1) Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi Malaysia (SPRM).
Selain itu, seperti dikutip dari Channel News Asia, tuduhan yang dialamatkan kepadanya juga termasuk penyalahgunaan kekuasaan, pencucian uang, dan pelanggaran kepercayaan. Hakim Pengadilan Tinggi Mohamad Nazlan Mohamad Ghazali pun memutuskan bahwa Najib bersalah.
Pengadilan mendapati bahwa tim pembela gagal menyampaikan alasan yang masuk akal atau munasabah terhadap pendakwaan jaksa bagi tuduhan penyalahgunaan kekuasaan.
“Kesimpulannya, dalam penghakiman saya, setelah mempertimbangkan semua bukti yang dikemukakan di mahkamah ini, saya dapati pihka pembela tidak berhasil membantah anggapan terhadap tertuduh di bawah pasal 23 (1) Undang-Undang SPRM 2009,” kata Mohd. Nazlan.
Najib Razak terancam hukuman penjara maksimum 20 tahun dengan denda minimum lima kali nilai korupsi atau sekitar 10.000 ringgit Malaysia (Rp34 juta).
Dilansir dari BBC, 1MDB, sejatinya didirikan untuk menggalang dana untuk pembangunan Malaysia dan membantu kaum miskin negara itu. Namun, dana yang terkumpul dituduh telah diselewengkan.
Jaksa AS dan Malaysia menuding uang tersebut mengalir ke beberapa individu berpengaruh untuk membeli barang-barang mewah, termasuk real estate, kapal yacht, jet pribadi, dan barang seni.
Bank investasi AS, Goldman Sachs, yang mengumpulkan uang melalui penjualan surat berharga, juga diselidiki oleh aparat AS dan Malaysia atas perannya. Sejumlah pihak pun menuduh Najib terlibat dalam korupsi 1MDB selama lebih dari lima tahun, kendati ia menyanggah tuduhan-tuduhan tersebut dan senantiasa berkeras tidak bersalah.
Tetapi tindak lanjut secara hukum baru terjadi setelah ia kalah pemilu tahun 2018 dan penggantinya Mahathir Mohamad membuka kembali penyelidikan.
Dalam laporannya, Reuters menuliskan bahwa kasus ini dipandang sebagai “ujian terhadap upaya Malaysia memberantas korupsi,” setelah partai Najib kembali berkuasa pada Februari lalu, sebagai bagian dari aliansi yang dipimpin oleh Perdana Menteri Malaysia sekarang, Muhyiddin Yassin.
Putusan bersalah dapat meningkatkan kredibilitas Muhyiddin di mata publik, tetapi melemahkan koalisinya, yang mengandalkan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) sebagai komponen terbesarnya.
Sementara, bebasnya Najib, bisa mengubah sentimen publik terhadap Muhyiddin, dan mendorong oposisi untuk menantang koalisi yang berkuasa di parlemen itu.
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Yantina Debora