Menuju konten utama
21 Desember 1891

Naismith, Karenamu Kami Mengenal Michael Jordan hingga Duo Srigala

Tak ada haiku
hari ini. Kusibuk
melempar bola

Naismith, Karenamu Kami Mengenal Michael Jordan hingga Duo Srigala
Ilustrasi Dr. James Naismith. tirto.id/Gery

tirto.id - Seperti spesies lain, manusia adalah makhluk yang memiliki naluri dasar bersenang-senang. Itulah mengapa sejarawan Johan Huizinga menyebut manusia sebagai homo ludens—insan yang bermain. Olahraga merupakan salah satu perwujudan naluri dasar itu.

“Hingga saat ini, olahraga permainan dan atletik sebagai fungsi sosial, telah terus meningkat dalam lingkup nasional maupun internasional. Kontes dalam keterampilan, kekuatan dan ketekunan, seperti yang telah ditunjukkan, selalu menempati tempat penting dalam setiap budaya baik dalam kaitannya dengan ritual atau hanya untuk bersenang-senang dalam olahraga yang selalu meriah,” ungkap Huizinga dalamHomo Ludens: a Study of The Play-Element in Culture (1949: 200-201).

Karena itu, olahraga bukan aktivitas fisik belaka. Ia juga turut berperan membentuk kebudayaan. Orang-orang dapat mengkonstruksi olahraga sesuai dengan kondisi lingkungan mereka, memberi inspirasi dan tafsir atas sebuah permainan.

Baca juga:

Dari Basket sampai Goyang Dribel

Tatkala puncak musim dingin bulan Desember berlangsung di Amerika Serikat, aktivitas apapun, termasuk olahraga di luar rumah atau di luar gedung (outdoor), hampir tidak mungkin dilakukan. Tapi, insting manusia untuk berolahraga tidak hilang begitu saja karena cuaca.

Saat menghadapi kendala cuaca macam itu, pada 21 Desember 1891, tepat hari ini 126 tahun lampau, sekelompok anak sekolah memainkan pertandingan bola dalam ruangan (indoor) di Springfield, Massachusetts, Amerika Serikat. Mereka berebut memasukkan bola sebanyak-banyaknya ke dalam keranjang dengan menggunakan tangan. Bola yang dipakai: kulit bundar yang biasa digunakan dalam sepak bola.

Dr. James Naismith, seorang guru olahraga dari Kanada, merupakan inventor sekaligus kreator permainan tersebut. Saat itu, Naismith mencoba memberikan solusi untuk murid-murid di tempat ia mengajar, sekolah pekerja Kristen (Young Men’s Christian Association), agar tetap bisa berolahraga dan bermain pada musim dingin. Ia lalu menyusun 13 aturan dasar untuk memainkannya.

Berkat permainan yang diciptakan Naismith, para murid tidak lagi memerlukan ruangan atau lapangan yang luas. Mereka bisa bermain di ruangan kecil yang tertutup.

Pada bulan berikutnya ketika para murid mulai keranjingan bermain olahraga baru itu, Frank Mahan, salah satu siswa yang turut bermain pada 21 Desember 1891, bertanya kepada Naismith, "Bapak mau menamakan apa permainan ini?" Naismith cuma menggeleng tak punya ide.

"Mengapa tidak 'basketball' saja?" lanjut Mahan.

“Kita punya keranjang (basket) dan bola (ball), sepertinya itu akan menjadi nama yang bagus,” timpal Naismith.

Sejak itu, basketball mulai populer di sekolah-sekolah Amerika.

Seperti dilaporkan Springfield Republican, bola basket sebagai pertandingan "resmi" pertama kali dimainkan juga di Springfield pada 11 Maret 1892. Acara itu sekaligus menjadi semacam launching kepada publik. Tapi, koran tersebut masih menulis “Basket Football Game” pada judul berita.

Akhirnya, Naismith bersama pemuda-pemuda YMCA memperkenalkan dan menyebarluaskan bola basket ke seluruh dunia. Mereka mulai bergerak pada 1893. Hampir lima puluh tahun kemudian, bola basket (putra) menjadi cabang olahraga yang dipertandingan pada Olimpiade Berlin 1936.

Hari ini, bola basket adalah salah satu cabang olahraga populer di dunia. Bahkan, olahraga ini berhasil menjadi industri kreatif di berbagai negara. Di tanah kelahirannya, liga NBA (National Basketball Association) merupakan tontonan olahraga yang paling banyak digemari.

Miliaran dolar pun berputar dalam industri bola basket, dengan gemerlap iklan dan publikasi melalui layar kaca. Para pemainnya kaya raya dan naik panggung sebagai selebritas.

Baca juga:

Tidaklah mengherankan apabila di tahun 1990 hingga 2000-an, pemuda-pemuda yang menggemari olahraga ini begitu akrab dengan nama Scottie Pippen, Dennis Rodman, Shaquille O'Neal, dan, tentu saja, sang mahabintang Michael Jordan (MJ).

Saat itu, Chicago Bulls, klub yang dibela MJ, sedang jaya-jayanya. Mereka meraih enam kali juara NBA dan MJ beberapa kali diganjar penghargaan Most Valuable Player. Nama lain seperti LeBron James (Cleveland Cavaliers dan Spurs) dan Kobe Bryant (LA Lakers) juga mencuat.

Baca juga: Poin Terakhir Sang Black Mamba

Bahkan, Michael Jordan—yang identik dengan gaya slam dunk sembari menjulurkan lidah dan memutar badan 180 derajat sembari memunggungi lawan untuk melakukan shooting bola ke keranjang—menjadi rolemodel para pemain bola basket di mana pun. Tak hanya bagi para profesional, tapi juga mereka yang amatiran.

Di Indonesia, bola basket masuk melalui persilangan budaya pada era kolonialisme (Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya Jilid I Batas-batas Pembaratan, 2005). Ia terlempar bagai tembakan tiga angka hingga ke kantor-kantor dan sekolah-sekolah. Pada berbagai institusi pendidikan, lapangan basket masih merupakan infrastruktur yang harus dipenuhi untuk para siswa.

Infografik mozaik naismith

Tidak berhenti sampai di situ, bola basket juga menerobos ruang-ruang dunia hiburan Indonesia. Seperti tak mau kalah dengan para pedangdut yang sudah eksis seperti Inul Daratista, Dewi Persik, atau Annisa Bahar, pada 2014 negeri ini dihebohkan dengan pendatang baru Duo Srigala (Ovi dan Pamela) melalui goyang dribelnya.

Lewat single berjudul “Abang Goda” yang ditayangkan di YouTube, Duo Srigala merilis secara resmi goyang dribel dengan aksi menonjolkan bagian dada sebagai poros goyangan; menyembul ke atas dan ke bawah bak pemain basket memantulkan bola ke lantai lapangan. Jelas, "dribel" yang dilakukan Duo Srigala bukanlah model dribel sepak bola ala Lionel Messi maupun Cristiano Ronaldo.

Baca juga: Di Bawah Kerajaan Dangdut Koplo, Iman Kita adalah Bergoyang

Video klip goyang dribel pun menjadi perbincangan dan hinggap di smartphone kita semua. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sampai ikut turun tangan dengan mengecam Duo Srigala. Mereka dianggap tidak mencerminkan kesopanan dan kesantunan dalam bergoyang karena dinilai cenderung erotis. Kini, Duo Srigala sudah berpisah lantaran personilnya pecah kongsi. Ada yang senang, ada pula yang menyayangkan.

Betapa permainan yang diciptakan James Naismith ini sanggup menginspirasi pelbagai sendi kehidupan orang banyak. Kita semua patut berterima kasih kepada guru olahraga dari Kanada itu.

Baca juga artikel terkait BASKET atau tulisan lainnya dari R.N. Bayu Aji

tirto.id - Olahraga
Reporter: R.N. Bayu Aji
Penulis: R.N. Bayu Aji
Editor: Ivan Aulia Ahsan