Menuju konten utama

MUI Papua Kutuk Rasisme Aparat & Kelompok Masyarakat di Surabaya

MUI Papua mendorong kepada seluruh anggota DPRD Papua untuk lebih memperhatikan nasib mahasiswa Papua yang berada di Surabaya.

MUI Papua Kutuk Rasisme Aparat & Kelompok Masyarakat di Surabaya
Ilustrasi polisi membubarkan aksi sejumlah massa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Papua bersama Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua di Jakarta, Kamis (1/12). Mereka menuntut pemerintah Indonesia untuk menggelar referendum di seluruh wilayah Papua. ANTARA FOTO/Juan Ferdinand/RN/foc/16.

tirto.id - Ketua MUI Papua Saiful Islam Al-Payege mengutuk keras terhadap kelompok masyarakat di Surabaya yang menyebarkan rasisme terhadap mahasiswa yang berasal dari Papua.

Melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi Tirto, MUI Papua juga meminta penegakan hukum yang ada di Indonesia.

"Penegakkan hukum harus di tegakkan terhadap pelanggar hukum di Indonesia. Stop dan hentikan setiap gerakan, sikap, perkataan, perbuatan yang mengarah ke rasisme di Indonesia. Karena bangsa kita adalah bangsa yang besar dan banyak etnisnya budayanya dan adat istiadatnya," ujar Saiful.

Saiful juga mendorong kepada seluruh anggota DPRD Papua untuk lebih memperhatikan nasib mahasiswa Papua yang berada di Surabaya.

Sebelumnya, sebanyak 42 mahasiswa Papua digelandang oleh pihak kepolisian ke Markas Kepolisian Resor Kota Besar (Mapolrestabes) Surabaya, dari asrama mereka di Jalan Kalasan nomor 10, Pacar Keling, Kecamatan Tambaksari, Kota Surabaya, Jawa Timur pada Sabtu (17/8/2019).

"Kami masih di Polresta [Surabaya]. Kondisi kami masih baik-baik saja. Hanya saja ada lima orang luka-luka. Satu terkena tembakan gas air mata di kakinya, tiga dipukul, dan bapak-bapak kena tampol di alis matanya," ujar salah satu mahasiswa yang ditangkap, Dorlince Iyowau saat dihubungi Tirto, Sabtu malam, pukul 21.30 WIB.

Semua bermula pada Jumat (16/8/2019) kemarin. Ketika itu, Dorli mengaku, tiba-tiba saja sekitar 15 anggota yang berasal dari TNI mendatangi asrama mereka.

Tanpa permisi langsung menggedor gerbang asrama. Hal itu membuat kaget 15 mahasiswa, termasuk Dorli, yang berada di dalamnya.

"Kemarin sore jam 15.20 WIB. Kami kaget saat TNI mendobrak pintu disertai 'hey anjing, babi, monyet keluar lo. Kalau berani. Hadapi kami di depan'," ujarnya.

Sikap arogan TNI tersebut, menurut Dorli, ditenggarai oleh bendera merah putih milik pemerintah kota Surabaya yang terpasang di depan asrama mereka, tiba-tiba saja berada di dalam saluran air.

Sementara Dorli mengaku, ia dan kawan-kawan lainya tidak tahu menahu soal hal itu.

"Karena kami tidak tahu soal itu [bendera merah putih] di dalam got. Kami minta bernegosiasi. Tapi TNI menolak," ujarnya.

"Dalam dua hari pemasangan [bendera itu] masih baik-baik saja. Munculnya permasalahan itu pada 16 Agustus kemarin tiba-tiba ada di got."

Setelah TNI tiba dan menggedor gerbang asrama mahasiswa Papua, menurut Dorli, datang lagi secara bertahap pihak Satpol PP dan organisasi masyarakat.

Baca juga artikel terkait ASRAMA MAHASISWA PAPUA atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Hukum
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Mufti Sholih