tirto.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyesalkan proses persidangan kedelapan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2017).
Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Saadi menilai, persidangan yang menghadirkan saksi Ketua MUI Ma'ruf Amin sudah tidak beretika. Ia melihat Ahok dan para penasehat hukum tidak memperlakukan Ma'ruf secara tidak etis.
"Tim pengacara terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah memperlakukan saksi dengan tidak mengindahkan nilai-nilai etika dan kesantunan," ujar Zainut dalam konferensi pers di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Kamis (2/2).
Zainut mengatakan, Ahok dan pengacaranya tidak memperlakukan Ma'ruf Amin sebagai seorang ulama. MUI melihat pengacara terkesan menekan, melecehkan kebenaran saksi Ma'ruf Amin dengan menudingnya telah memberikan keterangan palsu. Mereka juga melihat penggalian informasi yang dilakukan oleh tim kuasa hukum mengaitkan hal-hal di luar konteks persidangan dan tidak pantas.
Lantaran itu, mereka menilai kalau persidangan yang menghadirkan saksi mantan Wantimpres era Presiden SBY itu tidak mengindahkan nilai etik dan tidak menjaga kehormatan lembaga peradilan.
Pengawalan Sidang Ahok
MUI juga akan meminta kepada sejumlah lembaga peradilan untuk memantau persidangan Ahok. Mereka meminta Komisi Yudisial untuk menegakkan kode etik lembaga peradilan dan meminta Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung untuk memantau sidang Ahok.
"Meminta kepada Komisi Yudisial Republik Indonesia untuk menegakkan kode etik lembaga peradilan dalam pemeriksaan perkara a quo," tutur Zainut.
"Meminta kepada Mahkamah Agung RI Kejaksaan Agung untuk lebih mengintensifkan pemantauan dan pengawasan proses persidangan perkara a quo sehingga seluruh persidangan berjalan sesuai peraturan-peraturan undang-undang dan etika persidangan," ujar Zainut.
Saat dikonfirmasi, Komisi Yudisial Republik Indonesia selaku salah satu pihak yang diminta untuk memantau siap mengawasi persidangan Ahok. Juru Bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi Ibrahim mengaku KY akan bekerja sesuai ketentuan negara.
"Kami memastikan tugas KY mengawal proses sidang ini dilakukan dengan itikad yang baik dan sesuai dengan peran yang diberikan oleh negara," ujar Farid kepada Tirto.
Farid mengatakan, fokus Komisi Yudisial akan ada pada etika majelis hakim dalam mengelola perkara ini baik perilaku on bench conduct (perilaku di dalam sidang) maupun off bench conduct (perilaku di luar sidang). Penerapan pun dilakukan berdasarkan penilaian internal tentang urgensi kasus yang dihadapi. Selain itu, Farid menegaskan, KY akan memantau secara berkelanjutan.
Meskipun akan mengawal persidangan Ahok, Farid mengatakan, KY membatasi diri untuk tidak berkomentar mengenai substansi perkara. Independensi Hakim wajib dijaga selain itu proses hukumnya masih berlangsung. Selain itu, KY berharap kontribusi masyarakat juga membantu memonitor persidangan Ahok.
"Kami juga meminta kepada publik untuk juga berkontribusi dalam memonitor perkembangannya serta benar-benar menjaga kemandirian prosesnya," tutur Farid.
Sebelumnya, kuasa hukum Ahok, Humprey Djemat, menegaskan pihaknya telah meminta keterangan sesuai dengan ketentuan persidangan. Humprey beralasan, hakim yang tidak melarang penasehat hukum untuk menanyakan
"Jadi selama tidak ada larangan dari majelis hakim kita bisa bertanya, apapun juga bisa bertanya," ujar Humprey saat konferensi pers, Rabu (1/2/2017).
Humprey menegaskan, hakim merupakan wasit dari persidangan. Selama mereka tidak diberi teguran, maka mereka berhak untuk tetap melanjutkan pertanyaan.
Selain itu, Humprey menegaskan bahwa Ma'ruf Amin lah yang meminta agar pemeriksaan berlanjut hingga 7 jam. Politikus PPP ini mengatakan, pemeriksaan tidak sepenuhnya maraton 7 jam karena ada istirahat makan dan solat.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Agung DH