Menuju konten utama

MUI Keluarkan Fatwa Medsos Demi Menjaga Ketahanan Nasional

Ketua Umum MUI KH Maruf Amin mengatakan fatwa tentang muamalah dalam penggunaan media sosial keluar untuk memperkuat ketahanan nasional.

MUI Keluarkan Fatwa Medsos Demi Menjaga Ketahanan Nasional
(Ilustrasi) Ketua MUI KH Ma'ruf Amin saat berpidato di Ponpes Alkhariyah di Citangkil, Cilegon, Banten, Jumat (7/4/2017). Dalam pidatonya, KH Ma'ruf Amin menekankan peran pokok Umat Islam untuk memberi teladan dan menjadi perekat persatuan Bangsa Indonesia. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman.

tirto.id - Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma`ruf Amin mengatakan keputusan lembaganya untuk mengeluarkan fatwa tentang cara berperilaku di media sosial atau fatwa muamalah dalam penggunaan media sosial bertujuan untuk memperkuat ketahanan nasional.

"Fatwa ini bisa menjadi arah dan bimbingan yang dapat mencegah konflik yang merusak tatanan berbangsa. Jadi kami ingin menjaga ukhuwah (persaudaraan), agar (bangsa Indonesia) saling mencintai dan menyayangi," kata Ma`ruf di Kantor Kemenkominfo pada Senin (5/6/2017).

Menurut Ma`ruf, selain memberikan manfaat, media sosial selama ini juga berpotensi menciptakan konflik apabila tidak digunakan secara baik. Sementara akhir-akhir ini, dia melanjutkan, sumber konflik di masyarakat berasal dari konten media sosial yang meresahkan.

Fakta tersebut, Ma`ruf menjelaskan, dapat terlihat selama pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2017 kemarin. Dia menilai para pendukung calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI kerap saling berdebat dan kemudian menyampaikan ujaran kebencian di media sosial.

"Kalo ini tidak diantisipasi, maka akan makin parah keadaan negara ini. Karenanya kita jaga persatuan dan kesatuan bangsa ini melalui fatwa ini," kata Ma`ruf.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Soleh menambahkan fatwa ini bertujuan memberikan edukasi terhadap pengguna media sosial agar memaksimalkan penggunaan teknologi tersebut untuk kegiatan bermanfaat dan bukan malah menghasilkan keburukan.

"Ini penting untuk dirumuskan, untuk membangun edukasi literasi masyarakat di media sosial, untuk kepentingan yang baik. Karena faktanya banyak sekali manfaat untuk kepentingan e-commerce, pertemanan, dan lain sebagainya," kata Niam.

Niam menjelaskan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) selama ini belum sepenuhnya mencakup edukasi terkait penggunaan media sosial. UU ITE baru mengulas regulasi formal yang hanya memberikan hukuman bagi pelanggaran di internet.

"Faktanya UU ITE belum sepenuhnya mencakup terkait dengan masalah-masalah baik etika maupun hukum yang muncul di media sosial. Belum ada juga lembaga yang secara khusus melakukan pengawasan terhadap percakapan, peredaran, penyebaran, produksi konten di media sosial," kata Niam.

Sehingga melalui langkah edukasi dalam fatwa MUI, dia mengimbuhkan, diharapkan para pengguna media sosial akan semakin sadar dengan pentingnya memegang kaidah kehidupan yang rukun dan saling menghormati di internet selayaknya di dunia nyata.

"Kalau orang sudah teredukasi dan terliterasi tapi masih melakukan pelanggaran, maka akan dikenakan tindakan hukum," katanya.

Menkominfo Rudiantara menilai fatwa MUI ini merupakan awal dari usaha untuk menciptakan suasana sejuk di media sosial demi mencegah konflik di masyarakat akibat polemik di internet.

"Fatwa ini seperti tambahan darah segar untuk menangani konten negatif di dunia maya," kata Rudiantara di Kemenkominfo hari ini.

Ia pun mengaku akan menggandeng sejumlah pihak untuk mensosialisasikan fatwa MUI tersebut dan UU ITE. "Saya akan ketuk pintu meminta bantuan lagi untuk mensosialisasikan ini dan juga untuk mengaplikasikan fatwa ini," katanya.

MUI dan Kemenkominfo telah berkomitmen untuk bekerjasama dengan pihak kepolisian dalam menindak lanjuti fatwa ini dan UU ITE dalam pelaksanaannya di hukum formal. Kerja sama itu terutama berkaitan dengan penindakan atas mereka yang melanggar peraturan dalam penggunaan media sosial.

Adapun isi fatwa MUI tersebut adalah ''Setiap muslim yang bermuamalah di media sosial diharamkan untuk melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan; melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar SARA; menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup; menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar'i; menyebarkan konten yang benar tapi tidak sesuai dengan tempat dan/atau waktunya."

Baca juga artikel terkait FATWA MUI atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Addi M Idhom