Menuju konten utama

Moratorium Dicabut, DPRD DKI Enggan Bahas Raperda Reklamasi

DPRD enggan buru-buru membahas dua raperda reklamasi pulau C, D, dan G meskipun KLHK telah mengizinkan pengembang untuk meneruskan kegiatan reklamasi.

Moratorium Dicabut, DPRD DKI Enggan Bahas Raperda Reklamasi
Foto udara pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta, Kamis (11/5). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

tirto.id - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik mengatakan tak mau buru-buru untuk membahas dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang menjadi dasar reklamasi 17 pulau di teluk Jakarta.

Sebab, kata dia, Badan Musyawarah (Bamus) DPRD masih perlu membahas surat permohonan dari Pemprov DKI serta surat pencabutan sanksi administratif (moratorium) reklamasi pulau C, D dan G yang diterima sejak Jumat (7/10/2017) sore pekan lalu.

"Kita akan lihat dulu seperti suratnya setelah itu dibawa ke Bamus. Kita kan juga perlu rapatkan di fraksi," ungkap Taufik saat dihubungi Tirto, Senin (9/10/2017).

Hal senada juga disampaikan Ketua Fraksi Partai Demokrat Taufiqurrahman. Menurutnya, Gubernur Jakarta Djarot Saiful Hidayat tak seharusnya mengeluarkan kebijakan strategis yang memberikan efek jangka panjang di masa akhir jabatannya.

Proses pembahasan tersebut, semestinya menjadi kewenangan Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang akan dilantik pada 16 Oktober 2017 mendatang.

"Ojo kesusu lah, karena ini kan jangka panjang. Dan kalau itu diputuskan di masanya kepemimpinan Pak Djarot, bisa saja akan jadi hambatan bagi pemerintahan yang baru," ujarnya.

Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta telah mengajukan surat permohonan agar DPRD segera melanjutkan pembahasan dua Raperda reklamasi yakni Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTTKS Pantura).

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Tuty Kusumawati mengatakan, tak ada alasan bagi DPRD untuk menunda pembahasan tersebut. Sebab, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengizinkan pengembang untuk meneruskan kegiatan reklamasi.

Jika Raperda tidak segera dibahas dan disahkan, Pemprov tidak bisa menagih kontribusi tambahan sebesar 15 persen yang diwajibkan me pengembang dalam Rapaerda RTTKS Pantura. Apalagi, kata Tuty, kontribusi tersebut akan digunakan untuk kesejahteraan warga dan kepentingan pembangunan di Jakarta.

"Kan cuma satu itu aja yang harus dibahas. Tentang kontribusi tambahan. Kalau enggak, ya Pemprov tidak bisa dong ambil itu," ungkapnya saat dihubungi Tirto, Minggu (8/10/2017).

Baca juga artikel terkait REKLAMASI TELUK JAKARTA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yuliana Ratnasari