tirto.id - Ini adalah hikayat tentang Marlboro Man di dunia nyata. Kehidupan wild wild West yang terjadi bukan di gurun Texas, namun di Gurun Sahara yang amat luas dan laknat. Mereka sama-sama mengembara di tengah padang dan menebar ancaman kepada pelancong.
Marlboro Man kita ini tidak memakai topi koboi yang disamak dari kulit sapi. Di kepalanya menempel sorban hitam kumal terlilit. Sisa kain lainnya dibiarkan menjuntai di bahu. Senjatanya tentu lebih gagah. AK-47 bisa menumpas lebih banyak orang dalam waktu cepat, ketimbang revolver milik para koboi. Parasnya juga sangar. Matanya satu, seperti Jack Sparrow minus kalimat lucu dan sikap konyol. Marlboro Man kita ini amat jauh dari kata tampan seperti yang dilekatkan pada Clarence Hailey Long, koboi Texas yang muncul di sampul Life Magazine.
Namanya adalah Mokhtar Belmokhtar. Dia adalah sosok panutan bagi para jihadis di Afrika Utara. Area aksi terornya mencakup 7 negara, mulai dari Aljazair di utara hingga Nigeria di selatan. Dari Sudan di pesisir Afrika Barat sampai Mauritania di pantai Afrika Timur.
Puluhan aksi teror telah dia lakukan. Ratusan tentara telah tewas di tangannya. Mokhtar lahir 1 Juni 1972 di Ghardaia, Aljazair. Sebelum ulang tahunnya yang kedua puluh, dia terbang ke Afghanistan mengangkat senjata melawan Uni Soviet dalam kurun 1991-1993.
Ketika pulang, Mokhtar bergabung dengan Grup Milisi Islam (GIA) yang bertujuan mengenyahkan pemerintahan sekuler Aljazair. Pada 1999, dia bersama dengan rekan-rekannya keluar dari GIA dan membentuk milisi Salafi (GSPC). Di GSPC dia adalah salah satu komandan lapangan paling kuat. Dia diberi kekuasaan penting mengontrol selatan Aljazair dan utara Mauritania, Niger dan Mali.
Wilayah ini merupakan rute penyelundupan barang ilegal paling aman dari Afrika menuju Eropa atau sebaliknya. Berkat kiprahnya sebagai centeng, Mokhtar sukses banyak mendulang uang.
Sebagai begundal padang pasir Sahara yang mengontrol keluar masuk barang ilegal, media-media Barat menjulukinya sebagai Marlboro Man. Perjuangannya pun acap disebut sebagai narco-jihad. Rokok dan narkoba adalah barang selundupan paling menguntungkan di sana.
Pada 2007, nilai total perdagangan gelap tembakau di Afrika Utara diperkirakan melebihi $1 miliar. Kantor PBB yang mengurusi narkoba dan kejahatan internasional, UNODC, memperkirakan konsumsi rokok di Afrika Utara mencapai 400 miliar bungkus per setahun. Sebanyak 60 miliar bungkus diantaranya dibeli di pasar gelap.
Rokok itu masuk ke Afrika lewat negara teluk Guinea seperti Ghana, Benin, dan Togo. Rute kedua melalui pesisir negara Afrika Barat, Guinea. Dua rute ini kemudian bertemu di Mali dan menerabas Gurun Sahara menuju Aljazair.
Pada rute ini, Mokhtar mengambil peran dengan meminta “pajak” keamanan. Terkadang dia juga memfasilitasi transportasi para penyelundup dengan menggunakan truk, sepeda motor atau bahkan sepeda yang dia punya.
Tak hanya rokok, komplotan Mokhtar pun diduga terlibat dalam kartel narkoba internasional. Laporan Norwegian Center for Global Analysis pada 2009 melaporkan sebagian besar kokain yang dikonsumsi Eropa berasal dari Amerika Selatan, khususnya Kolombia, Peru dan Bolivia. Lalu bagaimana mereka masuk ke Eropa? Jawabannya sama dengan jalur rokok.
Laporan itu memprediksikan sekitar 30 sampai 40 ton kokain tiap tahunnya diekspor ke Eropa melalui jalur itu. Dan, kelompok Jihad mendapat keuntungan dari distribusi barang ini. Namun keuntungannya tidak didapat dengan cara yang sama dengan kartel narkoba.
“Mereka lebih cenderung melakukannya dengan mengenakan pajak pergerakan barang melalui wilayah yang mereka kontrol, bukan terlibat dalam pergerakan narkoba itu sendiri," tulis laporan UNODC pada 2014.
Tapi Lemine Ould Salem, jurnalis kenamaan di Mauritania yang meneliti gerakan narco-jihad di Afrika Utara menampik tudingan ini. "Tuduhan tembakau dan narkoba dalah propaganda tak berdasar," kata Ould Salem Lemine kepada media Perancis Le Monde.
“Belmokhtar adalah sosok yang berkomitmen, puritan, fanatik. Dia tak segan membakar truk rokok karena ia percaya merokok adalah dosa. Intinya, lebih mudah dan menguntungkan untuk menyelundupkan suku cadang, bensin dan biji-bijian. Dengan itulah dia membuat uang," bela Ould.
Bisa jadi tampikan Salem benar. Tapi, laporan UNODC sejalan dengan keumuman cara pembiayaan kaum milisi. Berkecimpung di dunia haram untuk membiayai perang lazim dilakukan oleh para milisi kanan. Kelompok Taliban di Afganistan, misalnya, berbisnis opium.
Dari awal pembentukannya, GSPC memang memiliki kaitan erat dengan Taliban. Alhasil, saat Al Qaeda populer pada dekade 2000-an, GSPC pun mendapuk diri sebagai cabang Al Qaeda di daerah Maghrib atau Barat (AQIM). Bagi Al Qaeda, AQIM adalah tambang uang. Dan Al Qaeda mentolerir uang haram ini.
Tapi ibarat seorang Rambo, Mokhtar adalah pribadi yang bebas. Dia menola terkekang. Dia tak segan menentang atasan. Pada 2013, surat pemecatan Mokhtar yang ditandatangani 14 anggota dewan assyura Al Qaeda ditemukan oleh Associated Press.
Banyak keluhan mengarah pada kelakuan bengalnya, mulai dari selalu enggan ditelepon, menolak berkomunikasi melalui internet dengan alasan keamanan, sampai mencaci maki pemimpin Al Qaeda dalam forum jihad online. Dia pun menolak mengirim laporan administrasi dan keuangan, mengabaikan rapat penting di Timbuktu, Mali, dan menyebutnya "rapat tidak berguna." Dia bahkan memerintahkan anak buahnya untuk menolak untuk bertemu dengan utusan Al Qaeda.
"Pembangkang" adalah kata yang tepat untuk menggambarkan Mokhtar Belmoktar. Mathieu Guidere, cendekiawan muslim, seorang profesor di Universitas Toulouse, merunutkan kiprah Belmokhtar saat masih bergabung dengan GSPC. Belmokhtar sukses menciptakan gesekan antara generasi muda seperti dirinya yang ingin bergabung dengan jihad global, dengan generasi tua yang hanya bertujuan membentuk negara islam di Aljazair.
Faksi muda memang menang, namun Belmoktar tersisihkan karena yang menjadi amir AQIM adalah Abdelmalek Droukdel, bukan dirinya. Tentu saja Belmokhtar kecewa. Ia sudah mengiba kepada Osama Bin Laden melalui surat untuk menunjuk dirinya sebagai Emir.
Rasa frustrasi inilah yang membuatnya melayang jauh ke selatan. Ia mendirikan sebuah komplotan bandit di bukit pasir tak berpemerintahan di Mali, menyadap rute penyelundupan yang malang melintang di Sahara, mengumpulkan senjata dan pejuang setia yang menyebut diri mereka "The Masked Brigade” atau "Al Murabitun.”
Tapi ketegangan itu mencair dengan cepat. Mokhtar menegaskan kelompoknya tetap berbaiat kepada Al Qaeda yang dipimpin Ayman al Zawahiri.
Sebagai pemimpin Al Qaeda baru pasca-Osama, Zawahiri memang butuh Mokhtar untuk menjaga kohesi kekuatan jihad global tetap eksis di Afrika Utara. Abdel-Rahman dan Syiekh Khaled Mohammad, dua terpidana kasus teror di AS, mengaku kepada Reuters bahwa Mokhtar adalah tokoh yang dihormati karena jaringannya luas, kuat, dan mengakar sampai ke suku-suku pedalaman.
Pada Januari 2015, kabar mengejutkan datang: Mokhtar berbaiat kepada ISIS. Waktu itu Mokhtar diketahui berada di Sirte, Libia, dan berada di bawah perlindungan Ansar al-Sharia—cabang Al Qaeda di Libya yang anggotanya banyak berbelot mendukung ISIS.
Beberapa bulan kemudian, Mokhtar menampik tudingan itu. Dia menyatakan tetap loyal kepada Al Qaeda. Setelah sempat membelot pada ISIS, dia tampaknya mencari gara-gara dengan pendukung Abu Bakar Al-Bahdadi ini. Agustus 2015, Mochtar dicari-cari milisi ISIS, hidup atau mati.
Dia diburu karena jadi salah satu pemimpin Mujahidin Shura Council (MSC), sebuah koalisi jihad yang terlibat pertempuran sengit melawan para ISIS di Derna, kota paling Utara di Libya. Status ini bertahan hingga sekarang. Sebelum menyandang status buronan ISIS, Mokhtar adalah buronan seluruh negara di Afrika termasuk AS, Perancis, dan sekutu-sekutunya. Kepala Mokhtar dihargai $5 juta.
Berbagai upaya percobaan pembunuhan telah dilakukan. Sialnya, dia selalu selamat. Sejak 2013 misalnya, Mokhtar sudah dikabarkan tewas sampai tiga kali. Berita kematian ini disampaikan jenderal-jenderal Perancis dan AS yang mengumumkan kematiannya dengan penuh kebanggaan di depan kamera.
Nun jauh di tempat persembunyiannya, Mokhtar bisa jadi menertawakan ketololan para jenderal pembual itu. Beberapa kali dikabarkan mati, beberapa kali juga Mokhtar diberitakan kembali melakukan aksi. Ibarat kucing, Mokhtar seperti punya sembilan nyawa. Wajar jika militer Perancis menjulukinya sebagai "The Uncatchable".
28 November lalu, Mokhtar si Marlboro Man yang punya sembilan nyawa itu dilaporkan kembali tewas saat intelijen AS membantu Angkatan Udara Perancis menyerang kediamannya di Libya. Baik Pentagon maupun Kementerian Pertahanan Perancis sudah mengklaim kematiannya, tapi para pejabat AS yang tidak disebutkan namanya merasa ragu usaha ini telah berhasil.
Mungkinkah si Marlboro Man lolos lagi?
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Maulida Sri Handayani