Menuju konten utama

MK Didesak Segera Putuskan Aturan Presidential Threshold

Hadar meminta MK segera memutuskan perkara presidential threshold guna menghindari ketidakjelasan posisi partai politik.

MK Didesak Segera Putuskan Aturan Presidential Threshold
Perwakilan pemohon uji materi UU 2017 tentang Pemilihan Umum Habiburokhman bersama pemohon lainnya mengacungkan ibu jarinya kearah media usai mengikuti persidangan, Jakarta, Kamis (3/8). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

tirto.id - Mantan Komisioner KPU Hadar Navis Gumay, selaku pihak yang pernah mengajukan perkara nomor 71/PUU-XV/2017 tentang presidential threshold (PT), meminta Mahkamah Konstitusi bisa mengupayakan pembacaan keputusan PT sesegera mungkin. Meski pendaftaran calon akan dibuka pada Agustus 2018 mendatang, tapi menurutnya, masih ada mekanisme lain yang belum jelas. Oleh sebab itu, perlu ada keputusan secepatnya.

Mengingat akan digelarnya Pilkada 2018, Hadar meminta MK segera memutuskan perkara presidential threshold guna menghindari ketidakjelasan posisi partai politik. Pasalnya, proses itu mempengaruhi kemunculan calon-calon kepala daerah di berbagai wilayah.

"Ini waktu yang sangat pendek. Masa mau disamakan dengan situasi sekarang. Pilkada sekarang tanggal 8 (Februari) sudah pendaftaran, tapi kalau dilihat masih banyak belum jelas calonnya. Masa kita mau disuguhi situasi seperti ini," kata Hadar.

Jika keputusan presidential threshold tidak dibacakan secara cepat, ia khawatir akan muncul calon-calon yang bisa merugikan masyarakat. Selain itu, semakin lama keputusan MK dibacakan, maka partai juga semakin sulit menentukan keputusan untuk berkoalisi.

Baca: Mahkamah Konstitusi Didesak Selesaikan Utang Perkara di Tahun 2017

Ia juga merasa tidak adil dengan adanya presidential threshold yang ada sekarang karena dianggap menghilangkan kesempatan partai baru untuk bisa berkompetisi secara bebas di ranah pemimpin negara. Ia menyarankan, seharusnya partai baru dipisahkan dari PT sehingga tetap memiliki kesempatan.

Ia mencontohkan bahwa negara Perancis saja bisa memilih pemimpin mereka dengan hanya mengumpulkan 500 tanda tangan dari pejabat pendukung. Sedangkan di Korea Selatan, melalui survei terpercaya, calon boleh mendaftar jadi pemimpin apabila mendapat sekian persen suara sesuai ketentuan.

"Jadi partai baru bisa ikut. Kalau ini (sistem PT 20 persen) kan enggak bisa, partai baru harus ikut partai lama," tandasnya.

Padahal, sesuai konstitusi, Hadar menilai negara harus membuka peluang sebesar-besarnya kepada banyaknya calon pemimpin negara. Jika memang PT tetap di angka 20 persen, Hadar menduga hanya akan ada 2 calon yang muncul dan menimbulkan tudingan bahwa PT merupakan bentuk akal-akalan politik dari pemegang kekuasaan.

"Jangan punya model sistem seperti ini, apalagi untuk pasangan capres. Sehingga kami berharap MK bisa segera putuskan," tegas Hadar.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto