tirto.id - Segalanya terkuak sejak munculnya insiden penyanderaan di Amerika Serikat.
Seorang pria bersenjata menyandera seorang perempuan dan anak kecil di dalam rumah, di kawasan elite di Los Angeles, California, Amerika Serikat. Insiden penyanderaan membuat kepolisian Los Angeles buru-buru datang ke pekarangan rumah yang berada di kawasan Beverly Hills itu pada Rabu petang, 9 Agustus 2017, waktu Los Angeles.
Sekitar pukul 17.00 polisi tiba di lokasi penyanderaan. Dua setengah jam setelah kedatangan polisi, perempuan dan anak kecil keluar dari dalam rumah, sementara pria bersenjata masih berada di dalam. Si pria tak mau keluar rumah dan tetap mendekam di dalam hingga sebuah suara letusan senjata api menggema sekitar pukul 02.00 pada Kamis dinihari.
Lima hari setelah kejadian, polisi melaporkan pria penyandera itu bernama Johannes Marliem, sedangkan perempuan dan anak kecil yang disandera merupakan anak dan istrinya.
Kabar meninggalnya Marliem kemudian menghebohkan Indonesia. Marliem merupakan satu di antara sekian nama yang disebut dalam surat dakwaan kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik atas terdakwa Irman dan Sugiharto (saat ini sudah divonis di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta).
Sebelum meninggal, Marliem sempat mengkhawatirkan kondisi keselamatannya. Ia menyampaikan hal itu kepada redaksi Tempo di Jakarta. Marliem pun sempat dikontak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban terkait kondisi keamanannya.
“Dia bilang agak takut, karena punya bukti 500 gigabyte,” kata Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo Surpoyo seperti dilansir Aljazeera.
Tewasnya Marliem sempat membuat banyak kekhawatiran, lantaran Marliem pernah mengklaim punya bukti-bukti yang bisa menjerat sejumlah pejabat yang ikut cawe-cawe kasus E-KTP. Salah satu bukti yang diklaim dimiliki Marliem ialah jam tangan mewah seharga 135 ribu dolar AS (sekitar Rp1,3 miliar dengan kurs Rp9.800 per dolar AS pada Desember 2012) yang diberikan kepada Ketua DPR-RI (media-media Amerika menyebutnya "speaker of the Indonesian House of Representatives"). Keterangan ini dilansir laman Startribune.com yang menuliskan Marliem mengaku kepada penyidik FBI Jonathan Holden bahwa dirinya menyuap pejabat Indonesia.
Informasi yang didapat FBI diteruskan ke Komisi Pemberantasan Korupsi yang tengah menangani kasus korupsi e-KTP. Dua bulan setelah kematian Marliem, media-media di Indonesia mulai memverifikasi informasi kesaksian Marliem ini kepada KPK.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengakui tak membantah informasi yang dirilis media Amerika Serikat. "Jam tangan itu infonya ada tiga, yang dua untuk Johannes Marliem sendiri, yang satu diberikan kepada seseorang. Itu yang masih kami teliti," kata Agus.
Sebulan berselang dari keterangan Agus, Andi Agustinus alias Andi Narogong tiba-tiba memberikan keterangan di persidangan tentang misteri jam tangan tersebut dalam persidangan kasus e-KTP yang juga menjeratnya. Menurut Andi, jam tangan yang dimaksud adalah jam tangan merek Richard Mille, dan merupakan hadiah ulang tahun buat Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar. Andi merasa perlu memberikan hadiah karena Novanto dinilainya punya jasa buat meloloskan anggaran proyek tersebut.
Menurut Andi, insiatif pemberian jam tangan mewah ini berasal dari Direktur Biomorf Lone LLC yakni Johannes Marliem. Kata Andi, Marliem mengajaknya urunan buat membeli jam mewah tersebut.
"Marliem bilang ini mau ulang tahun Pak Novanto, bagaimana kalau kita patungan beli jam," kata Andi mengulang ucapan almarhum Marliem.
Andi kemudian memberikan duit Rp650 juta kepada Marliem, dan Marliem kemudian membelanjakan duit kiriman dari Andi di sebuah toko jam tangan di California, Amerika Serikat.
Jam kemudian diberikan Andi dan Marliem saat berkunjung ke rumah. Saat kasus ini ramai diberitakan, Novanto kemudian mendatangi Andi dan mengembalikan jam tangan tersebut sekitar awal 2017. Andi kemudian menyuruh Vidi Gunanwan yang tak lain adik kandungnya, untuk menjual jam seharga Rp1,3 miliar itu ke toko jam tangan Tata Watch di Blok M, Jakarta Selatan.
“Saya jual Rp1 miliar sekian. Saya ambil Rp650 juta dan sisanya saya berikan ke Pak Raul, staf Johannes Marliem,” kata Andi.
Kesaksian Andi mengurai misteri jam tangan mewah dari Marliem seperti yang almarhum kepada Agen Jonathan Holden dari FBI. Namun informasi ini disanggah kuasa hukum Setya Novanto, Freidrich Yunadi.
Friedrich mengatakan, dirinya tak mempersoalkan Andi memberi keterangan di persidangan. Hanya saja, Freidrich meminta Andi Narogong membuktikan ucapannya tersebut.
“Ya, silakan saja dia mau membongkar. Kan hak setiap orang. Tapi dalam hal ini dia harus bisa membuktikan,” kata Friedrich.
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih