Menuju konten utama

Minyak Tumpah di Balikpapan dan Buruknya Peta Navigasi Laut RI

Peta Navigasi Laut Indonesia merupakan warisan peninggalan Belanda.

Minyak Tumpah di Balikpapan dan Buruknya Peta Navigasi Laut RI
Sejumlah petugas PT Pertamina melakukan penyedotan minyak yang masih menggenangi kawasan Pesisir Melawai di Balikpapan, Kaltim, Rabu (4/4/2018). ANTARA FOTO/Sheravim

tirto.id - Pipa minyak mentah milik PT Pertamina yang mengalir dari Terminal Lawe-lawe ke Kilang RU V Balikpapan patah pada Sabtu (31/3) lalu. Akibatnya minyak mentah menyebar ke perairan laut Balikpapan. Merusak ekosistem laut, hewan pergi atau mati, dan aktivitas masyarakat terganggu.

Patahnya pipa minyak Pertamina bukan saja berdampak buruh terhadap lingkungan, tetapi juga merefleksikan ironi tentang buruknya Peta Navigasi Laut Indonesia di tengah jargon pemerintah Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Direktur National Maritime InstituteSiswanto Rusdi mengatakan Peta Navigasi Laut Indonesia yang sudah usang.

Peta Navigasi Laut meliputi sajian alur, kedalaman dan hambatan di perairan yang dilalui. Rusdi menyebut bahwa Peta Laut Indonesia adalah warisan dari Belanda dan selama berpuluh-puluh tahun tidak ada pemutakhiran yang signifikan.

“Banyak kapal yang berseliweran di perairan kita memakai peta tua. Benar bahwa kita memberi rambu-rambu, Dinas Perhubungan memberi rambu-rambu [memang] iya, tetapi apakah update reguler? Seperti arus sedimentasi itu bisa mengubah kontur laut,” kata Rusdi kepada Tirto, Jumat (8/4) Rusdi menjelaskan.

Di Indonesia pemegang pemutakhiran Peta Navigasi Laut dipegang oleh Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal). Namun Rusdi berpendapat ini tidak sepenuhnya kesalahan Pushidrosal karena mereka hanya unit di bawah Angkatan Laut (AL) sehingga dana dan peralatan terbatas untuk melakukan pemutakhiran secara berkala.

Selain berakibat pada kacaunya jalur lintas laut Indonesia, jika terjadi musibah jangkar yang menggaruk pipa minyak hingga terumbu karang yang melibatkan pihak asing, gugatan di jalur hukum menjadi tidak maksimal.

“Sudah sering kejadian. Mereka akhirnya bisa berunding. Dari gugatan misal 10 turun menjadi lima karena masalah peta kita yang usang. Gak maksimal gugatan kita karena kita sendiri punya celah. Itu yang membuat gugatan maritim kita selalu bermasalah karena kita sendiri gak siap,” ujar Rusdi.

Rusdi menyebut pada dasarnya perairan Indonesia adalah perairan dangkal. Daerah dengan laut dalam umumnya ada di daerah Indonesia Timur. Ia mendesak agar pemerintah secara resmi mendeklarasikan area pelayaran sensitif di daerah terumbu karang, jalur pipa dan kabel laut.

Pria lulusan Nanyang Technological University kemudian menyinggung bahwa pemerintah terobsesi dengan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan banyak berbicara soal makro saja. Tetapi hal mendasar seperti pemutakhiran Peta Navigasi Laut bila tidak dilakukan, hanya akan membuat lalu lintas laut semakin kacau dan semrawut karena beban pelayaran yang kian meningkat.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto dalam jumpa pers di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (5/4/2018) memang menduga pipa minyak mereka patah lantaran terkena jangkar kapal.

Di hari yang sama ketika tumpahan minyak diketahui pada Sabtu (31/3) dini hari, sebuah kapal kargo batu bara berbendera negara Panama bernama Ever Judger turut terbakar pada siang hari, mengakibatkan dua korban tewas dari ABK.

Dampak kebocoran

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) memetakan, sepanjang 80 kilometer garis pantai Balikpapan dan Penajam Paser Utara terpapar limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Seluas 10,4 hektare kawasan terumbu karang yang terhampar dari Pulau Balang, Jenebora, Tanjung Batu, dan Tanjung Jumpai menjadi rusak. Ini karena pipa patah itu mampu menyuplai 200 ribu barrel minyak per hari.

Sekitar 17 ribu hektare tanaman bakau tercemar tumpahan minyak, dan lima kawasan padang lamun di Teluk Balikpapan terancam mati. Sebanyak empat jenis mamalia dilindungi, seperti pesut, lumba-lumba hidung botol, lumba-lumba tanpa sirip, dan dugong, terpaksa menjauh dari habitat.

Wahyu Perdana, Pengkampanye Ekosistem Esensial Walhi menyebut pada prinsipnya ekosistem yang sudah rusak tidak dapat dikembalikan seratus persen seperti sebelumnya. Ini karena ekosistem asli sudah terdegradasi pasca tercemar tumpahan minyak dari Pertamina. Apalagi pertumbuhan beberapa ekosistem laut memang tergolong lambat seperti terumbu karang yang tumbuh beberapa mili sampai tercepat sekitar satu sentimeter saja per tahun.

Belum lagi kerusakan ekosistem mangrove, ikan, kepiting, ekosistem mikro seperti plankton sebagai makanan ikan. Pada akhirnya selain berdampak pada kerugian ekosistem, juga menyebabkan kerugian ekonomi para nelayan dan budidaya perairan laut lainnya.

Karena ekosistem tidak bisa kembali seperti semula dan ada kerugian perekonomian warga, Wahyu menyebut korporasi harus bertanggung jawab. Bukan hanya ganti rugi ekonomi para nelayan yang mengalami penurunan tangkapan ikan hingga tidak bisa melaut, tetapi melakukan kerja-kerja pemulihan ekosistem yang diakibatkan oleh ulah mereka.

Penghitungan ganti rugi bisa mengacu Peraturan Pemerintah (PP) 46 2016 Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang dipakai untuk menghitung valuasi ekonomi. Serta menggunakan PP 46 2017 tentang Instrument Ekonomi Lingkungan Hidup.

"Yang digugat itu bukan hanya operator. Bisa si pemberi perintah, bisa atasannya sampai direktur seterusnya sampai penerima manfaat seperti pemegang saham dan seterusnya," kata Wahyu kepada Tirto.

Dampak kebocoran minyak menurut Wahyu tidak akan parah jika sistem alaram dan peringatan dini milik PT Pertamina berjalan, sehingga dapat melakukan tanggap darurat secepatnya.

Baca juga artikel terkait MINYAK MENTAH atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Tony Firman
Penulis: Tony Firman
Editor: Muhammad Akbar Wijaya