tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) gagal mengukur nilai integritas di lingkungan kepolisian lewat Survei Penilaian Integritas (SPI). Hal itu terungkap setelah KPK dan BPS merilis hasil SPI tahun 2018, Selasa (1/10/2019).
"Nilai indeks integritas Kepolisian RI tidak dapat ditampilkan karena kecukupan sampel internal tidak terpenuhi," kata Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak dalam keterangan tertulis, Selasa (1/10/2019).
Yuyuk menerangkan, KPK dan BPS kesulitan menyurvei internal di dua instansi yang menjadi objek penelitian, yaitu Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri dan Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Polri.
Mereka mengalami kendala memperoleh responden internal terkait pelayanan publik di dua korps yang menjadi contoh SPI.
"KPK bersama BPS belum berhasil mewawancarai responden internal sesuai target sampel sampai waktu survey berakhir. Karena tidak ada kecukupan sampel, indeksnya tidak bisa dihitung," kata Yuyuk.
KPK dan BPK merilis hasil SPI 2018, Selasa (1/10/2019). Mereka menyurvei 20 pemerintah daerah dan 6 kementerian/lembaga dalam pelaksanaan survei kali ini.
Mereka mengambil 130 responden berlatar belakang pihak pegawai, pengguna layanan, dan narasumber ahli dalam melaksanakan survei tersebut.
Setidaknya 3 aspek menjadi penilaian dalam SPI, yakni budaya organisasi, sistem antikorupsi, pengelolaan SDM, dan pengelolaan anggaran.
Rinciannya, aspek budaya organisasi mencakup kejadian suap, gratifikasi, dan keberadaan calo. Aspek sistem antikorupsi mencakup sosialisasi antikorupsi, dan pengaduan pelaku korupsi.
Selanjutnya, aspek pengelolaan SDM mencakup nepotisme dalam penerimaan pegawai dan nepotisme dalam promosi jabatan. Terakhir, aspek pengelolaan anggaran mencakup perjalanan dinas fiktif atau honor fiktif.
Berdasarkan hasil survei, ada 22 persen responden internal di semua lembaga mengaku pernah mendengar atau melihat keberadaan calo. Angka ini meningkat dari temuan tahun 2017 yang hanya 17 persen.
Kemudian, sekitar 25 persen responden internal pernah melihat atau mendengar nepotisme dalam penerimaan pegawai padahal tahun 2017 angkanya hanya 20 persen.
Selanjutnya sekitar 5,6 persen responden internal mengaku pernah mendengar atau melihat praktik suap untuk promosi jabatan, pada tahun 2017 angkanya hanya 4 persen.
Tak cuma itu, 21 persen responden internal juga percaya suap/gratifikasi mempengaruhi kebijakan karir di lembaganya.
Temuan lainnya, 2 dari 10 pegawai melihat pelapor praktik korupsi di unit kerja dikucilkan, diberi sanksi atau karirnya dihambat dalam 12 bulan terakhir.
Selain itu, sebanyak 25 persen responden pengguna layanan mengaku pernah melihat atau mendengar pegawai menerima suap/gratifikasi. Angka itu turun dari tahun 2017 yang mencapai 30 persen.
Kemudian, 2 dari 10 pengguna layanan cenderung tidak percaya melaporkan korupsi akan mendapatkan perlindungan.
Berdasarkan survei SPI, Jawa Tengah berada di peringkat teratas penilaian SPI sementara Polri dan Sulawesi Tengah tak bisa dinilai karena alasan kekurangan sampel.
Dari seluruh institusi yang disurvei nilai rata-rata SPI yakni 68,75. Sedangkan, rincian nilai Indeks Intergritas berdasarkan SPI 2018 [Indeks 0-100] sebagai berikut:
- Pemprov Jawa Tengah 78,26;
- Pemprov Jawa Timur 74,96;
- Kementrian Kesehatan 74,75;
- Pemprov Sumatera Barat 74,63;
- Pemprov Gorontalo 73,85;
- Pemprov Kep. Riau 73,34;
- Pemprov Nusa Tenggara Barat 73,13;
- Permprov Jawa Barat 72,97;
- KemenKeu (Dirjen Bea Cukai) 70,2;
- Pemprov Kalimantan Selatan 68,76;
- Pemprov DKI Jakarta 68,45;
- Pemprov NTT 67,65;
- Pemprov Kalimantan Timur 67,55;
- Kementrian Perhubungan 66,99;
- Pemprov Bengkulu 66,47;
- Pemprov Sumatera Utara 66,13;
- Pemprov Kalimantan Tengah 66;
- Pemprov Banten 65,88;
- Badan Pertahanan Nasional 64,67;
- Pemprov Aceh 64,24;
- Pemprov Jambi 63,87;
- Pemprov Sulawesi Selatan 63,85;
- Pemprov Riau 62,33;
- Mahkamah Agung 61,11;
- Pemprov Sulawesi Tengah tak dapat dinilai
- Kepolisian RI tak dapati dinilai
Editor: Zakki Amali